Warning : typo bertebaran!
Sorry updatednya malem gak kayak biasanya pagi atau siang sama sore. Dan biasanya juga updated 2 kali kalau ini cuma 1 kali. Soalnya lagi sibuk. Mungkin besok cuma updated 1 bab aja. Kalau gak ya gak updated. Maklum anak muda. Mau jalan - jalan refreshing. Tapi jangan takut aku bakal updated minggu. Pokoknya cerita ini updated setiap hari. Udah rencana sebelum lebaran cerita ini selesai.
Oh ya. Judulnya aku ganti 'The Struggle of Love (Accidental)' covernya juga. Tapi gak jauh beda sama cover sebelumnya. Covernya di multi media ya. Jadi kalau ada updated tan cover dan juga judul beda kalian gak bingung. Langsung tau kalau cerita 'Accidental' updated.
Sorry kalau baca bab ini gak bagus, gak maksimal.
Bab ini Arum POV
*enjoy
***
Arum POV
sinar matahari menganggu tidurku. Padahal kemarin aku sudah menutup korden. Sempat aku menghiraukan sinar matahari itu. Tetapi lama kelamaan sinar itu makin mengangguku. Ah... aku pun membuka mata dengan kesal.
"Ah... dasar matahari pagi - pagi udah bikin kesel aja" umpatku tanpa menyadari ada orang lain dikamarku yang membuka korden.
"Pagi sayang" suara bariton itu sungguh ku kenal bahkan keberadaannya saja dekat denganku.
"Ibu hamil gak boleh mengumpat kata - kata kasar. Gak baik" nasihatnya. Memang sih. Kan aku tadi kesel jadi reflek aku mengumpat.
Dendy yang mungkin bis .membaca pikiranku itu tersenyum.
"Emangnya kamu ngapain ada dikamar aku sepagi ini. Kemarin kamu bukannya pulang tengah malam ya?" Aneh banget dia. Kok dungarin bisa bangun pagi padahal dia kemarin pulang tengah malam gara - gara aku pingin ngobrol terus sama dia. Biasanya aja dia bakal masih molor di kasur.
Dendy yang mendengar itu hanya tertawa. Aneh. Ngapain dia ketawa kan aku lagi tanya kenapa malah ketawa jawabannya. Ih.. makin kesel deh.
"Kamu lupa?" Apa sih maksudnya bingung aku. Lupa apaan?
"Ya deh yang lagi lupa punya janji sama aku" setelah mengucapkan kalimat itu dia langsung mengerucutkan bibirnya. Wah lucu banget. Jadi pengen cium terus aku tarik ke ranjang. Eh... Rum kamu kok jadi mesum sih. Aku pun memukul kepalaku menghilangkan pikiran mesum itu.
"Yang, jangan dipukul kepalanya. Nanti sakit" Dendy berjalan mendekatiku. Lalu menghentikan aksiku memukul kepalaku.
"Masih gak ingat sama janji kamu tadi malam?" Tanyanya lagi ketika sudah menghentikan aksi ku memukul kepalaku sendiri. Tiba - tiba sekelibat pembicaraan semalam lewat. Ah aku ingat. Aku janji mau nemenin dia melihat undangan pernikahan.
Setelah mengingat janjiku pada Dendy. Aku menatapnya dan menjawab dengan senyum manisku.
"Ingat?" Tanyanya lagi dengan tatapan tajam. Mungkin dia mulai kesal dengan kelakuanku. apalagi aku tadi pake lupa segala.
"Hihihi.... iya aku barusan ingat. Ya udah kamu tunggu di bawah aku mandi dulu sama siap - siap"
"Ya udah aku tunggu di bawah ya" setelah mengucapkan kalimat itu dia beranjak dari kasur dan keluar. Tetapi sebelum keluar Dendy mencium mata, hidung, pipi dan terakhir bibirku. Membuat pipiku merah merona. Pasti wajahku seperti tomat. Ah... malu.
***
Sekarang aku dan Dendy berada di kantornya. Anthony Company. Berhubung Salsa juka bekerja di sini. Aku ingin menemuinya di ruangannya tetapi Dendy melarangku.
"Kamu disini aja. Aku suruh sekretarisku biar dia aja yang suruh Salsa kesini" katanya gitu. Tapi aku gak tega Salsa naik lift bolak - balik dia kan juga hamil. Tetap saja Dendy melarangku.
"Tenang aja ada sekretaris aku yang menjaganya. Jadi kamu duduk di sofa" katanya ketika aku memberikan alasana yang lain. Aku hanya bisa menurut. Karena Dendy orangnya keras kepala. Kalau aku tetep ngotot dia pasti akan marah.
Tok... tok... tok...
"Masuk" Dendy mengizinkan.
"Permisi pak. Mbak Salsa sudah datang" ucap gadis cantik, langsing dan manis itu dengan sopan. Tidak ada gelagat di tebar pesona sama bosnya.
Salsa pun masuk setelah sekretaris Dendy keluar. Dia mungkin bingung. Karena dia belum tau kalau Anthony Company ini punya keluarga Dendy. Salsa hanya tau kalau keluarga Dendy punya perusahaan.
"Salsa..." aku mendekatinya. Ia terkejut melihatku yang ada disini.
"Arum. Kamu kok disini?" Salsa berjalan mendekatiku.
"Iya. Sebenarnya tadi aku mau ke tempat pemesanan undangan pernikahan karena belum buka jadi Dendy bawa aku kesini. Karena kemarin kamu bilang kalau kerja disini aku minta Dendy buat panggil kamu kesini. Aku kangen" aku memeluk Salsa dengan manja. Tanpa menghiraukan perut buncitku dan juga perut buncit Salsa. Tapi tenang aja kami berpelukan tidak terlalu erat.
"Ehemm..." suara dehaman Dendy. Aduh aku lupa kalau disini masih ada Dendy. Aduh... bisa - bisa dia ngambek nih.
"Ingat masih ada orang"ucapnya dengan dingin. Lho kan betul dia ngambek.
Aku dan Salsa hanya bisa nyengir merasa bersalah. Aku dan Salsa saling menatap lalu mengangguk. Tanda kami punya jurus paling ampuh untuk meluluhkan Dendy.
Aku mendekati Dendy yang sedang mengotak atik laptopnya. "Yang, jangan marah dong. Babynya nanti sedih nih kalau ayahnya diemin bundanya" aku mendengar suara tawa. Ternyata Salsa yang menertawakanku.
Dendy masih saja diam. Hatinya masih belum luluh. "Yang, babynya pengen makan es krim" Dendy langsung menoleh ke arahku. Mungkin dia luluh. Dia gak mungkin kan biarin anaknya ileran.
Dan apa yang terjadi. Dia sama sekali gak menghiraukan keinginanku.
"Yang kamu pengen ya kalau anakmu ileran" geramku. Aku sudah tidak memiliki kesabaran lagi. Karena sifatku saat ini sedang sensitif.
Dendy diam. Melihatku lagi. Salsa hanya tertawa melihat kelakuanku merayu calon suami keras kepala dan tukang ngambekkanku.
"Ya udah kalau mau anaknya ileran. Tapi aku gak mau anakku ileran. Ayo Sal temani aku mencari es krim" ucapku mengajak Salsa keluar dari ruangan Dendy.
Aku mendengar hentakkan kaki dibelakangku. Aku menoleh kebelakang. Ternyata Dendy. Dia mengikutiku dan Salsa. Dan sambil tersenyum.
Yes, akhirnya aksi meluluhkan alah Nisfa Arum Nabila berhasil.
=The Struggle of Love (Accidental=
Updated: 10 Juli 2015
Next? Vote dan comment ya.
Makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Struggle of Love
RandomMenjadi wanita simpanan itu sungguh menyakitkan. aku benar - benar menyesal telah melakukan itu. sungguh gila cinta itu. sampai - sampai tidak bisa berfikir bagaimana kedepannya. dan lebih menyesal lagi aku telah menyerahkan semua yang ku miliki unt...