"Nih, kartu akses ke apartemen," ujar Nadine menyerahkan duplikat kartu akses ke apartemennya kepada Aletha.
"Makasih banyak," ujar Aletha yang kemudian mengerang lega. "Sumpah, kalau gak ada kamu, aku kebingungan cari tempat untuk bertahan dua minggu di Jakarta."
Nadine tersenyum sombong. "Sebagai ucapan terima kasih, tolong spill kelanjutan kamu sama Kak Brahma-mu itu."
Aletha tersenyum kecil. "Gak gimana-gimana. Aku udah bilang ke Kak Brahma kalau kami gak bisa bareng.
Ekspresi Nadine berubah seketika itu juga. "Kamu gak bercanda, kan?"
"Nggak," jawab Aletha. "Toh, aku cuman melakukan apa yang kamu saranin. 'Buat Kak Brahma sayang sama kamu, terus tinggalin deh,' kata kamu kan gitu. Aku ninggalin dia di waktu yang tepat. Masalah Rara, terus sebelum aku berangkat ke Thailand dia nanya 'what are we' terus aku bilang, bakal aku jawab setelah pulang dari dinas."
"Kamu emang gak sayang Kak Brahma sama sekali?" tanya Nadine berhati-hati.
"Mau aku bilang sayang juga, aku sama dia gak bakal bisa bareng. Begitu dia liat Rara, dia pasti bakal suka Rara. Terus aku gak kuat di-bully temen-temen yang lain, Na."
Aletha mengusap air mata yang menetes begitu saja. "Lagipula, tiga bulan lagi aku bakal ke Kanada. Aku dapet beasiswa S2 di sana."
"Ale, ... ." Nadine memeluk Aletha dengan erat. "Maaf karena aku sampe sekarang belum bener-bener paham rasa sakit yang kamu alamin."
Aletha terkekeh. "Its okay. Kamu udah selalu nemenin aku aja, aku udah seneng banget. Aku gak merasa sendiri."
.
.
."Rara!"
Rania menyatukan alisnya. "Bukain pintunya, Ma. Kayanya temen aku mau anter kue pesenan, dateng deh."
Mama Rania pun bangun dari duduknya dan berjalan menuju pekarangan depan rumahnya. Senyum cerah pun muncul di wajah Mama Rania.
"Eh, Ale. Kamu ke mana aja?"
Aletha tersenyum ceria membalas sapaan Mama Rania. "Malem, Tante. Semoga gak ganggu malem Minggunya."
"Dikirain teh siapa, taunya Ale." Mama Rania kemudian membawa Rania ke dalam pelukannya. "Kamu baik, Ale?"
"Baik, Tante," balas Aletha yang kemudian meleraikan pelukan dengan Mama Rania. "Rara lagi pulang gak, Tante?"
"Ada, ada," ujar Mama Rania dengan semangat. "Ayo masuk, ngobrol di dalem."
Aletha menggeleng dengan senyuman sopan. "Aku mau ngobrol sama Rara di luar aja, Tante. Mau curhat soalnya."
"Bentar, ya," ujar Mama Rania dengan senyumannya.
Mendapat anggukan dari Aletha, Mama Rania pun kembali masuk ke dalam rumah dengan pintu yang dibiarkan terbuka.
"Ra, Si Ale dateng tuh," ujar Mama Rania.
Rania menghela napas pelan. Dengan gerakan enggan, ia menurunkan kaki dari sofa.
"Kenapa males gitu ketemu Ale? Lagi berantem bukan kamu?"
"Gitu deh," jawab Rania tanpa minat. "Aku ke luar dulu," lanjutnya dengan berdiri dari duduknya.
Rania berjalan keluar dari dalam rumah dengan tatapan mata tidak bersahabat. Tangannya bersidekap di depan dada. "Ngapain ke sini?"
Aletha tersenyum kecil. "Mau ngobrol di taman, gak?"
"Di sini aja," balas Rania dengan acuh.
"Oke," ujar Aletha dengan pasrah. "Pertama, gua mau minta maaf tentang gua dan Kak Brahma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aletha and Metis Against The World ✓
Ficción GeneralIni hanyalah sebuah cerita tentang Aletha dan Metis serta sudut pandang pemeran pendukung lainnya