·˚ ༘₊· ͟͟͞͞꒰➳ Fifteen.

697 121 4
                                    

╔═══════ ೋღ NOIR ღೋ ═══════╗

09.21 PM.

TOK

TOK

TOK

"Eh, iya! Sebentar!" [Name] yang semula duduk anteng di sofa sembari menonton televisi pun di buat segera berdiri dan merapikan tempat itu. Lalu barulah ia merapikan pakaiannya dan mulai berjalan ke pintu depan, bertanya-tanya siapakah yang datang di pukul 7 malam itu.

CEKLEK

Saat ia membuka pintu, wajah yang semula dihiasi senyuman untuk menyambut tamu segera luntur dan berganti menjadi raut wajah yang datar dan dingin. Tatapan gadis itu seolah baru saja menatap sebuah peristiwa kelam dari masa lampau.

"Kami mau ngomong, bentar aja."

"Minggat lo pada atau gua panggil security komplek."

7 figur pria tampak berdiri di depan pintu rumah si gadis, wajah mereka hampir tidak memasang ekspresi apapun seperti [Name], tetapi tatapan mereka begitu sendu kala menatap gadis berusia 19 tahun itu. Salah satu dari mereka berujar, "Please, [Name]. Even just 5 minutes, okay?"

Ah, [Name] merasa deja vu. "Please, kak! Cuma lima menit! Lima menit cukup buat [Name] ngejelasin semuanya ke kakak! Please, kakak! Dengerin [Name] sekali aja!" Suara-suara itu kembali ke kepalanya, membuat gadis itu sontak membanting pintu yang ia tutup dan langsung berjongkok sambil napasnya mulai memburu.

"Shit, shit, shit. Pergi kalian, pergi!" Usirnya dari dalam rumah, para pemuda yang berada di balik pintu pun saling memandang satu sama lain, kembali mengetuk-ngetuk pintu rumah si gadis. "[Name], dengerin kami dulu!" Ujar salah satunya.

Masa bodoh dengan mereka, [Name] segera mengambil ponselnya dari atas meja di ruang tamu. Dengan rasa frustasi dan tubuh yang sudah gemetaran, pikirannya diselimuti kabut kelam dari masa lalu. Tangannya dengan panik mencari-cari nomor Agil, berusaha menelepon pria itu.

DEG

Rasa nyeri pada ulu hatinya segera menjalar hingga ke seluruh bagian tubuh atasnya, hingga kepalanya ikut berdenyut. "Ah, shit.. shit.. bertahan, [Name].. tahan.. jangan tumbang dulu.." napasnya menjadi lebih pendek, dirinya hampir saja jatuh pingsan di lantai.

"Halo, [Name]? Ken―"

"Kak.. temenin.. [Name].. kak.."

Yang mengangkat telepon bukanlah Agil, justru ponsel Agil saat itu ada di tangan seorang Caine Chana. Memang suara Agil terdengar, namun sekiranya ada hal yang tengah mereka perbincangkan.

BRUK

"[Name]? [Name]?! [NAME] KAMU KENAPA?!"

Suara Agil yang berteriak dari panggilan pun terdengar hingga ke pintu luar rumah si gadis. Pintu yang tak terkunci pun di buka dengan mudah oleh salah satu dari mereka. Panik, tentu saja. Melihat gadis itu pingsan di lantai segera membuat salah satu dari mereka yang memiliki pengalaman di bidang medis memeriksa si gadis.

Sementara itu,

Mari kita sedikit flashback ke beberapa waktu lalu, di mana Agil yang baru saja pulang usai mengantar [Name] langsung dicegat oleh para manusia-manusia anomali saat ia baru saja ingin memasuki parkiran apartemennya. Seperti Echi, Garin, dan yang agak waras, Krow.

"Lo ikut kita ketemu Rion, cepet." Echi dalam mode seriusnya, mencegat mobil Agil dengan mobilnya. Di kursi penumpang di sampingnya, ada Garin yang memperhatikan setiap gerak-gerik Agil, sementara Krow di belakang mobil si polisi dengan motornya.

Agil menaikkan salah satu alisnya, "Buat apaan? Kenapa dia gak ngasih tau gua langsung?" Tanyanya. "You better shut up and follow us." Garin bersuara, aksen khasnya seakan hilang begitu saja digantikan dengan suara yang lebih berat dan tegas, seolah itu adalah sisi lain dirinya yang membuatnya bisa saja tidak dikenali oleh orang lain hanya dari suaranya.

Si polisi tak menggubrisnya, memandang heran ke arah para penumpang mobil. "Heh, kalo emang Rion mau ketemu gua, kenapa harus gini caranya? Biasanya juga dia yang ngehubungin gua langsung." Agil terdengar acuh saja, ia hendak menancap gas untuk melewati mobil Echi untuk masuk ke dalam, tetapi motor Krow langsung mepet di dekat jendela kursi pengemudi mobil Agil.

"Lo ikut, kita bicara soal [Name]."

Jangan pertanyaan bagaimana reaksi kesal seorang Agil saat itu. Yeah, adik kesayangannya yang menjadi topik pembicaraan, mau tidak mau tentu saja ia harus mengikuti tiga anomali itu untuk segera pergi menuju ke mansion mereka.

Bagi mereka yang memiliki profesi di luar pengangguran, maka biasanya para anggota Noir itu tidaklah terlalu dekat dengan orang-orang yang secara langsung terjun bebas mengarungi kehidupan gelap di dunia bawah. Seperti Agil contohnya, ia menjadi salah satu yang terbaik dalam mengumpulkan informasi, even though dia tidak terlalu dekat dengan anggota lain kecuali rekan-rekannya yang juga bekerja di kepolisian.

Agil kini sudah berada di ruang tengah mansion itu, dihadapkan dengan banyak pasang mata yang menatapnya tajam. Tidak lupa dua orang yang baru saja bergabung ke kota pun langsung ikut dalam agenda sore itu. Di antaranya adalah the rhinoceros [Funin Funanto] dan the lapdancer [Marchie Stellar] yang baru sampai di kota itu tengah hari tadi.

"Jelasin kenapa lo bisa sedeket itu sama [Name]? Kenapa lo gak ngomong ke anggota lain? Jawab gua, Gil."

Agil menghela napas panjang, ia yang duduk di sofa pun mendongak ke arah Rion yang berdiri tak jauh darinya. "Bukannya alasannya udah jelas? Perlu banget gua jelasin lagi? Mikirlah dikit, kalian tau apa yang terjadi sama [Name], kan? Lo pada mau dia lari kayak 2 tahun lalu? Mau lo pada?! Gak, kan?!" Nadanya mulai meninggi, tetapi ekspresi wajahnya masih tenang. Agil tak habis pikir, orang-orang di depannya bisa saja menjadi seperti orang-orang yang dibenci oleh [Name].

Alasan sebuah tanggung jawab? Pekerjaan?

Bullshit bagi Agil.

"Lo pada tau gak gimana perasaannya pas dia ngeliat lo pada terluka gara-gara perang? Tau gak? Gak, kan? Apalagi waktu itu Raven ngejar dia, ditembakin mobilnya sampe [Name] hampir nabrak flica. Kalang kabut, gak tau arah ke mana. Dia bahkan sampe mohon-mohon ke Tuan Besar biar beliau gak minta kalian buat datang lagi, sampe gua perlu minta tolong psikolog buat nenangin dia pas dia sampe di sini."

Penjelasan Agil membuat mereka terdiam. Benar, mereka tidak tau bagaimana kondisi [Name] waktu itu. Agil yang mengingatnya saja sudah merasakan nyeri di dadanya kala melihat betapa parah kondisi mental dan fisik si gadis.

Orang tuanya meninggal karena dibunuh saat usianya baru 3 tahun, dirinya dibuang sejak kecil oleh kakak-kakaknya, sang paman brengsek membuatnya jauh dari kakeknya, hingga ia harus hidup di jalanan, berpindah-pindah tempat dan mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidup sampai umur 13 tahun. Kacau, mungkin seperti itu.

Ya,

Agil merasakan betapa sulitnya membantu [Name] memulihkan keadaannya selama hampir 1,5 tahun. Setidaknya gadis itu sudah dapat bersosialisasi, tetapi Agil tau jika [Name] masih belum sepenuhnya keluar dari kungkungan masa lalunya.

╚═══════ ೋღ FAMILIA ღೋ ═══════╝

Halo sengku,

Aku update, hehe.

But, aku belum sembuh.

Jadi.. gak tau kapan update lagi. See ya <3

ᴛʜᴇ ɴᴏɪʀ ꜰᴀᴍɪʟɪᴀ : &quot;ᴏᴜʀ ꜱᴀᴛᴜʀɴ.&quot; [ʜᴀʀᴇᴍ × ꜰᴇᴍ!ʀᴇᴀᴅᴇʀ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang