Babak I: Lokakarya

101 21 6
                                    

Lagu dari BooSeokSoon dengan judul Fighting terputar dari pelantang suara yang tergantung di telingaku. Lagu ini selalu berhasil membuatku semangat dan menghilangkan gundahku. Melihat Mbak Dyah yang baru muncul di sebelahku, membuatku melepaskan pelantang suara dari telinga. Aku pun menyapa Mbak Dyah.

"Gimana Aletha, kamu siap buat presentasi?"

Aku mengerang merajuk atas pertanyaan dari Mbak Dyah. Kakiku melangkah memasuki lift terlebih dahulu, diikuti dengan Mbak Dyah untuk bisa sampai di kamar hotel.

"Gak apa-apa. Pengalaman pertama presentasi di depan para kementerian, kan. Siap-siap buat diajak Soeryo untuk presentasi di depan DPR."

Aku kembali mengeluh mendengarkan ucapan jenaka yang dilontarkan Mbak Dyah, dan aku bisa mendengar Mbak Dyah terkekeh. Sepertinya Mbak Dyah senang melihat reaksiku mengeluh karena tidak siap presentasi.

"Sebenernya gak pertama banget sih, Mbak. Kan pas waktu itu udah ikut presentasi sama Mbak di depan KLHK," balasku dengan lesuh.

"Itu FGD, lingkupnya gak sebesar sekarang. Bisa, bisa. Nanti aku bantu bikin concept note kalau kamu kebingungan."

"Concept note-nya udah sih, Mbak. Cuman aku agak ketakutan kalau lupa nyampein materi penting."

"Apa kamu mau ke kamar aku, terus kita brainstorming bareng?"

Aku agak ragu, karena itu tidak langsung menjawab. "Mungkin maleman kali, ya, Mbak? Aku harus diskusi sama Pak Soeryo dulu untuk slide PPT-nya. Karena kan setengah-setengah nih."

Mbak Dyah mengangguk. "Aku gak terlalu ngikutin penelitian ini sih, jadi aku gak bisa bantu terlalu banyak untuk presentasinya. Paling aku bisa bantu kamu untuk kasih tips presentasi yang baik aja."

"Terima kasih, ya, Mbak."

Mbak Dyah tersenyum dan mengangguk. "Udah, jangan terlalu dipikirin. Relax aja."

.
.
.

Lokakarya dilaksanakan, Aletha pun duduk di dekat Soeryo, sedangkan Dyah berada di tempat lain, dekat dengan rekan kerja yang sudah lama tidak ditemui.

"Gugup kamu, Aletha?"

Aletha menoleh ke arah Soeryo. Kepalanya mengangguk dengan kekehan canggung. Tangannya mengusap-usap pahanya sendiri.

"Takut salah ngomong, Pak. Lembaga pemerintahan gitu kan gampang ngambek," cicit Aletha.

Soeryo terkekeh mendengar itu. "Kalau kamu gak mau, masih bisa mundur, Aletha."

Aletha menggelengkan kepalanya. "Saya bisa, kok."

"Emang harus bisa, Aletha. Kalau gak dipaksain bisa sekarang, kapan lagi?"

"Iya, Pak."

Lokakarya pun dimulai saat jam menunjukan pukul 09.25 pagi. Lebih cepat 35 menit dari jadwal karena peserta sudah banyak yang hadir, bangku sudah nyaris terisi semua.

Karena di penelitian ini ada beberapa tim peneliti, Aletha dan Soeryo mendapat bagian terakhir untuk menyajikan hasil temuan penelitian mereka sekaligus memberikan rekomendasi kebijakan untuk pemerintah.

"Selanjutnya, kita akan mendengarkan paparan hasil dari Aletha dari Indonesian Center for Regulation, Policy, and Governance atau ICRPG."

Aletha pun berdiri dari duduknya untuk maju ke depan. Tangannya menerima mikrofon dari pembawa acara. Tidak lupa memberikan senyum sopan dan ucapan terima kasih kepada si pembawa acara.

"Selamat siang semuanya," sapa Aletha. "Jadi saya akan memaparkan hasil temuan kami di Garut," lanjutnya sebagai pembukaan.

"Kayanya udah jadi rahasia umum kalau di Garut itu banyak banget pertanian, bukan cuman wilayahnya penghasil kerajinan dari kulit hewan. Dan ternyata dari hasil temuan kami, pertanian yang dilakukan di Garut ini banyak yang tidak mengikuti standar. Ini hasil dokumentasi kami Garut bahwa, ada pertanian yang dibuat di lahan dengan kemiringan lereng 40-60%, yang mana di kemiringan tersebut harus ditanami tanaman keras, tidak boleh pertanian, ... ,

Aletha and Metis Against The World ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang