Berlayarlah, temui episode ‘bahagia’ dengan cara paling sederhana.
19. HANCUR DARI DALAM.
Langkah Dermaga di gerbang sekolah diiringi oleh Legenda. Dua remaja laki-laki itu berjalan beriringan sembari menenteng ranselnya masing-masing. Sepanjang langkah yang mereka tempuh, pandangan Legenda tak lepas memperhatikan raut wajah Dermaga dari samping. Legenda menyadari bahwa saat ini, kepala Dermaga mungkin sedang dipenuhi dengan berbagai pikiran yang mengganggunya.
“Heh! Jangan ngelamun terus, di sekolah ini banyak setannya, lo mau kesambet?” celetuk Legenda, seraya menyenggol lengan Dermaga.
Dermaga memejamkan matanya dan menghentikan langkahnya sejenak di pertengahan anak tangga yang kini terasa sepi. Suasana hening di sekitar memberikan kesempatan baginya untuk merenung dan menyusun kembali pikiran-pikirannya yang kacau.
“Gue udah sehancur ini, Gen. Ntah kenapa, gue selalu ngerasa seperti dikejar oleh kematian.”
“Jangan ngomong sembarangan! Lo mau ucapan buruk itu di catat sama malaikat?” Legenda mendelik, sedikit merasa kesal mendengar keputusasaan itu. “Om Gibran sama tante Tari sekarang cuma punya lo. Emangnya lo mau ninggalin mereka? Nanti, di masa tuanya, siapa yang akan ngurus mereka kalo semua anaknya pergi?”
“Penyakit gue susah di sembuhin, Gen. Gue nggak punya harapan untuk bisa sembuh,” Dermaga kembali menaiki anak tangga meskipun dengan langkah lesu.
“Inget, masih banyak hal yang belum lo coba, banyak cita-cita dan impian yang harus lo capai, Mag. Jangan gampang putus asa kayak gini. Cemen.”
Dermaga merenungkan kalimat yang baru saja di ucapkan oleh Legenda, dengan kepala yang menunduk kebawah, memperhatikan sepatu yang dikenakannya.
“Gue cuma punya satu tujuan sekarang.”
Alis Legenda kemudian terangkat sebelah, dan bertanya, “Apa?”
“Mencari tau tentang pelaku yang udah berani membuat Senja pergi,” ujar Dermaga dengan suara tegas. “Gue harus buat dia hancur, sama seperti dia menghancurkan Senja.”
“Emangnya lo nggak mau buat orang tua lo bahagia?” tanya Legenda, lagi. Karena merasa tidak habis pikir dengan jawaban Dermaga yang tidak memuaskan baginya.
“Mereka akan bahagia kalo gue nggak ada. Karena kehadiran gue disini hanya sebagai beban, Gen. Selama gue hidup, gue akan terus-terusan menyusahkan mereka,” ungkap Dermaga dengan suara yang penuh keraguan akan kehadirannya dalam kehidupan orangtuanya.
“Itu tuh pemikiran yang salah. Orang tua akan semakin hancur jika mereka kehilangan buah hatinya.” Legenda kembali melirik ke arah Dermaga yang sedang menghela napas berat.
“Asal lo tau, Gen. Gue udah terlalu jauh dari kehidupan gue yang dulu. Gue capek dengan penyakit mental yang gue miliki, gue capek dengan gangguan Skizofrenia yang menyarang di tubuh gue ini.”
“Lo nggak pernah tau, seberapa muaknya hidup bergantungan sama obat-obatan.” Dermaga benar-benar menunjukan kelelahannya. Ia terlihat ingin menyerah dengan kehidupannya yang sekarang.
Tanpa mereka berdua sadari, sedari tadi Dirga mengikuti dan mendengarkan obrolan antara keduanya. Dirga mulai merenung sambil memperhatikan punggung Dermaga. Ia tidak pernah menyangka bahwa selama ini Dermaga memiliki gangguan mental yang cukup serius. Dirga tiba-tiba merasa bersalah, karena menyadari bahwa selama ini ia banyak melakukan kesalahan terhadap Dermaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
DERMAGA: Kekasih Dalam Ilusi
Genç Kurgu"Barangkali semesta berbaik hati, untuk menghadirkanmu sekali lagi." -Dermaga Aksa Devantara Karena kehilangan yang ia alami, Dermaga menjadi sosok yang pendiam, tertutup, dan tak lagi bisa menikmati keceriaan hidupnya. Jiwa Dermaga hancur berantaka...