21. Bukan yang pertama kali

25 10 4
                                    

Happy reading!!

***


Kepulangan Raka dan Naya sontak membuat gempar satu sekolah. Pasalnya hanya melewati lisan kabar kepulangan mereka, di mading tidak ada pemberitahuan apapun seperti biasanya jika para murid yang mengikuti olimpiade membawa pulang penghargaan. Ini adalah event bergengsi yang sudah beberapa tahun belakangan di ikuti oleh SMA Karang Baru. Yang pastinya selalu membawa pulang salah satu penghargaan di event tersebut, tapi berita ini sungguh membuat semua orang terkejut. Naya yang tidak menyelesaikan babak pertama dan Raka yang hanya mampu sampai di semi final. Tidak hanya mengecewakan tapi juga memalukan. Pikir murid-murid SMA Karang Baru.

SMA Karang Baru adalah salah satu sekolah unggul yang dipercayakan untuk mengikuti event-event bergengsi seperti ini, tapi mereka berdua malah menghilangkan kepercayaan tersebut. Naya memandang gamang bangunan di depannya. Akankah ia mampu menghadapi cemoohan orang-orang di dalam sana?

Ia berjalan lunglai, tak semangat. Menggenggam erat tali dari tas ranselnya. Pandangannya fokus pada kedua kakinya yang berjalan. Sampai ia terhenti kala sepasang sepatu menghadangnya.

"Apa?" tanya Naya.

"Lo udah buat list nya?" Pertanyaan yang tidak disangka oleh Naya. Ia mengira lelaki di depannya ini akan bertanya tentang kekalahannya.

"Nggak sempat," jawabnya.

Bahu lelaki itu merosot lemas. "Bukan nggak sempat, tapi nggak perduli," sarkas lelaki itu.

"Ih, nggak yaa! Aseli emang nggak sempat, bakal gue isi kok. Rezeki nomplok sayang kalau di sia-siakan. Atau nggak nanti istirahat gue kasih lo," jelas Naya.

"Jangan dipikirin tanggapan orang tentang kegagalan lo. Kalau di pikirin yang seperti itu nggak ada habisnya." Keduanya berjalan bersama. Banyak tatapan sinis yang di terima Naya saat melewati koridor menuju kelasnya. Ini sungguh menyakitkan. Lagipula benar kata Radit, jika ditanggapi tidak akan ada ujungnya.

"Nanti gue tunggu di rooftop," Radit meninggalkan Naya yang sudah sampai di kelasnya. Perempuan itu masuk kedalam. Sahara langsung berhamburan memeluk Naya.

"Pasti karena penyakit sialan lo ini, kan?" Suara lirih Sahara bergetar. Dia saja sudah terasa berat apalagi Naya yang sudah memikul semuanya selama ini? Helusan di bahu Naya begitu damai, seakan Sahara mengatakan tidak apa-apa, Nay.

"Nggak papa, kok. Namanya lomba pasti ada yang menang dan kalah. Itu resiko karena kita juga ikutan dalam event itu," ucap Sahara, kali ini suaranya ia besarkan sengaja agar yang berada di kelas ini jug mendengarkannya.

"Iya, Nay. Lo nggak usah sedih gitu dong. Nggak menang di olimpiade kali ini nggak papa, cuy. Lo lupa udah nyumbang puluhan piala untuk sekolah?" Nita mengatakan dengan suara yang terdengar menantang. Ia maju dan berdiri di depan semua murid kelas XII IPA 2. "Lo semua awas, ya, kalau julid-julid ke Naya, cuma karena olimpiade itu! Ingat otak lo pada itu cuma remahan reginang kalau dibandingkan dengan kakak Annaya Bellvarana tercinta," Nita menyerocos sewot, ia mengancam seluruh manusia di depannya itu.

Naya tertawa kecil melihat tingkah laku Nita yang terlihat begitu menggebu-gebu untuk membelanya. "Nah, gitu dong, senyum. Daripada galau-galau mending lo kejar aja tuh Bara. BARA!" panggil Nita saat yang dibicarakan tiba-tiba berjalan melewati kelas mereka.

Yang memanggil Nita, tapi Naya sudah kalang kabut untuk tidak menampakkan mukanya karena posisinya sedang membelakangi pintu. Tidak ada tanda-tanda apapun. Mungkin lelaki itu mengabaikan panggilan perempuan penggosip ini. Syukurlah, aman jantung. Pasalnya sejak pembicaraan tadi malam ia sudah was-was jika bertemu dengan lelaki itu.

"Kenapa?" Naya tersentak kala lelaki itu sudah di sampingnya. Ia mengedipkan mata berulangkali. Lelaki ini sudah membuatnya merasakan posisi kupu-kupu semalaman. Saat memikirkan namanya ia langsung merasakan kupu-kupu berterbangan dalam perutnya. Setelah melewati pagi dengan terburu-buru untuk keluar dari rumahnya agar tidak bertemu dengan lelaki ini, dengan gamblangnya perempuan penggosip ini malah memanggilnya, menjengkelkan! Benar! Ia menghindari lelaki ini yang artinya tadi malam ia bukan bermimpi itu benar nyata dialaminya.

Flashback on

"Kalau begitu Naya gue udah mati, kan?" ucap lelaki itu saat mendengar perkataan perempuan di sampingnya. Naya memundurkan posisinya karena Bara bergeser maju merapat ke arahnya. Naya berusaha berpikir jernih untuk tidak terus menatap arah pandangan Bara, tapi terlalu sulit untuk mengenyahkan pemikiran nakal ini.

"Tapi, gue rasa perasaan ini bukan punya Naya," lanjut lelaki itu. Naya masih fokus dengan pergerakan Bara. Benar, pandangan lelaki itu terpaku pada bibirnya. Tubuh Naya tersengat kala bibir lelaki itu menyentuh bibirnya. Lelaki itu menciumnya. Isi kepalanya tidak dapat berpikir apa-apa karena terlalu terkejut. Jantungnya berdegup kencang. Perasaan senang mendominasi dalam dirinya. Perempuan itu sadar ini bukan yang pertama kali ia lakukan bersama lelaki ini, saat itu ia tidak merasakan perasaan yang membuncah seperti saat ini. Tapi itu sudah lama sekali saat mereka masih berpacaran, mungkin sekitar satu tahun yang lalu? Entahlah ia tak begitu mengingatnya.

Tidak mengerti mengapa lelaki ini tiba-tiba menciumnya, tapi ia juga dengan sukarela menyambutnya. Itu bukan keputusan yang diambil dari pemikirannya tapi semua berjalan sesuai nalurinya. Tangannya menggapai sisi wajah Bara. Perempuan itu memejamkan mata, ia merasakan tekanan ciuman itu meningkat. Ia masih tidak percaya apa yang tengah dialaminya, bukankah tadi lelaki ini begitu dingin kepadanya? Mengapa sekarang seolah-olah menginginkan dirinya? Tidak! Ia harus menghentikan ini semua. Tangan kanannya mendorong dada Bara dengan paksa.

Netra keduanya beradu. Senyuman simpul terukir di wajah Bara. Lelaki itu menyatukannya keningnya dan kening Naya. Ia menggapai lengan kanan Naya dan di letakkannya di dada kirinya, "Ini milik lo," lirihnya.

Flashback off

Mengingat memori tadi malam terus berputar di kepalanya membuat Naya melipat bibirnya kedalam untuk menahan senyum yang akan merekah. Ingin rasanya masuk ke dalam kantong Doraemon dan berkeliling ke dunia mana saja asal mereka tidak melihat rona merah di wajah ini. Kakinya sudah tidak mau diam, mengayun tak tentu arah. Ini bell kapan bunyi, sih? Buruan bunyi, GUE UDAH SALBRUTTT, WOII. teriaknya dalam hati.

Merasa tidak ada yang menjawab pertanyaan ia mengalihkan perhatiannya pada Naya. "Lo berangkat sama siapa?"

"Gue kan udah bilang bakal jemput," lanjutnya namun intonasi sangat lembut. Bilang pada tulang soto langganan Naya, ia tidak sanggup bertahan di posisi ini!! Kakinya berasa seperti jelly saat melihat pandangan Bara yang dulu sudah kembali di fitur wajah lelaki itu.

"Nanti pulang bareng, ya," ucap lelaki itu dan mencondongkan tubuhnya ke arah Naya. Perempuan itu terkejut lagi.

"Mau mampir ke apart, hm?" bisik Bara membuat beberapa murid yang memandang mereka membelalakkan mata. Dan perempuan itu terkejut lagi! Siapapun bilang padanya bahwa ini bukan mimpi! Sudah lama ia berusaha agar hal ini terjadi tapi saat terjadi mengapa ia berharap ini semua mimpi? Apa yang salah dengan kepalanya?

***

Gimana guys kalian suka yang manis-manis kaya gini?

Kalau gitu vote dan komen, yaa!
Next mau diapain nih karakter yang buat kalian jengkel?

Kembali? [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang