Babak II: Teman Aletha

42 17 2
                                    

Kini jam menunjukan pukul 06.00 sore, dan aku baru saja menyelesaikan pekerjaan di kantor. Dengan santai aku berjalan menuju lift yang akan membawaku ke parkiran bawah tanah. 

"Aletha kalau diajak makan bareng mau gak, ya?" 

Aku mengambil ponsel untuk mengirim pesan kepada Aletha. Baru kemarin kami bertemu, dan kini aku ingin bertemu dengan gadis itu lagi. Karena itu aku segera mengirim pesan kepadanya untuk mengajak makan malam.

Bagaimana menjelaskannya, ya? 

Aletha itu manis, lucu, dan menggemaskan. Aku harus mengakui jika masih ada gadis lainnya yang lebih cantik dari Aletha. Namun entah kenapa, aku hanya tertarik kepada Aletha. Apalagi setelah mendengar berbagai prestasi yang dikatakan Rama waktu itu. Melihat bagaimana Pak Soeryo benar-benar memerhatikan Aletha pun menjadi poin yang membuatku semakin penasaran. 

Benar kata Aletha. Aku menyukai gadis itu dari tampilan luarnya terlebih dahulu. Aku tidak akan mengelak untuk itu. Namun, haruskah Aletha menolak terlebih dahulu tujuanku untuk mengenalnya? Jujur, aku benar-benar kebingungan saat itu. 

Aku memang tidak pernah berkencan dengan seorang perempuan, pun seorang pria. Namun aku pernah menjalani masa pendekatan dengan beberapa perempuan. Semua perempuan yang kudekati pun aku dekati dengan baik-baik. Aku bilang kepada mereka jika aku tertarik dan ingin mengenal lebih jauh. Semua perempuan yang pernah kudekati menerima itu dengan tangan terbuka. Meskipun beberapa di antara mereka, ketika aku menyudahi semuanya, sulit untuk melepaskanku. Beberapa perempuan yang pernah kudekati ada juga yang masih berteman sampai saat ini. 

Kini aku berada di dalam mobil untuk menunggu balasan Aletha. Entah ia memang tipikal yang lama dalam membalas pesan, atau memang sedang sibuk, aku tidak tahu. Yang jelas, aku akan sabar menunggu balasan dari Aletha.

 Yang jelas, aku akan sabar menunggu balasan dari Aletha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan berprasangka buruk dulu, Matty

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan berprasangka buruk dulu, Matty. Workshop  emang kadang suka bikin capek. Kalau dia nolak makan bareng jangan sedih," monologku yang meletakan ponsel di kursi penumpang di sebelahku. 

"Kalau dia pulang ke Bogor, gua bisa anter pulang ke Bogor gak sih?" 

Aku kembali mengambil ponsel untuk mengirim pesan kepada Aletha. Tanpa kuduga, Aletha mengirim pesan terlebih dahulu. Pesan yang cukup membuatku sedih dan senang.

Aletha and Metis Against The World ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang