Desisan Malam

19 4 0
                                    

Raka mengemudikan mobilnya dengan hati-hati di jalan setapak yang hampir tidak terlihat. Kegelapan menyelimuti sekelilingnya, hanya diterangi oleh sorotan lampu depan yang berjuang menembus kabut tebal. Desisan misterius yang dikenal dengan nama "dengkang" telah menariknya ke desa yang hampir dilupakan ini. Desa "Akar Belantara".

Suara itu, menurut legenda, adalah tanda kematian bagi mereka yang berani mencari kebenaran. Namun, bagi Raka Mahmuda, seorang peneliti herpetologi yang berpegang pada logika dan sains, legenda ini adalah tantangan yang harus dipecahkan.

Ketika mobilnya melintasi batas hutan, desisan pertama meresap ke dalam ruang kabin, membuatnya mengerutkan dahi. Suara itu lembut namun tidak bisa diabaikan, seperti bisikan angin yang menyusup ke dalam kesadaran. Raka menutup jendela dan menyalakan radio untuk mengalihkan perhatian dari suara tersebut, tapi tidak ada yang bisa mengusir rasa penasaran yang mulai menggelora.

Setibanya di desa, lampu jalanan redup memberi kesan suram. Rumah-rumah kayu tua berdiri rapat, seolah saling melindungi dari sesuatu yang tak terlihat. Pintu-pintu yang tertutup rapat dan jendela-jendela yang tersembunyi di balik tirai tebal menambah kesan bahwa desa ini sedang bersembunyi dari dunia luar. Suara desisan semakin jelas, semakin mendalam, dan semakin menuntut perhatian.

Raka parkir mobilnya di dekat sebuah rumah tua yang tampaknya merupakan pusat aktivitas desa. Ia keluar dari mobil, merasakan udara dingin yang menyentuh wajahnya, membawa aroma tanah basah dan daun kering. Suara desisan menyelimutinya dengan aura yang tidak nyaman, tapi dia tetap melangkah maju. Raka memeriksa peralatannya—senter, kamera, dan catatan lapangan—semua siap untuk pencarian yang mungkin berbahaya.

Dengan berbekal tekad dan skeptisisme, Raka mendekati rumah tua yang tampaknya tidak berpenghuni. Dindingnya yang retak dan jendela-jendela yang kotor memperlihatkan bahwa bangunan ini telah lama ditinggal. Saat ia mendekat, pintu depan terbuka sedikit, seolah mengundangnya untuk masuk. Raka mendorong pintu itu dengan hati-hati, mengeluarkan suara berderit yang menambah suasana mencekam.

Di dalam, suasana semakin suram. Ruangan itu dipenuhi debu dan sarang laba-laba, dengan cahaya lampu dari senter yang menciptakan bayangan bergerak di setiap sudut. Raka mengambil napas dalam-dalam dan memulai penelitiannya. Ia meneliti setiap sudut, memperhatikan catatan-catatan lama dan artefak yang terabaikan. Namun, suara desisan itu terus berlanjut, lebih menekan dan semakin mengganggu.

Tiba-tiba, suara desisan berhenti. Raka membeku, merasakan ketegangan yang mengalir melalui tubuhnya. Ia berbalik, mencari sumber suara yang menghilang. Saat itulah ia melihat sesuatu yang tidak terduga: sebuah simbol kuno yang terukir di dinding belakang ruangan. Simbol itu tampak seperti mata yang dikelilingi oleh garis-garis melingkar, mengeluarkan aura yang hampir mistis.

Raka mendekati simbol tersebut dengan hati-hati, mengamati setiap detailnya. Saat jari-jarinya menyentuh ukiran, ia merasa seperti tersentuh oleh aliran energi dingin yang membuatnya merinding. Tiba-tiba, suara desisan muncul kembali, lebih kuat dari sebelumnya. Raka mendongak dan melihat bahwa pintu belakang rumah sedikit terbuka, seolah mengundangnya untuk melangkah lebih jauh.

Ia melangkah keluar dari rumah, berjalan menuju area yang lebih dalam dari desa. Kabut malam semakin tebal, dan suara desisan semakin jelas, hampir seperti melodi yang menghantui. Di kejauhan, Raka melihat sosok gelap yang melintas di antara pepohonan. Tanpa berpikir panjang, ia mengikuti sosok tersebut, perasaan campur aduk antara rasa ingin tahu dan ketakutan yang menggelora.

Ketika ia sampai di tepi hutan, Raka merasakan sesuatu yang aneh di udara—seperti adanya tekanan yang meningkat. Hutan di depan matanya tampak seperti dinding hitam yang tidak berujung, dengan bayangan yang bergerak-gerak dalam cahaya redup senter. Suara desisan semakin menekan, dan Raka bisa merasakan getaran di tanah di bawah kakinya.

Tiba-tiba, sosok gelap yang ia ikuti muncul kembali, kali ini lebih jelas—sebuah patung besar berbentuk ular yang tampaknya dibangun dengan tangan kasar dan penuh dengan simbol kuno. Ular tersebut memandang ke arah Raka dengan mata kosong, seolah mengetahui kehadirannya. Raka merasakan bahwa ini bukan hanya simbol atau artefak biasa, tetapi mungkin kunci untuk memahami desisan yang menakutkan itu.

Raka mengambil beberapa foto patung tersebut, mencoba menganalisis setiap detail untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut. Namun, suara desisan yang mengganggu semakin intens, seolah semakin mendekat. Tanpa peringatan, sebuah angin kencang bertiup dari arah hutan, menyapu daun-daun kering dan menyebabkan suara yang menderu dan menggema. Raka merasa seperti berada dalam cengkeraman kekuatan yang tidak dapat dijelaskan.

Saat ia berbalik untuk kembali ke desa, ia mendengar sesuatu yang berbeda—sebuah suara rendah, hampir seperti bisikan, menyebut namanya. Raka membeku sejenak, merasa seolah-olah suara itu berasal dari dalam dirinya sendiri. Ketika ia melangkah cepat menuju tempat aman, desisan itu mengikuti setiap langkahnya, seolah mengingatkannya bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman dari misteri ini.

Setelah kembali ke mobil, Raka duduk di kursi pengemudi, merasakan keringat dingin mengalir di punggungnya. Ia menutup mata, berusaha menenangkan dirinya dan memproses semua yang baru saja ia alami. Desisan malam ini jelas bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan. Raka tahu bahwa apa yang dia temui hanyalah permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih gelap.

Saat malam semakin larut dan kabut semakin menebal, Raka bersumpah untuk mengungkap kebenaran di balik "dengkang," terlepas dari ancaman dan ketakutan yang mengintai di setiap sudut desa ini. Baginya, ini adalah pencarian ilmiah yang tidak hanya melibatkan fakta dan data, tetapi juga pertarungan melawan ketidakpastian dan kegelapan yang menyelimuti dunia ini.

DENGKANG (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang