~38 : Puas

133 21 2
                                    

Malamnya, di rumah milik keluarga Sara dan Serena.

"Ahahaha..."

Sara tertawa sendirian di dalam kamarnya. Saking senangnya, ia sampai memukul-mukul pelan bantal di pelukannya itu.

"Kan gue sudah bilang, gue tidak suka melihat Lo bahagia, Ren. Sekarang lihat? Tak ada yang percaya dengan wajah polos lo itu."

Sara menggumam sambil senyum sinisnya tak henti-henti tersungging di bibir tipisnya. Ia kembali mengingat kejadian heboh yang berlaku pagi tadi.

.
.
.
.
.
.

"Mommy! Serena hamil!"

Serena sudah tentu kaget mendengar teriakan kakak kembarnya yang tiba-tiba itu. Ia melirik wajah kakaknya yang zudah dibasahi air mata. Serena terdiam.

"Apa! Siapa yang hamil!"

Manik biru Serena lantas mengalih pandang ke arah tangga. Wajahnya semakin ketakutan saat melihat wajah kedua orang tuanya. "Ti tidak mom." Ucap gadis itu mencoba membela dirinya.

"Benar, mom... Hiks. Sasa punya buktinya..." Sambil terus menangis, Sara mengeluarkan sesuatu dari saku celananya lalu menyerahkan benda persegi panjang itu pada ibu dan ayahnya.

Sang ibu langsung mengambil benda itu lalu memerhatinya dengan seksama. Sedangkan Serena, matanya membulat sempurna saat melihat benda itu.

"Ja jangan percaya, mom. Serena tidak-"

Plakk!

Ucapan Serena terhenti saat tangan sang ayah mendarat keras di pipi gembulnya. Gadis malang itu langsung menundukkan wajahnya, sembari tangannya mengusap pipinya yang mulai memerah itu.

"Daddy ngganyangka, kamu bikin benda haram kayak gini, Ren!" Ucap sang ayah dengan wajah penuh amarah dan kecewa.

"Siapa yang mengajarkanmu tentang hal ini, hah!? Jalang!" Sahut sang ibu sambil melempar alat tes kehamilan itu tepat di wajah Serena. Air matanya yang sudah mengalir itu diseka perlahan.

"Lo...memang pintar berakting. Hiks..."

Air mata Serena mulai jatuh setetes demi setetes saat mendapat perlakuan itu. Kenapa ini semua berlaku secara tiba-tiba? Ia sama sekali tidak mengerti tentang apa yang sedang dialaminya saat ini.

"Siapa? Siapa laki-laki yang sudah menghamili mu!?" Bentak sang ayah lagi.

Serena terdiam. sungguh ia tidak tau mau menjawab apa.

"Jawab!" Teriak sang ayah sambil melempar vas bunga yang terlihat mewah itu hingga pecah di lantai.

"Ren tidak tau! Hiks! Re, ren..." Serena berucap terbata-bata.

Plak!

"Ah!" Serena meringis menerima tamparan keras itu. Matanya memandang sayu ke arah tangan yang sudah dua kali menampar pipinya.

"Tak usah membantah! Sudah terbukti kalau Lo hamil! Dasar anak bodoh!"

"Saya ngga merasa pernah ngelahirin anak jalang kayak kamu!" Sang ibu melempar tatapan jijik pada gadis malang itu.

Serena hanya bisa diam, tak mampu membela dirinya lagi. Kenapa? Kenapa semua ini terjadi? Silap dirinya dimana?

Pertanyaan-pertanyaan itu asik bermain-main di fikirannya. Manik biru suram itu melirik sekilas wajah kakak kembarnya. Dapat ia lihat senyuman kecil terbias di bibir wanita itu.

Sara yang dari tadi hanya diam, mulai bersuara bersama air mata palsunya yang masih setia mengalir deras dari pelupuk matanya.

"Sa, Sasa tau...siapa laki-laki itu...hiks! Hiks!" Ucapnya.

Mata kedua orang tua itu lantas menoleh memandangi wajah si anak pertama. "Siapa?" Tanya sang ibu langsung.

Sara kembali terdiam lagi, menghabiskan sisa tawa jahat di dalam hatinya.

"Di...dia, mantan majikan Sasa, mom." Jelas Sara.

Serena lagi-lagi tergamam mendengar kata-kata kakak kembarnya. Sara melirik Serena dalam diam, sembari tersenyum sinis.

"To tolong percayakan Ren. Hiks... Ren ti tidak melakukannya. Tolong per-"

"DIAM!" Sang ibu lantas menarik rambut Serena lalu membawanya ke kamar.

"Sakit! Mom!" Teriak Serena kesakitan.

Wanita paruhbaya itu hanya membiarkan tangannya dipukul-pukul oleh anak ke duanya itu. Setelah sampai di kamar, ia langsung melempar tubuh kecil Serena di atas lantai begitu saja.

"Lo duduk di sini, sampai pria brengsek itu datang menikah dengan lo! Paham!?" Tanya sang ibu sambil mengencangkan jambakan rambut putrinya.

Serena mengangguk pasrah bersama bulir bening yang masih membasahi pipi putihnya.

Wanita paruh baya itu melepaskan cengkraman rambut itu lalu keluar dari sana. Pintu kamar itu di tutup dengan kasar.

Bamm!

Sara yang mendengar keributan itu langsung tersenyum puas. Ia sangat menyukai [permainan] ciptaannya ini.

.
.
.
.
.

"Hahahaha! Puas banget gue! Hahahaha!"

Sara tertawa keras saat mengingat hal itu. Ia menatap bingkai foto dirinya dan Serena yang ditaruh di atas meja riasnya itu. Perlahan-lahan ia menggerakkan kursi rodanya menghampiri meja rias itu.

Tangannya mengambil bingkai foto itu lalu memerhati wajah orang yang ada di dalam foto itu dengan tatapan penuh benci.

"Adik bodoh."

Ia langsung menghempaskan bingkai foto itu dengan kasar ke lantai. Melihat foto itu hancur, gadis bermanik biru itu kembali tertawa puas.

"Aku bahagia jika melihat orang lain menderita."

____________

Hai hai!

Maaf jika chapter ini terlihat kurang rapi. Lily lagi using dengan alur cerita ini. Maaf.

Lily harap book ini bisa tamat sebelum Lily pulang ke asrama. Huhuhu....

Doain, ya

Oh ya. Lily ada bikin group buat kalian, nih.

https://chat.whatsapp.com/ISXFUgl0JbO7LQfTw0d5VH

Khusus buat followers kesayangan Lily~

Baiklah.

Sea you nanti, sayang

owner of my heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang