Dengkang Terakhir

3 1 0
                                    

Langit pagi menandakan kedatangan hari baru, namun suasana di hutan tak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Justru, di bawah cahaya matahari yang lembut, hutan memancarkan aura ketegangan dan kehampaan. Hasil dari malam yang penuh kekacauan dan kemarahan tampak meninggalkan jejak yang mendalam di setiap sudut.

Raka berdiri di tepi hutan, tatapannya penuh dengan kepasrahan dan determinasi. Dia melihat Waru Sakti yang masih merajalela, ular raksasa dengan sisik merah membara yang kini semakin ganas. Kegelapan di matanya semakin mendalam, mencerminkan kemarahan yang tidak tertahan.

Waru Sakti melingkari dirinya di antara pohon-pohon yang rusak, tubuhnya memancarkan energi destruktif yang tampak mengancam segala sesuatu di sekelilingnya. Suara "dengkang" yang tadinya lembut dan menenangkan kini berubah menjadi raungan kemarahan yang menggetarkan tanah. Setiap kali Waru Sakti bergerak, hutan seakan bergetar, dan angin menghembuskan histeria yang membuat jantung berdebar.

Raka tahu bahwa dia tidak bisa lagi bersikap pasif. Dengan penuh tekad, dia melangkah lebih dekat ke Waru Sakti, berusaha mengatasi ketidakberdayaannya dan menyadari bahwa dia harus menghadapi makhluk tersebut untuk memulihkan keseimbangan. "Waru Sakti!" teriaknya, suaranya tersebar di antara kehampaan hutan. "Aku di sini untuk mengembalikan kedamaian. Berhentilah, dan kita bisa menyelesaikan ini bersama!"

Namun, tanggapan dari Waru Sakti bukanlah yang diharapkan. Ular raksasa itu menoleh dengan tatapan penuh kemarahan, matanya yang menyala seperti bara api menembus ke dalam jiwa Raka. Setiap gerakan Waru Sakti mengguncang hutan dengan kekuatan yang menakutkan, dan setiap suara raungan semakin menggema, seolah hutan itu sendiri berteriak dalam penderitaan.

Raka merasa terjebak dalam ketidakberdayaan, menyadari bahwa setiap upaya untuk menenangkan Waru Sakti tampaknya sia-sia. Dia menyadari bahwa kemarahan makhluk itu tidak hanya berasal dari kerusakan fisik, tetapi juga dari rasa sakit emosional yang mendalam. Tanpa kekuatan fisik untuk melawan, Raka harus menggunakan akal dan kemampuannya untuk mencari solusi.

Dalam ketegangan yang menyesakkan, Raka mencoba menghubungkan kembali dengan energi hutan yang dulu menyambutnya dengan kedamaian. Dia mengenang kembali momen-momen ketika hutan menyuarakan keindahannya melalui suara lembut dan aroma tanah yang segar. Dia merasakan hubungan yang mendalam dengan alam dan tahu bahwa itu adalah kunci untuk memahami apa yang harus dilakukan.

Tiba-tiba, Raka merasakan getaran aneh di tanah di bawah kakinya. Sebuah suara misterius muncul dari dalam hutan, membisikkan kata-kata yang sulit dimengerti. Raka mendekat ke sumber suara, mengikuti petunjuk yang tampaknya mengarahkan ke sebuah tempat tersembunyi. Dalam kegelapan yang menakutkan, Raka menemukan sebuah altar kuno yang hampir sepenuhnya tertutup oleh dedaunan dan lumut. Altar itu terbuat dari batu hitam yang usang, dan di atasnya terdapat simbol-simbol kuno yang penuh misteri.

Di atas altar, sebuah gulungan kertas kuning keemasan kuno tergeletak, dan Raka mengangkatnya dengan hati-hati. Gulungan kertas itu, meskipun tampak usang, memancarkan aura kekuatan yang kuat. Raka membuka gulungan kertas tersebut, menemukan sebuah mantra yang tampaknya bisa menenangkan Waru Sakti:

"O, penjaga hutan, dengarkan panggilanku, Dengan cahaya bulan, aku mengucap janji, Kembalikan kedamaian ke dalam jiwamu, Seperti aliran sungai, tenangkanlah murka ini."

Dengan mantra ini di tangan, Raka merasa keberanian dan tekad yang baru. Dia melafalkan mantra itu dengan penuh keyakinan saat dia kembali ke tengah hutan. Namun, saat dia mulai melafalkan mantra, Waru Sakti semakin mendekatinya, marah dan siap untuk menyerang.

Di tengah-tengah pembacaan mantra, Waru Sakti tiba-tiba meluncurkan tubuh raksasanya ke arah Raka dengan kecepatan mengejutkan. Gelombang udara yang diciptakan oleh gerakan cepat makhluk itu membuat Raka terhuyung mundur. Waru Sakti membuka mulutnya yang penuh dengan gigi tajam dan berusaha menelan Raka dalam sekali sambaran.

Raka menghindar dengan sekuat tenaga, namun cakar-cakar tajam Waru Sakti menggores tanah di dekatnya. Raka berlari, berusaha menjauh dari serangan-serangan mematikan, sementara Waru Sakti mengeluarkan raungan kemarahan yang menggetarkan bumi. Setiap kali Raka mencoba untuk melafalkan mantra, suara raungan yang keras hampir membuatnya tidak bisa mendengar dirinya sendiri.

Dalam keadaan yang semakin buruk, Raka mencoba mencari perlindungan di belakang batang pohon besar, tapi Waru Sakti merobohkan pohon dengan sekali pukul, mengirimkan pecahan-pecahan kayu ke segala arah. Tanah di bawah Raka bergetar, dan dia merasakan tekanan fisik serta emosional yang menyesakkan. Dia tahu bahwa ini adalah pertempuran terakhirnya, dan dia harus memberikan segalanya untuk menenangkan Waru Sakti.

Dengan usaha terakhir, Raka keluar dari tempat perlindungannya dan melanjutkan mantra, melafalkannya dengan sepenuh hati. Suara mantra itu bergema di tengah hutan yang kegelapan, dan akhirnya Waru Sakti tampak mulai tenang. Tubuh raksasa makhluk itu bergetar, tetapi raungan kemarahannya berkurang menjadi desisan lembut. Meskipun keadaan masih sangat tegang, Raka merasa bahwa mantra ini akhirnya mulai berdampak.

Namun, di tengah proses ini, Raka melihat Waru Sakti mulai memperlambat serangannya, dan tubuhnya perlahan-lahan mereda dari kemarahan yang membara. Raka merasa campur aduk antara kelelahan dan harapan. Dia tahu bahwa perjuangan belum sepenuhnya berakhir, tetapi dia telah mengambil langkah besar menuju pemulihan keseimbangan.

Saat Waru Sakti akhirnya berhenti bergerak dan berbaring di tanah, suasana hutan perlahan-lahan kembali meresap ke dalam ketenangan. Raka berdiri dengan napas tersengal-sengal, merasa seolah-olah dia baru saja melalui badai yang mengerikan. Dengan rasa lega dan tekad baru, Raka bersiap menghadapi tantangan yang akan datang, mengetahui bahwa apa pun yang terjadi, dia harus terus berjuang untuk melindungi hutan dan desa yang telah menjadi bagian dari hidupnya.

DENGKANG (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang