Jejak Ular

14 3 0
                                    

Fajar menyapa Desa Akar Belantara dengan cahaya suram yang menyelinap di antara dedaunan lebat. Kabut tipis menggantung di udara, menyelimuti desa dalam suasana yang semakin mencekam. Raka berdiri di pinggir desa, matanya terpaku pada jejak panjang yang meliuk-liuk di tanah, mengarah ke dalam hutan yang lebih dalam. Ini adalah jejak ular, namun tidak seperti ular biasa. Ukurannya terlalu besar, dan pola gerakannya menunjukkan sesuatu yang lebih dari sekadar reptil yang dikenal oleh ilmu pengetahuan.

Sebagai seorang peneliti herpetologi, Raka seharusnya bersemangat. Penemuan ini bisa menjadi terobosan besar dalam karirnya, sesuatu yang belum pernah dilihat atau terdokumentasi sebelumnya. Namun, alih-alih kegembiraan, perasaan aneh membelit dirinya. Pengalaman malam sebelumnya masih membekas di benaknya—mata merah yang menatap dari dalam gua, suara "dengkang" yang seakan berasal dari dalam tubuhnya sendiri, dan sentuhan dingin yang bukan milik manusia.

Tetapi Raka menepis perasaan itu. Ia adalah seorang ilmuwan. Tugasnya adalah mengungkap kebenaran melalui bukti-bukti empiris, bukan terjebak dalam ketakutan irasional yang tidak dapat dijelaskan. Mitologi, kutukan, dan cerita rakyat hanyalah bualan untuk menjelaskan hal-hal yang tidak diketahui oleh orang-orang yang belum mengerti sains. Raka percaya, pasti ada penjelasan logis di balik semua ini. Ular yang ia ikuti sekarang mungkin hanyalah spesies baru, atau mutasi yang belum pernah ditemukan. Pikirannya berputar-putar mencari jawaban, tetapi hatinya tetap diliputi kecemasan.

Ia mengikuti jejak itu, menyusuri jalur sempit yang semakin menjorok ke dalam hutan. Dedaunan dan ranting-ranting kering hancur di bawah kakinya, menciptakan irama yang serasi dengan degup jantungnya yang semakin cepat. Jejak itu semakin jelas, membuat Raka sadar bahwa ular ini, atau apa pun itu, bergerak dengan kecepatan yang tidak biasa. Panjangnya luar biasa, mungkin sepanjang beberapa meter, dan jejaknya meninggalkan lekukan dalam di tanah, seolah-olah berat tubuhnya mampu menekan bumi di bawahnya.

Di tengah perjalanan, Raka berhenti sejenak, mendengarkan sekelilingnya. Hutan ini, yang seharusnya ramai dengan suara binatang di pagi hari, tampak sunyi. Tidak ada suara burung berkicau atau hewan kecil yang berlarian. Bahkan, angin pun seolah berhenti, menciptakan keheningan yang aneh dan tidak wajar. Hal ini semakin memperkuat tekad Raka untuk menemukan sumber ketidakberesan ini. Baginya, diamnya hutan adalah tanda bahwa ada sesuatu yang tidak biasa, sesuatu yang mungkin bisa dijelaskan dengan sains, atau setidaknya ia berharap demikian.

Akhirnya, jejak itu membawanya ke sebuah area terbuka kecil, dikelilingi oleh pepohonan yang menjulang tinggi dan menutup langit. Di tengah area tersebut, terdapat sebuah cekungan besar yang dipenuhi dengan daun-daun kering, membentuk sebuah sarang. Raka melangkah lebih dekat, menyoroti sarang dengan senter kecil yang ia bawa. Di dalam cekungan itu, ada sesuatu yang membuat darahnya berdesir—tumpukan kulit ular yang terkelupas, sebesar tubuh manusia dewasa.

Kulit itu tampak segar, baru saja ditinggalkan oleh pemiliknya. Namun, ukurannya yang tidak masuk akal membuat Raka meragukan apa yang dilihatnya. Ukuran ini jauh melebihi spesies ular manapun yang pernah ia pelajari. Bahkan anaconda terbesar pun tidak sebanding dengan apa yang ia temukan di sini. Tetapi sebelum ia bisa mencerna sepenuhnya apa yang ada di hadapannya, suara "dengkang" yang mengerikan itu kembali terdengar, kali ini lebih kuat dan lebih dekat.

Raka terpaku di tempatnya. Suara itu tidak hanya terdengar, tetapi juga terasa—seperti getaran halus yang merambat melalui tanah dan menembus tubuhnya. Ia menoleh ke sekeliling, mencari sumber suara tersebut, tetapi yang ia lihat hanyalah hutan yang tampak semakin gelap meski hari semakin terang. Namun, suara itu semakin mendekat, membuat tubuhnya menegang dalam kesiagaan.

Hati Raka berdebar kencang, namun sebagai ilmuwan, ia berusaha tetap tenang dan rasional. Mungkin ini adalah fenomena alam yang belum ia pahami, sesuatu yang bisa dijelaskan melalui penelitian lebih lanjut. Tetapi, di lubuk hatinya, ia mulai merasakan keraguan yang menggerogoti keyakinannya. Apakah benar semua ini bisa dijelaskan dengan sains? Atau mungkin, seperti yang dipercayai penduduk desa, ada kekuatan lain yang bermain di sini, sesuatu yang melampaui logika manusia?

Ketika suara "dengkang" itu mencapai puncaknya, sesuatu muncul dari dalam bayangan pepohonan. Seekor ular raksasa, panjangnya mencapai puluhan meter, dengan tubuh yang tebal dan berotot, memberi kesan kekuatan luar biasa. Ular ini terlihat seperti gabungan antara anaconda dengan naga, dengan sisik-sisik keras yang mengkilap seakan-akan terbuat dari logam gelap. Sisik-sisiknya besar, kasar, dan memiliki pola yang menyerupai simbol-simbol kuno atau rune yang tertanam dalam dagingnya, seolah-olah ia adalah penjaga dari suatu kekuatan kuno. Warna sisiknya berupa kombinasi antara hitam legam dengan corak keemasan yang samar-samar bersinar di bawah cahaya remang-remang.

Kepala ular itu besar dan memanjang, dengan mata yang menyala merah seperti bara api, memberikan kesan bahwa makhluk ini lebih dari sekadar hewan biasa. Mata tersebut penuh kebencian dan misteri, seolah-olah mengandung kebijaksanaan kuno dan dendam yang tak berkesudahan. Taringnya tajam dan panjang, sedikit mencuat keluar dari mulutnya yang penuh dengan cairan beracun berwarna hitam. Lidahnya bercabang dan terus-menerus menjulur keluar, mengeluarkan desisan yang menyeramkan, mirip dengan suara "dengkang" yang diceritakan dalam legenda desa.

Ular itu bergerak perlahan, namun pasti, menuju sarang di cekungan. Panjangnya membentang beberapa meter, tubuhnya berotot dan kuat, lebih besar dari yang pernah Raka bayangkan. Raka berdiri membeku, antara rasa kagum dan takut yang bercampur menjadi satu. Ini adalah momen yang sangat ia dambakan sebagai seorang herpetolog—penemuan spesies yang belum pernah dikenal—namun rasa takut terhadap hal-hal yang tidak terduga mulai menguasainya.

Namun, di tengah ketakutan itu, naluri ilmiah Raka mengambil alih. Ia mengangkat kameranya, mulai merekam setiap gerakan ular tersebut, mengamati setiap detailnya. Sisik-sisik yang tampak seperti emas cair, pergerakan otot yang luar biasa kuat, dan mata yang tidak pernah lepas dari dirinya. Meskipun rasa takut terus menghantui, Raka tahu bahwa ia tidak bisa mundur sekarang. Ini adalah bukti nyata yang selama ini ia cari—sesuatu yang akan mengubah pemahaman manusia tentang dunia reptil.

Tetapi, saat ia terus merekam, suara "dengkang" itu berubah. Dari suara yang terdengar seperti gema dari dalam tanah, kini menjadi lebih jelas, lebih menyerupai suara panggilan atau mantra yang diucapkan berulang-ulang. Raka terdiam, bingung dan tidak yakin apakah ia benar-benar mendengar suara itu, atau hanya imajinasinya yang mulai terganggu oleh situasi yang tidak masuk akal ini.

Ular itu berhenti di tengah sarangnya, lalu mendongak, menatap Raka dengan mata yang menyala semakin terang. Kemudian, tanpa peringatan, ular itu mengeluarkan suara yang tak terduga—suara seperti tawa, namun dengan nada rendah yang menggetarkan bumi di bawah kaki Raka. Ia mundur beberapa langkah, tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar.

Apakah ular itu... tertawa? Pikiran Raka berkecamuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak masuk akal. Tidak ada penjelasan ilmiah untuk ini, tidak ada logika yang bisa mengaitkan perilaku ini dengan reptil apapun yang ia ketahui. Perlahan, rasa percaya diri Raka mulai goyah, dan ia mulai merasakan ketakutan yang tidak biasa merayap masuk, sesuatu yang jauh di luar kendali nalar.

Namun, Raka memaksa dirinya untuk tetap tenang. Ini mungkin hanya respons pertahanan, sesuatu yang harus dipelajari lebih lanjut. Meskipun begitu, ia tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar fenomena alam di balik semua ini. Sesuatu yang mungkin terkait dengan mitos dan cerita rakyat yang selama ini ia abaikan.

Ketika ular itu perlahan berbalik, memasuki sarangnya dan hilang di balik tumpukan daun kering, suara "dengkang" itu mereda, meninggalkan keheningan yang mencekam. Raka berdiri kaku, napasnya tersengal-sengal. Dia tahu, apa yang dia temukan di sini jauh lebih besar dari sekadar spesies baru. Ini adalah penemuan yang bisa mengubah segalanya—baik dalam sains maupun dalam kehidupan pribadinya. Tetapi, apakah dia siap menghadapi konsekuensi dari penemuan ini? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Raka berbalik, meninggalkan sarang itu dengan langkah gontai. Dia harus kembali ke desa, menyusun pikirannya, dan memutuskan langkah berikutnya. Tetapi, satu hal yang pasti—desa ini menyimpan rahasia yang jauh lebih gelap daripada yang pernah ia bayangkan. Dan sekarang, rahasia itu telah terungkap, siap menelan siapa saja yang berani menggali lebih dalam.

Dan Raka, seorang peneliti yang selalu percaya pada kekuatan ilmu pengetahuan, kini mulai meragukan segalanya.

DENGKANG (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang