Happy reading!!
***
"Lo punya cara?"
"Apa?" Naya melambatkan temponya menuruni anak tangga.
"Nangkap tersangka?" kata Radit.
"Nggak tau, sih. Tapi kita kan punya Aidan,"
"Kenapa tiba-tiba Aidan?" Radit mengerutkan keningnya.
"Lo selama ini ngapain aja, sih? lupa mulu!" Perempuan itu menghentakkan kakinya kesal.
Radit hanya cengengesan dan mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah nya membentuk peace. Pikirannya penuh sejak seminggu belakangan ini, saat ia mengatakan akan memeriksa jantungnya. Apakah cocok untuk Naya atau tidak? Namun hasilnya baru keluar kemarin sore, membuat bahunya merosot lemas. Matanya menatap punggung Naya di depannya dengan tatapan sendu. Saat Naya membalikkan badannya menuntut jawaban, ia tertangkap basah dengan ekspresi masih tercetak di wajahnya.
"Radit, berhenti natap gue kaya gitu, seakan-akan gue mati hari ini,"
"Lo dengar nggak sih gue bilang apa?" lanjutnya yang dibalas cengiran oleh lelaki itu.
Naya melemparkan lirikan sinis, "menurut lo Aidan mau kan bantuin kita?" tanyanya ulang.
"Kenapa Aidan harus mau?"
Naya menatap wajah Radit lama dengan kerutan di dahinya. "Hah!" Ia membuang napas kasar dan lanjut menuruni tangga sambil berkata, "beneran malesin ngomong sama lo."
"Pelan-pelan, Nad" peringat Radit saat melihat Naya menuruni tangga dengan cepat.
"Tapi, Nad,"
"Berhenti panggil gue Nade!" rengeknya.
"Gue serius ini," ucap Radit.
Naya menghentikan langkahnya lagi. "Apa?"
"Senin besok setelah selesai upacara, lo sama Raka akan di panggil ke lapangan, kan?" tanya Radit. Pasalnya saat ada yang mewakili sekolah untuk event-event setelah kepulangannya entah itu menang atau tidak mereka akan di perkenalkan pada seluruh murid di sekolah itu.
"Hm, Mungkin," ucapnya ragu. Namun ia paham dengan perkataan Radit. Naya tersenyum sepintas, "lo mau gue publikasikan di depan umum? Ide bagus," lanjut Naya masih mempertahankan senyumannya.
***
"Segitunya lo mau perhatian gue?"
Perempuan itu tidak tahu kemana Ara pembicaraan ini. "Perhatian?" tanya perempuan itu.
"Radit cerita ke gue," ucap lelaki itu membuat Naya ingin mengumpat.kepada Radit. Ini yang dimaksudnya mewujudkan semua list itu? Sialan, lo. ucap Naya dalam hati.
"Seharusnya lo minta yang lebih ke Radit," saran dari Bara untuk perempuan di sampingnya. Sepulang sekolah, lelaki itu benar-benar membawanya ke apartemen milik Bara. Mereka kembali duduk di sofa dengan suasana yang sama seperti beberapa minggu lalu. Tidak ada komentar lebih yang di lakukan Naya. Ia memandang pemandangan gedung-gedung tinggi di depan sana sambil terus berpikir, apakah nanti ia bisa duduk di sini lagi melihat pemandangan ini dan ditemani oleh lelaki di sampingnya ini?
"Jadi apa rencana lo?"
"Rencana apa? Rencana untuk hubungan kita kedepannya?" Naya menanya balik.
"Maunya gimana, hm?"
"Serius nih, nanya gue? Gue maunya ya balikan lah," lugas perempuan itu. Lelaki itu hanya diam memandang Naya yang terlihat sangat antusias.
"Boleh?" Intonasi yang dikeluarkan Naya persis seperti anak kecil yang meminta permen.
Lihat! Senyuman menawan Bara terpampang lagi di wajahnya. Bara yang tersenyum tapi ia yang tersipu malu.
"Boleh," ucap Bara tak kalah lembut. Suaranya yang khas lelaki dewasa menyentuh gendang telinga Naya begitu sopan. Entahlah ia pikir hanya suara Bara yang terdengar sopan di telinganya.
Naya merapatkan tubuhnya ke sampingnya Bara. "Kalau gini juga boleh?" Ia mengambil tangan kiri Bara dan meletakkan di pundaknya.
"Boleh, sayang." Bara menarik Naya untuk lebih rapat dengannya, pasalnya udara malam yang sejuk menusuk ke dalam pori-porinya dengan mereka berpelukan seperti ini membuat perutnya di penuhi kupu-kupu yang berterbangan dan menimalisir rasa sejuk yang dirasakan keduanya.
"Bara, lo tahu nggak? Dari dulu gue nggak pernah lupa sama Syafa." Lelaki itu hanya diam mendengarkan sambil memainkan rambut pendek Naya.
"Gue sengaja pura-pura cemburu, supaya dia nggak ngenalin gue," ucap Naya.
"Yang tahu pelaku di accident itu cuma gue sama lo, Bar. Lo nggak akan mengkhianati gue, kan?" Naya mendongak menatap Bara.
Lelaki itu menggeleng dua kali, "nggak, sayang. Mau siapapun dia, nggak bisa di pungkiri kalau itu perbuatan kriminal," Bara menjelaskan alasan dia berada di pihak Naya.
"Janji?" Naya menyodorkan jari kelingkingnya.
"Janji," Bara juga langsung menautkan kelingkingnya.
"Nanti gue coba ngomong ke Syafa," lanjut lelaki itu.
"Kalau dia nggak mau?" Netra Naya berkaca. Lelaki itu terlalu yakin dengan ucapannya sendiri, dia yang berjanji Naya yang takut tidak ditepati.
"Pasti mau, aku usahakan, hm," Bara mengelus kepala Naya lembut. Kaki perempuan itu tidak bisa diam.
"Dia nggak ada alasan untuk nolak kejahatan yang udah dilakukannya," lanjut lelaki itu.
Naya langsung merubah ekspresi wajahnya menjadi kesal, "ih, kalau gitu kan dia udah dari dulu aja ngaku, terus kita nggak repot-repot kenal sejauh ini,"
"Nyesal kenal aku?" tanya Bara cepat.
"Nggak juga, sih, lagipula kalau udah takdir mau sekuat apapun kita menghindar tapi akan bertemu juga. Kalau sekarang kita belum ketemu, mungkin saat kita dewasa kelak," jelas Naya takut Bara salah paham kalau ia menyesal bertemu dengan lelaki ini. Malahan ia sangat bersyukur di temukan dengan lelaki ini. Dengan takdirnya kala itu, ia berhasil keluar dari sifat buruknya yang sangat anti dengan sosial. Berkat lelaki ini, ia mampu menghadapi ujian di depan matanya dengan sabar. Berkat cinta yang ia pikir tidak bisa di balaskan lagi untuknya, kini ia masih sanggup senyum di sini, pasalnya kini ia tahu kalau cintanya lelaki ini tidak benar-benar berhenti di hari itu.
"Tapi, kira-kira kalau aku nggak ada kamu sama siapa, ya?" Perempuan itu juga ikut mengganti gaya bicaranya. Bibirnya ia lipat kedalam saat kata aku-kamu begitu menggelitik dalam perutnya. Ia suka perasaan ini.
"Ih, jawab dong." Cubitan Naya di perut lelaki itu membuatnya mengaduh.
"Aww, sakit," keluh Bara, bibirnya melengkung kebawah.
"Banget? Maaf-maafin aku," ucap Naya lirih, ia merasa cubitannya tidak terlaku keras tapi mungkin cuma perasaanya saja.
Tawa Bara menguar. "Ih, ngeselin." Naya melepaskan rangkulan Bara dari bahunya saat sadar bahwa ia sedang dipermainkan.
***
Vote dan komen yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali? [PROSES TERBIT]
Teen Fiction"Yang bertemu kelak akan berpisah, yang pergi pasti juga belum tentu kembali" ••• Sebelum Bara begitu dingin kepada Naya, mereka adalah sepasang kekasih yang berpisah karena konflik antara kedua nya. Namun, konflik itu tidak bisa untuk didiskusika...