Butuh lima bulan lamanya untuk Brahma untuk bisa menginjakan kaki di Kanada.
Hal itu dikarenakan Brahma yang sibuk mengurusi pengunduran diri dari pekerjaan dan juga persiapan untuk melanjutkan pendidikan. Brahma baru memiliki waktu luang. Setelah dari Kanada nanti, ia akan pergi ke Selandia Baru.
Kanada itu negara yang cukup familiar untuk Brahma. Dulu, Ayah Brahma melanjutkan pendidikan di Kanada. Karena itu, Brahma bisa dikatakan sempat menjadi warga Kanada. Beberapa kali, Brahma juga pergi ke Kanada karena merindukan suasana masa kecilnya.
Seperti warga lokal, Brahma tanpa kesulitan menaiki transportasi publik untuk sampai di tempat tinggal sementara yang sudah disewa.
Sekitar tiga puluh menit perjalanan, Brahma telah sampai di sebuah apartemen sederhana yang akan menjadi tempat tinggalnya selama dua minggu. Apartemen yang ditempatinya berada di tengah kota yang cukup dtrategis untuk pergi ke mana saja. Termasuk ke kampus Aletha.
Setahu Brahma, informasi dari Nadine, Aletha sedang dipusingkan untuk menyiapkan penelitian. Baik Brahma maupun Nadine, tidak tahu di mana lokasi penelitian yang akan diambil Aletha. Nadine bilang, Aletha belum terlalu banyak bercerita karena sedang banyak kegiatan untuk mendapatkan uang tambahan agar bisa bertahan hidup di Kanada. Brahma cukup paham untuk itu. Tinggal di negara maju dengan standar gaji negara berkembang pastinya membuat Aletha kalabakan untuk mendapat biaya tambahan hidup, sekalipun ia adalah penerima beasiswa.
Brahma melihat jam yang melingkar di tangannya. Sebentar lagi jam makan malam. Mungkin mengajak Aletha makan malam bersama bukan hal buruk.
Tidak mengirim pesan kepada Aletha, Brahma berangkat langsung ke rumah sewa Aletha. Alamatnya didapatkan dari Nadine. Sahabat Aletha itu benar-benar menjadi orang yang suportif untuk hubungan Aletha dengan Brahma.
Sebelum memasuki kawasan rumah singgah Aletha, Brahma menyempatkan diri untuk membeli latte panas untuk Aletha. Mengingat kini sedang musim gugur, dan cuaca masih cukup dingin.
Satu latte panas dan satu teh honey chamomile sudah di tangan. Brahma berjalan santai memasuki menuju rumah sewa Aletha. Matanya melihat setiap angka yang berada di depan rumah. Takut terlewat tempat tinggal Aletha.
Akhirnya rumah sewa Aletha ditemukan. Brahma memasuki teras rumah dan menekan bel. Ia tersenyum ke arah interkom di dekat pintu yang menyala. "Hi, is Aletha at home?"
"Who are you?"
"I'm Aletha's boyfriend. If you don't mine, please let Aletha know that Brahma is here."
"Okay. Just wait there."
Brahma memilih untuk mendudukan diri di kursi yang tersedia di teras. Minuman yang dibawa pun diletakan di atas meja rendah dekat kursi yang diduduki.
Lima menit menunggu, Brahma tidak mendapati siapapun ke luar dari rumah, melainkan mobil polisi berhenti di depan rumah sewa Aletha. Brahma menatap bingung polisi yang menghampirinya.
Polisi di hadapan Brahma mengenalkan diri dan mengatakan tujuan mereka menghampiri Brahma. Salah satu polisi mengeluarkan borgol dari kantung celananya.
"Tolong ikut kami ke kantor polisi."
"Tunggu. Kalian sepertinya salah paham. Aku tidak ada menguntit siapapun."
"Lebih baik ikut kami ke kantor polisi terlebih dahulu."
.
.
."Aletha, are you okay?"
Aletha menatap bingung ke arah Omari tiba-tiba saja memeluknya begitu sampai di rumah. "Ya, aku baik-baik saja."
Omari menghela napas pelan seraya melepaskan pelukan dengan Aletha. "Penguntitmu sudah ditangkap polisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aletha and Metis Against The World ✓
Genel KurguIni hanyalah sebuah cerita tentang Aletha dan Metis serta sudut pandang pemeran pendukung lainnya