Happy reading!
***
Hujan semakin deras. Murid-murid SMA Karang Baru sudah bubar 30 menit yang lalu. Tapi Bara masih duduk di depan kelas enggan meninggalkan tempat duduk nya sambil melihat hujan jatuh di bawa angin. Tak ada tanda-tanda air hujan akan berhenti. Melihat ke pergelangan tangan kiri. Arlojinya menunjukkan angka 3 pas. Bangun dari tempatnya duduk melangkah menuju tangga untuk turun ke parkiran. Akan tetapi, saat menginjakkan kaki di tangga terakhir pendengarannya menajam mendengarkan petikan senar gitar dan membawa langkahnya belok ke arah kanan menuju ruang musik.
"Ku berjanji tuk menutup pintu hatiku,"
Lelaki itu berdiri di depan pintu ruang musik menonggokkan kepalanya ke arah jendela.
Melihat seorang perempuan berambut sebahu membelakanginya tengah mainkan gitar.
"Entah untuk siapa pun itu,"
"Semakin ku lihat masa lalu,"
"Semakin hari ku tak menentu,"
"Tetapi satu sinar terangi jiwaku,"
"Saat ku melihat senyummu,"
"Dan kau hadir mengubah segalanya,"
"Menjadi lebih indah,"
Lirik yang indah dibawakan perempuan itu namun, nada yang keluar justru menyiratkan keputusasaan yang dalam.
Nada-nada yang seharusnya dibawa dengan intonasi ceria malah justru menjadi murung dan ragu.
Merasa ada seorang yang tengah memperhatikannya. Naya menoleh ke arah belakang nya. Tatapan mereka bertemu. Bara gelagapan seakan tengah dipergoki orang banyak.
Naya mengembalikan gitar ke tempatnya. Sedikit dengan gerakan cepat memegang engsel pintu ruang musik dan "Lo belum pulang?" ucap cewek itu. Bara menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Menggerak tangannya, menunjuk arah lapangan terbuka. Naya paham.
"Masih hujan, toh," Naya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Mau pesan grab aja?" Tawarnya.
"Lo pikir gue masih selemah itu karena hujan?" sarkas Bara. Naya terkekeh ringan. Mengotak-atik handphonenya dan memasukkan ke sakunya. Menyilangkan tangannya di dada membawa tubuhnya menyender ke pilar dan mengarahkan pandangannya penuh ke arah Bara. Raut wajahnya menjadi serius dan menerawang jauh.
"Kadang gue sempet mikir kenapa dulu gue mau nerima uang dari bokap lo. Meskipun begitu jujur gue enggak pernah nyesel udah lakuin hal seenggak pantas itu," ucap Naya.
"Kadang juga gue mikir buat buang semua rasa gengsi gue. Sambil kasih semangat ke diri gue gapapa kok Naya meski hasilnya zonk setidaknya lo udah coba daripada harus nyesal karena enggak nyoba sama sekali. Tapi setelah gue survei, mau itu gue coba ataupun enggak keduanya tetep salah. Gue hampir mati karena pemikiran ini," tambah Naya membuat suatu teka-teki di dalam pikiran Bara. Melihat tak ada respon dari lelaki di hadapannya. Naya menghela nafas paham. Naya mengubah raut wajahnya.
"Sorry, gue duluan yaa! Ada part time ni. Jangan lupa ya besok, Byee sayang!! Muuuahh," Naya membuat nada genit saat berpamitan.
"Masih hujan," peringat Bara.
"Enggak ngaruh, sih. Ketimbang takut hujan gue lebih takut dipecat karena telat," jawab Naya menjauh, membawa langkah kaki nya keluar area sekolah. Dan meninggalkan Bara yang melihat punggung belakang perempuan itu dengan tatapan sendu.
Dringgg...
Deringan handphone menyadarkannya kembali. Timbul tanda tanya di kepalanya siapa? Menggeser ikon hijau untuk membuang rasa penasarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali? [PROSES TERBIT]
Fiksi Remaja"Yang bertemu kelak akan berpisah, yang pergi pasti juga belum tentu kembali" ••• Sebelum Bara begitu dingin kepada Naya, mereka adalah sepasang kekasih yang berpisah karena konflik antara kedua nya. Namun, konflik itu tidak bisa untuk didiskusika...