22. Keinginan Nadeya Vallrane

22 10 1
                                    

Happy reading!!

***


Perempuan itu menaiki anak tangga satu persatu dengan cepat. Sekarang jam istirahat, ia langsung melarikan diri dari kelas menuju rooftop, padahal Sahara sudah menahannya untuk menceritakan keadaan tadi pagi. Ia malah melepaskan diri dan berlari keluar kelas dengan teriakan panggilan dari Sahara memenuhi koridor. Tadi benar-benar memalukan, murid-murid yang berkeliaran memandangnya heran. Dasar Sahara, suara toa! umpat Naya dalam hati. Saat mencapai anak tangga terakhir, perempuan itu mengatur napasnya. ia berjalan sekitar lima meter untuk membuka kenop pintu.

"Lo jahat banget, sih! Udah tau jantung gue rusak malah ketemuan di sini, megap gue!" cerocosnya saat mendapatkan hanya seorang lelaki yang tengah bersandar pada dinding dengan tangan bersedekap di dada. Dilihat dari mukanya yang ditekuk, rasanya lelaki itu sudah menunggunya dari tadi.

"Lo udah balikan?" lelaki itu malah mengalihkan pembicaraan.

Naya memutar bola matanya malas namun senyuman jenaka tercetak jelas di wajahnya. "Balikan? Belum, cuma nggak tau nanti," jawabnya lalu langsung melipat bibirnya kedalam menahan senyuman.

"Ketara banget ekspresi lo,"

Naya merangkum kedua pipinya dan berkata, "masa, sih?"

Kini gantian Radit yang memutar bola matanya namun ekspresi wajahnya terlihat jengkel. Tidak, guys! Beliau ini paham jika cintanya hanya bertepuk sebelah tangan, ia tidak ingin perasaannya dipaksakan yang nantinya malah menjadi obsesi pada perempuan ini. Itu tidak akan ia biarkan terjadi. Obsesi adalah sebuah racun bagi kejiwaan manusia. Pikiran dan perilaku yang muncul atau dilakukan terus-menerus dan sulit dihilangkan sampai mengganggu kehidupan. Maka sebisa mungkin ia menekankan pada pengertian bahwa mencintai paling besar adalah mengikhlaskan. Ia lebih dulu mengenal perempuan di depannya ini. Ia lebih dulu mencintai perempuan ini. Tapi ia terpaksa melambat pengakuannya dan perempuan itu malah berakhir dengan Bara yang sekarang adalah sahabatnya.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Sama seperti perempuan itu, dulu ia selalu menolak keberadaan Bara, tapi sekarang ia mengejar-ngejar lelaki itu tanpa urat malu. Huh! Dasar muka tembok. Pikir Radit.

Naya merogoh sakunya mengeluarkan lipatan kertas putih. Ia maju menyerahkan kertas itu kepada Radit. "Gue nggak minta macem-macem, kok. Gue cuma ngelist empat, doang," ucapnya.

"Dikit banget, kenapa cuma empat?" Radit membuka lipatan kertas itu.

"April kan bulan empat,"

Saat akan membaca isi suratnya, jawaban perempuan itu langsung membuatnya mengarahkan pandangan pada Naya. "Nad," lirih lelaki itu.

Senyuman simpul terukir kala perempuan itu melihat tatapan sendu yang dipancarkan Radit. "Dua bulan lagi ulang tahun gue, kira-kira gue nyampe nggak, ya, di hari itu?" tanyanya gamang.

"Doain aja, gue yakin-yakin aja sih bakalan nyampe," perempuan itu terkekeh kecil.

"Udah, lo nggak usah liatin gue begitu! Baca aja, tuh, sanggup nggak lo?" lanjutnya.

Keinginan Nadeya Vallrane

Diperhatiin lagi sama Bara, balikan opsional.
•Hilangin trauma Bara tentang hujan.
•Ungkapin pelaku pembunuhan di SMP
•Makan soto bertiga, bareng lo dan Sahara.

Radit mengira isi list ini semuanya tentang Bara, tapi dirinya juga masuk kedalam list ini. Meskipun terdengar paling sepele, tapi tidak bagi ketiganya. Pasalnya sejak dulu mereka bertiga sering sekali makan soto bersama. Tapi setelah accident itu, mereka tidak pernah melakukannya lagi, tidak! Perempuan itu dan Sahara masih sering makan soto bersama, tidak bersama lelaki itu.

Radit membentangkan kertas itu di depan Naya, "ini nomor tiga, lo serius?" pertanyaannya langsung dijawab anggukan oleh Naya.

"Hm, lagipula Bara udah tahu kalau gue bukan Naya,"

Radit tersentak mendengar pengakuan perempuan itu. "Lo yang ngaku?"

"Rencananya begitu, ternyata kalah cepat sama Rivany,"

"Rivany?"

"Hm, lo lupa? dari bayi sampe masuk SMP  gue tetanggaan sama dia."

"Terus kenapa dia ngasih tau ke Bara sekarang?"

"Gue buat perjanjian sama dia."

"Perjanjian?" tanya Radit.

"Hm, kalau nilai akademik gue nggak boleh melampaui dia."

"Terus kenapa dia tiba-tiba bilang identitas lo ke Bara?"

"Lo lupa gue kemarin ikut olimpiade internasional? Lagipula dia sebenarnya udah kasih peringatan."

"Jadi lo potong rambut karena habis di bully sama dia, kan?"

"Hm, lagipula emang udah jadwal gue potong rambut,"

"Yaampun, Nad,"

Naya maju membekap mulut Radit, "shuttt, jangan panggil gue begitu," ucapnya langsung melepaskan dekapan tangannya di mulut Radit.

"Kenapa? Bukannya lo cerita ke orang-orang tentang identitas lo?"

"Orang-orang siapa? Cuma Bara," kata Naya.

"Cuma Bara? Noh, si Rivany?"

"Kan dia tahu karena tahu, bukan gue yang kasih tahu," ucap perempuan itu kesal. "Dah deh, males gue ngomong sama lo lama-lama," ia berlalu turun dari rooftop.

***

Vote dan komen guys!!

Kembali? [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang