Happy reading!!
***
Ruangan serba putih dan senyap hanya menyisakan suara mesin ekg yang berbunyi teratur tanda yang menggunakannya masih bernapas. Perempuan itu membuka kelopak matanya dan menyipitkan netra nya untuk fokus menatap plafon putih di ruangan itu. Ia mendesis merasakan nyeri yang begitu ketara di dada kirinya, kembali memejamkan matanya. Beban. Pikirnya. Gara-gara dia sekolah tidak memiliki harapan untuk membawa pulang penghargaan. Semua gara-gara dia, seandainya ia tidak egois dan mengatakan jika ia tidak sanggup untuk mengikuti olimpiade ini karena kesehatannya, maka yang akan maju sudah pasti Rivany. Itu lebih baik daripada dirinya.
Hidupnya sangat berantakan, tidak ada yang berjalan sesuai rencananya. Ia sudah lelah untuk terus berusaha tegar di depan khalayak umum. Nyatanya ini lah hidupnya yang sudah tidak terbentuk. Tangannya menggenggam kuat pada seprai. Netra nya berembun menatap nanar takdirnya. Bahunya bergetar tak terkendali. Perlahan airmata mengalir membentuk sungai di pipinya, ia sudah tidak perduli. Ia ingin menangis lebih lama kali ini. Isakannya lebih nyaring dari pada mesin ekg di samping brankar nya. Lihatlah ruangan ini hanya ada dirinya seorang, pasien dengan riwayat penyakit mematikan yang hidupnya sudah di vonis. Hanya dirinya seorang di sini. Hanya dirinya. Kejam sekali kau, tuhan. Jeritnya dalam hati.
Kepalanya tidak sanggup berpikir jernih. Ia bangkit dari tidurnya dan langsung menyentak infus di tangan kirinya. Saat turun dari brankar kakinya yang berpijak pada lantai merasakan seperti jelly. Berapa lama ia tertidur di tempat ini? pikirnya.
Perempuan itu menggapai engsel pintu dan langsung keluar dari ruangan ini. Ia berjalan dengan tuntunan dari dinding di lorong itu. Entah kemana ia akan pergi, yang dipikirkannya hanya melenyapkan diri dari tempat menyedihkan ini. Saat lift terbuka ia juga ikut masuk ke dalamnya menuju lantai paling atas.
***
"Kamu dari mana?" Ibu Linda menatap lelaki di depannya dengan pandangan bertanya.
"Kenapa, buk?" tanya lelaki itu balik.
"Naya nggak ada di kamarnya!"
Bola mata lelaki itu melebar, namun ia tidak terlihat cemas. Pembawaanya santai sampai-sampai ibu Linda ingin menggebuk lelaki didepannha itu.
"Raka!" panggil ibu Linda.
"Ck, bandel banget sih, tu, orang. Udah tau sakit malah tour rumah sakit," gerutunya kesal. "Udah ibu tunggu aja di sini, biar Raka yang cari Naya," sambungnya dan langsung berlari kecil sambil melihat sekitarnya.
Kini ia sudah berada di lobby. Lelaki itu sudah mengitari setengah gedung tapi belum juga menemukan batang hidung Naya. Keringat sudah membasahi seluruh tubuhnya. Ini salah satu rumah sakit terbesar di Thailand. Ya, mereka sudah empat hari di Thailand. Namun, dengan keputusan dari ibu Linda mereka belum mengabari pihak sekolah atas sebuah kecelakaan yang menimpa Naya. Entah apa yang akan mereka jelaskan nanti itu urusan belakang. Pasalnya setelah Naya dilarikan ke rumah sakit dan di opname selama tiga hari, ibu Linda lah yang menjadi walinya. Sesuatu yang ia dengar dari dokter membuat ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu sekolah atas apa yang menimpa Naya. Dokter menjelaskan padanya bahwa kecil kemungkinan jika sang penderita tidak tahu apa yang terjadi pada tubuhnya. Mungkin Naya ingin ini ditutup dengan rapat, ia juga tidak memberi tahu Raka tentang ini.
Lelaki itu keluar dari gedung dan mengedarkan pandangannya ke arah sekelilingnya. Napasnya mulai gusar. Ia berdiri di tengah keramaian. Kepalanya mendongak ke atas, saat pandangannya menatap ke arah langit ia menyipitkan matanya dan langsung membelalak kaget. Kaki jenjangnya melangkah cepat memasuki lift menuju lantai paling atas.
Napasnya memburu dan terengah-engah menaiki anak tangga menuju rooftop. "Lo benar-benar gila!" makinya dan langsung menarik Naya turun dari duduknya. Mereka berhadapan. "Mau cari mati, ya tinggal loncat. Ngerasa keren lo duduk di ujung kaya tadi, hah?" Raka kembali meninggikan suaranya.
Lelaki itu menarik Naya untuk turun ke lantai di mana ruang inap perempuan itu berada. Perempuan itu tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Ia begitu tenang seolah ini semua bukan apa-apa.
"Gue nggak akan aduin lo ke buk Linda," ucap Raka saat tidak mendengar keluhan yang keluar dari mulut Naya. Perempuan itu tidak terlihat kesakitan saat tangan Raka terus menariknya dengan kuat.
Mereka berdiri di depan pintu. Dari balik pintu menampakan wanita paruh baya tengah tertunduk sambil terisak kecil. Raka menarik Naya untuk berdiri di belakangnya. Lelaki itu berusaha menutupi sesuatu di depan sana. Genggaman tangan kanannya mengetuk pintu dan langsung mendorong pintu itu. Raka mendorong Naya masuk ke kamar mandi. "Cuci muka lo, kita siap-siap pulang," ucapnya pada perempuan itu.
Lelaki itu langsung duduk di sofa tanpa ingin bertanya lebih, apa yang membuat ibu Linda terisak saat tidak ada mereka berdua di sini.
***
Naya memasukkan potongan baju miliknya ke dalam koper. Ini hari ke empat mereka di negara Thailand. "Kamu udah cerita ke ayah?" Pertanyaan yang tiba-tiba menguar dari mulut wanita paruh baya di ruangan yang sama dengannya. Ia satu kamar dengan ibu Linda dan Raka memiliki kamarnya sendiri. Tidak mungkin bukan lelaki dan perempuan yang berbeda gender itu di satukan dalam satu kamar? Bukan muhrim.
"Ayah nggak pernah pulang," balas Naya. Percuma ia menutupi, sudah dia pastikan ibu Linda tahu apa yang tengah dideritanya. Karena ibu Linda lah yang menjadi walinya saat di opname.
"Ibu tidak memberi tahu hal itu pada sekolah,"
Helaan napas lega keluar dari mulut Naya. Perempuan itu mengangguk. "Apapun keputusan ibu saya tidak masalah," ujarnya.
"Naya, ini masalahnya!" ibu Linda menarik Naya agar menghadapnya. "Ibu tau kondisi kamu yang sekarang, ibu juga berharap kamu nggak putus semangat untuk terus bertahan," lanjut wanita paruh baya itu.
"Saya sudah di vonis," gumam Naya yang terdengar jelas di pendengaran ibu Linda.
Napas wanita paruh baya itu tercekat. Vonis? Batinnya. Dia diam beberapa detik kemudian langsung menarik Naya masuk kedalam pelukannya. Wanita itu tahu bagaimana sulitnya hidup Naya, tapi ayah nya yang menghilang benar-benar di luar prediksinya. Apalagi dengan hidup Naya yang sudah di vonis, hatinya ikut hancur.***
Maap yaa akhir-akhir ini aku up malam xixi
Jangan lupa vote dan komen, manizzz🫵🏻🫶🏻🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali? [PROSES TERBIT]
Teen Fiction"Yang bertemu kelak akan berpisah, yang pergi pasti juga belum tentu kembali" ••• Sebelum Bara begitu dingin kepada Naya, mereka adalah sepasang kekasih yang berpisah karena konflik antara kedua nya. Namun, konflik itu tidak bisa untuk didiskusika...