Teka-Teki Kuno

4 2 0
                                    

Malam itu kian menua. Langit di luar gua sudah mulai memudar dari hitam pekat menjadi semburat biru keunguan. Kegelapan yang menyelubungi Akar Belantara masih pekat, tetapi ada secercah harapan yang mulai muncul di balik pepohonan raksasa yang menjulang di kejauhan. Raka berdiri terengah-engah, tubuhnya masih berdenyut dengan rasa nyeri dan kelelahan yang teramat sangat. Setelah pertarungan sengit yang mengguncang jiwanya, Waru Sakti—makhluk setengah dewa penjaga belantara—telah mundur ke kedalaman gua, meninggalkan Raka di tengah ruangan yang terasa sunyi dan dingin.

Udara lembap menyelimuti tubuhnya, menyusup ke pori-pori kulitnya dan menambahkan beban pada jiwanya yang sudah letih. Cahaya tipis yang menembus dari celah-celah gua tampak seperti sisa-sisa keberanian yang mencoba untuk tetap hidup di dalam dirinya. Namun, di balik rasa sakit itu, ada ketenangan yang perlahan menyelimuti pikirannya. Pertarungan telah berakhir, tetapi pencarian belum usai. Waru Sakti mungkin bukan musuh yang sebenarnya—dia hanyalah penjaga dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih tua, yang tersembunyi jauh di dalam sejarah gelap desa dan hutan ini.

Raka mengalihkan pandangannya ke altar batu yang berdiri kokoh di tengah ruangan gua. Altar itu tampak kuno, bahkan lebih tua dari gua itu sendiri, mungkin telah ada sejak zaman ketika manusia masih meraba-raba dalam kegelapan untuk mencari cahaya peradaban. Ukiran-ukiran yang menghiasi permukaan batu terasa asing, seolah-olah berbicara dalam bahasa yang tidak pernah terucap oleh lidah manusia. Simbol-simbol aneh yang mengitari altar tampak hidup, seakan berdenyut dengan energi mistis yang terpendam selama berabad-abad.

Raka mendekati altar itu dengan hati-hati, napasnya tersengal-sengal dalam keheningan yang hanya ditemani oleh bunyi gemericik air yang jatuh dari langit-langit gua. Kenapa altar ini berubah-ubah bentuk seirinh kedatangannya? Tangannya yang gemetar menyentuh permukaan batu yang dingin, dan seketika ia merasakan arus energi mengalir melalui tubuhnya. Ukiran-ukiran itu tidak hanya sekadar hiasan—mereka adalah peta, petunjuk menuju kebenaran yang tersembunyi di balik kutukan desa dan makhluk penjaga hutan ini.

Altar itu menggambarkan elemen-elemen alam dalam bentuk geometris yang rumit: lingkaran api yang mengelilingi lambang tanah, garis-garis yang mewakili udara yang bergerak, dan gelombang air yang berputar di sekeliling mereka. Di antara simbol-simbol ini, sosok ular besar muncul, menggambarkan Waru Sakti dengan segala kemegahannya—penjaga alam yang tak terkalahkan, tetapi juga terikat pada hukum alam yang lebih tua.

Raka mengeluarkan catatan yang telah ia kumpulkan selama perjalanan ini. Dengan teliti, ia mencocokkan simbol-simbol di altar dengan petunjuk yang telah ia kumpulkan. Pemahaman mulai merayapi pikirannya—teka-teki ini bukan sekadar tentang mengalahkan Waru Sakti. Ini tentang keseimbangan yang harus dipulihkan, tentang kekuatan yang telah hilang di dalam hutan ini, dan tentang sebuah kuil kuno yang tersembunyi di dalam hutan lebat. Raka tahu bahwa ia harus menemukan kuil itu untuk mengakhiri kutukan ini.

Setelah menyusun kembali elemen-elemen di altar—tanah, api, udara, dan air—cahaya lembut mulai memancar dari ukiran-ukiran itu, mengisi ruangan dengan kehangatan yang aneh. Perlahan-lahan, simbol-simbol mulai bergeser dan berpindah tempat, menyusun ulang diri mereka menjadi sebuah peta. Peta itu menggambarkan lokasi tersembunyi yang tampak akrab bagi Raka, sebuah tempat yang terletak di dalam jantung Akar Belantara, tidak jauh dari desa yang telah lama dihantui oleh suara "dengkang." Jadi, suara "dengkang" itu selama ini bukan dari hutan maupun gua saja?

Raka tertegun. Peta ini adalah kunci untuk menemukan kuil kuno yang disebut-sebut dalam legenda. Sebuah tempat yang konon menyimpan kekuatan besar, dan tempat di mana segala sesuatu dimulai—atau berakhir. Peta itu menandai lokasi yang sangat spesifik di dalam hutan, dan Raka tahu bahwa inilah tujuan berikutnya. Meski tubuhnya masih terasa lelah, semangat baru menyala dalam dirinya. Dia tahu bahwa waktunya terbatas. Kuil itu memanggilnya, dan di sana, jawaban yang ia cari akan terungkap.

Dengan peta di tangan, Raka melangkah keluar dari gua. Matahari mulai menyinari Akar Belantara, tetapi suasana masih terasa muram. Hutan yang begitu besar, penuh misteri dan ancaman, kini terasa seperti menantang keberaniannya sekali lagi. Namun, ada yang berbeda kali ini—Raka merasakan adanya kekuatan dalam dirinya, sesuatu yang tumbuh dari setiap langkah perjuangan yang telah ia tempuh. Ia tidak lagi hanya seorang peneliti yang tersesat di hutan; kini, ia adalah seorang pejuang, seorang pembawa kebenaran yang harus mengungkap misteri kutukan desa.

Perjalanan menuju kuil kuno itu tidak akan mudah. Raka tahu bahwa hutan ini tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Kegelapan yang mengintai di balik pepohonan masih menunggu, siap menerkam kapan saja. Namun, setiap langkah yang ia ambil semakin mendekatkannya pada kebenaran, dan pada setiap detik yang berlalu, rasa takut yang pernah membelenggunya perlahan-lahan mulai hilang.

Saat Raka melangkah lebih dalam ke dalam hutan, pikirannya kembali ke saat-saat ketika ia pertama kali mendengar suara "dengkang." Suara yang aneh, penuh misteri, dan membuatnya bertanya-tanya tentang asal-usulnya. Kini, setelah melalui begitu banyak, dia merasa bahwa suara itu bukan hanya sekadar tanda bahaya. Ada sesuatu yang lebih dalam dari itu—seperti panggilan, sebuah isyarat dari alam yang lebih tua dari manusia, meminta bantuannya untuk mengembalikan keseimbangan yang hilang.

Langit di atas mulai memerah saat matahari semakin naik, menyinari dedaunan dan ranting-ranting yang membentang di atas kepala. Raka terus berjalan, diiringi suara gemerisik dedaunan yang terdorong angin lembut. Namun, hutan ini tidak pernah benar-benar tenang. Di sudut-sudut matanya, dia bisa merasakan pergerakan bayangan-bayangan yang menonton, mengintai dari kegelapan, seolah menunggu saat yang tepat untuk menyerang.

Semakin dalam Raka melangkah ke dalam hutan, semakin kuat perasaan bahwa ia sedang diawasi. Ia bisa merasakan kehadiran makhluk-makhluk yang tak terlihat, entah itu binatang buas atau roh-roh yang terikat pada hutan ini. Sesekali, ia mendengar suara-suara aneh di kejauhan—suara yang tidak berasal dari makhluk hidup biasa. Meski demikian, ia tetap melangkah maju, dipandu oleh peta yang ia genggam erat-erat di tangannya.

Langit mulai berubah warna saat Raka tiba di tempat yang ditunjukkan oleh peta—sebuah lembah yang tersembunyi jauh di dalam hutan, dikelilingi oleh tebing-tebing yang menjulang tinggi. Di dasar lembah itu, terdapat sebuah bangunan kuno yang hampir terkubur oleh akar-akar pohon dan lumut yang tebal. Bangunan itu terlihat seperti kuil, tetapi sangat rusak dan ditinggalkan. Meski demikian, ada sesuatu yang agung tentang tempat itu, seolah-olah kuil itu masih menyimpan kekuatan yang tak terlihat.

Raka mendekati kuil dengan hati-hati. Dinding-dindingnya penuh dengan ukiran-ukiran simbolis yang serupa dengan yang ada di altar gua, tetapi jauh lebih rumit. Beberapa di antaranya menggambarkan pertempuran antara manusia dan makhluk-makhluk mistis, sementara yang lain menunjukkan ritual kuno yang melibatkan elemen-elemen alam. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti memasuki bagian yang lebih dalam dari misteri yang selama ini mengelilingi desa dan hutan ini.

Di tengah kuil, Raka menemukan sebuah ruangan besar yang dipenuhi dengan patung-patung batu kuno. Patung-patung ini tampak seperti sosok dewa-dewa dan roh penjaga hutan, termasuk patung besar yang mirip dengan Waru Sakti. Di depan patung utama, ada sebuah altar yang lebih kecil, tetapi tampak jauh lebih penting daripada altar di gua. Di atas altar ini, terdapat sebuah batu permata besar yang bersinar dengan cahaya lembut—seolah-olah memancarkan energi yang selama ini terpendam.

Raka merasakan sesuatu yang sangat kuat di dalam ruangan ini. Meski tak sepenuhnya memahami apa yang terjadi, dia tahu bahwa inilah tempat di mana segala sesuatunya akan berakhir, atau mungkin baru akan dimulai.

DENGKANG (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang