·˚ ༘₊· ͟͟͞͞꒰➳ Twelve.

677 108 7
                                    

╔═══════ ೋღ NOIR ღೋ ═══════╗

"Ih, ayo [Name]! Gak apa-apa, tau. Masa iya kamu pulangnya naik angkutan umum, nanti kesenggol-senggol orang bisa tambah parah!" Mia mendengus kesal ke arah [Name] yang sifat keras kepalanya ternyata menjadi lebih batu ketika gadis itu tengah sakit. Padahal seingat Mia, dulu [Name] adalah gadis yang bisa menuruti ucapannya dan anak-anak Noir yang lain.

Souta yang berada di kursi sopir ikut menoleh, "Ayolah, [Name]. Masuk, dong. Kamu mau diseret sama Mia? Dia nakutin kalo marah, tau." Mia yang mendengarnya hanya mengangguk, tidak sama sekali tersinggung dengan ucapan Souta. Mia menarik-narik tangan kiri [Name] sambil merengek kecil bak bocah, membuat [Name] auto deja vu.

Mau tak mau, akhirnya [Name] pun menurut kepada dua bontot dari Tokyo Noir Familia tersebut. Selepas dari hari pertama kuliah, [Name] justru lebih terinterested kepada dua pemuda-pemudi itu yang mau saja membantunya. Maklum, duo bocil kematian kalau kata tuyul-tuyul. Lalu, [Name] dan Mia masuk ke dalam mobil berwarna putih, mereka berdua duduk di kursi belakang sementara Souta di depan sebagai pengemudinya.

Mobil pun mulai melaju meninggalkan bangunan universitas, Souta dapat melihat dengan jelas lewat spion tengah bagian dalam mobil yaitu pemandangan di mana Mia tampak begitu menempel dengan [Name]. "Nyetir yang bener, Soutaaa.. jangan ngeliat ke belakang mulu, ih. Privasi cewek, privasi." Tegur Mia, Souta memutar matanya dengan malas ketika mendengar nada bicara Mia yang terdapat nada mengejek walau hanya sekilas.

"Privasi gundulmu, kamu ndemplok mulu sama [Name] udah kayak lem sama kertas. Enak bener kamu ngomong gitu, ya." Sungut Souta, Mia pun terkekeh kecil sambil terus menempel kepada [Name]. Sementara yang sedari tadi dibicarakan oleh dua manusia itu justru mengalami misunderstanding internal.

Dalam pikiran si gadis agak berkecamuk, "Si Souta cemburu gara-gara Mia deket sama aku, kah? Kayaknya dia punya rasa deh sama Mia makanya agak-agak nyolot pas dia ngomong gitu. Iya gak, sih?" Tetapi nyatanya isinya adalah hal konyol yang sepertinya belum bisa dicapai oleh otaknya yang minus itu. Wah, sungguh brilian pemikiranmu―bullshit, ah.

Souta dan Mia sempat bertanya kepada Azkiel dan Ian ketika mereka baru saja hendak pulang, sementara [Name] waktu itu sedang sibuk di ruang kesehatan untuk mengganti perban di tangannya. Informasi yang dapat keduanya peroleh adalah keempat perempuan yang sempat membuat masalah itu adalah pembully sejak dari sekolah menengah atas yang juga merupakan tempat [Name] menuntut ilmu setelah ia pindah ke Kota Tokyoverse.

Rundungan itu tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga setelah [Name] pulang sekolah. Keempatnya juga adalah alumni dari instansi pendidikan tersebut dan dulunya mereka adalah para perundung paling berkuasa di sekolah tersebut. Apalagi dengan fakta orang tua mereka memiliki kekayaan dan kekuasaan, tentu saja dimanfaatkan untuk hal buruk oleh para perempuan itu.

Setelah pindah dari Capitalis, [Name] tinggal di salah satu perumahan elite yang berada di daerah perbukitan. Tinggal di perumahan itu cukup menyulitkan dan menantang bagi si gadis yang waktu itu masih berusia 16 tahun, kesenjangan gaya hidup membuatnya diolok-olok oleh para tetangganya. Tidak terkecuali empat gadis yang waktu itu berumur antara 17 dan 18 tahun.

"[Name], mind if we ask for an explanation about them?" Tanya Souta, [Name] kemudian sempat melirik ke arah si sopir dan juga ke arah Mia lewat spion tengah. Gadis itu menggeleng kecil, "Aku gak keberatan, just.. aku gak tau apa yang harus aku jelaskan." Ia terdiam sejenak, mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. "Intinya, mereka itu perundung. Kalian pahamlah, ya?" Balas [Name].

Mia mengeraskan rahangnya, ia tambah melekat ke tangan kiri [Name] dan memeluknya erat. "Kamu gak berusaha ngelawan?" Tanyanya penasaran. Si empu sendiri melirik ke arah Mia, kemudian arah pandangnya berpindah ke jalanan yang mereka lewati. "Aku kalah jumlah, juga waktu itu aku terlalu introvert untuk bisa melakukan perlawanan. At least, I'm fine." Gumamnya, tetapi Mia dan Souta masih dapat mendengarnya.

Tentu, para perundung membawa teman untuk merundung yang sendirian. Kuasa, kekayaan dan dukungan dapat membuat seorang individu atau sebuah kelompok menjadi begitu gencar untuk merundung seseorang atau beberapa, mengapa? Tentu sebagai sarana bagi mereka menunjukkan tiga hal tadi, sebuah keputusan yang salah dari cara didik yang salah juga.

"Nah, nah. You aren't fine, I know that."

"She's right, you better tell us about everything."

Kalimat kedua orang itu membuat [Name] semakin merasa deja vu, apalagi dengan reassuring smile yang melekat di wajah Mia dan Souta. Gadis itu menghela napas kecil, "Okay, okay.. " Mia segera membenarkan posisi duduknya agar dapat mendengarkan setiap kata yang gadis itu ucapkan dengan jelas, sementara Souta kini harus membagi konsentrasi antara mengemudi dan mendengarkan percakapan di belakangnya.

"Dibully? Hah?"

Mungkin iya jika Mia dan Souta mengatakan jikalau mereka tidak akan mengatakan semua cerita yang mereka dengar dari si surai hitam kepada siapapun, kecuali mereka menggunakan kata kami yang maknanya bukan hanya bagi Mia dan Souta.

"Iya, pih. [Name] katanya dibully sejak dia pindah ke sini, dia dulu tinggalnya di perumahan elite yang ada di daerah perbukitan sebelah Utara itu, lho." Jelas Mia, anggota lain yang mendengarnya pun mendadak diam dan memasang wajah yang.. ekspresinya diartikan dengan tatapan tidak suka.

Caine bertanya, "Jelasin semuanya, Mia. Siapa yang merundung [Name]? Biar kita singkirin orang-orang itu secepatnya atau malam ini kalau bisa." Semangat membara seperti warna rambut sang empu membuat yang lain ikut bersemangat, tetapi Souta segera menambahkan sesuatu. "Jangan dulu, mami. [Name] mau melawan sendiri cewek-cewek tolol itu. Kalo tiba-tiba mereka gak ada, entar [Name] sadar kalo kita di sini. Entar kalo dia ngejauh lagi, gimana?"

Baiklah, ucapan the youngest boy membuat semangat itu tidak terpatahkan, hanya mungkin menjadi tertunda. "Jangan ingetin itu, Sou. Sakit rasanya." Gumam Jaki yang duduk di lantai bersama Garin.

"Apalah, kalian. Umur aja masih muda, tapi punya kokoro udah rapuh kayak tua bangka." Sindir Rion.

Tentu saja, Garin langsung menatap Rion dan menunjuk-nunjuk ke arah si surai ungu itu. "Heh, Rion sialan. Lo yang paling stres pas [Name] ninggalin kita, yak! Gak inget se-dramatis apa dirimu sampai tengah malem minum-minum sendirian di bar?!"

"Bacot lo, dasar kodok blink-blink." Sahut Rion sambil mengepalkan tangannya dan bergaya seolah hendak melayangkan tendangan ke arah Garin.

Si surai hijau pun segera mengadu kepada Caine. "Aww, shimeh. Mami, aku dibully!"

"Turunkan papi, turunkan papi!" Echi menambah rusuh suasananya, apalagi dengan si gagak abu-abu yang ikut berdialog seolah tengah melakukan demo. "Ayo mami, take over the leadership!"

Entahlah, namanya juga para anomali. Mau bagaimana lagi? Mereka hanya akan waras jika ada sesuatu yang bernama agenda, walau tidak selamanya seperti itu.

╚═══════ ೋღ FAMILIA ღೋ ═══════╝


Siapa yang lagi sakit tapi ngebet pengen update? Saya, saya☝🏻

Hiksrot, ueueue.

ᴛʜᴇ ɴᴏɪʀ ꜰᴀᴍɪʟɪᴀ : "ᴏᴜʀ ꜱᴀᴛᴜʀɴ." [ʜᴀʀᴇᴍ × ꜰᴇᴍ!ʀᴇᴀᴅᴇʀ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang