Part 3

15 7 0
                                    

"Assalamualaikum," suara lembut terdengar pintu depan.

Rumah besar yang masih beraksen klasik menjadi tujuannya saat ini. Mengingat dia belum sempat mengunjungi panti tersebut. Panti yang dia dirikan bersama beberapa koleganya. Wanita itu melirik jam tangannya. Hari ini dia akan menyambangi kediaman anaknya. Putra semata wayangnya.

Sejak masalah pembatalan pernikahan antara Afan dan Echa, sejak itu pula terjadi perang dingin antara suami dan anaknya. Bahkan hari itu juga Afan memilih hengkang dari rumah. Bu Cahyadi memilih netral tidak terlalu berpihak pada anak atau suaminya.

Memang sejak awal suaminya yang mendesak Afan itu menerima Echa. Alasannya karena kenal baik dengan Wahyu, ayah kandungnya Echa. Apalagi Laksmi adalah orang kepercayaan bude Darmi. Selama bude Darmi mengasuh Panji dari kecil hingga tamat SMA. Itu sekilas kisah yang dia tahu tentang keluarga suaminya.

Ceklek!

"Bu Cahyadi, masuk Bu." Rahma mempersilahkan tamunya masuk ke dalam rumah.

"Saya turut prihatin atas kejadian anak ibu yang gagal menikah. Semoga akan ada kebahagiaan setelah ini." ucap Rahma lirih.

"Sepi sekali, Rahma. Anak-anak kemana? kalau sekolah rasanya mereka sudah pulang." Bu Cahyadi duduk di kursi kayu jati.

"Anak-anak diajak kenduri sama dokter Fadlan. Dokter yang menangani pasien yang aku ceritakan kemarin."

Bu Cahyadi langsung teringat pada pasien yang pernah di ceritakan Rahma.

"Kebetulan saya datang juga mau melihat pasien tersebut. Di mana dia?"

"Di rujuk ke rumah sakit, Bu. Itu juga ide nya Dokter Fadlan. Dia bilang kenal sama pasiennya. Namanya ... Sebentar, Bu saya ada telepon. Maaf saya tinggal di dulu." Rahma pun menjauh dari Bu Cahyadi.

"Bu, saya mau ke rumah sakit. Pasien yang saya ceritakan sudah sadar."

"Yasudah, pakai mobil saya saja." Rahma dan Bu Cahyadi pun meninggalkan panti. Sebelumnya Rahma menghubungi dokter Fadlan.

Mobil yang di kendarai sopir dari Bu Cahyadi pun membawa mereka ke rumah sakit. Mereka turun melenggang ke dalam rumah sakit. Rahma tidak kesulitan mencari ruangan si pasien karena saat itu dia ikut mengantarkan bersama perangkat panti lainnya.

Rahma di temani Bu Cahyadi berjalan menelusuri lorong rumah sakit. Rasa penasaran terus meliputi hati wanita paruh baya itu. Hingga mereka terhenti di pintu depan kluster.

"Ini, Bu ruangannya." Rahma mengajak masuk ke dalam kamar rawat tersebut.

Suasana di dalam kamar rawat terasa hening. Rahma memasuki kamar bangsal di tutupi tirai kanan kiri. Melewati dua ranjang pasien dan berakhir pada ranjang ujung. Tampak seorang suster duduk menemani wanita yang tengah menikmati teh hangat.

"Mbak, Alhamdulillah kamu sudah sadar." sapa Rahma.

Perempuan itu bingung ketika ada orang asing yang datang memeluknya. Lebih kaget lagi saat melihat ada perempuan sepantaran ibunya berdiri di belakang Rahma.

"Bu Cahyadi." sapa nya.

"Ayla, kamu Ayla kan?" gadis yang di panggil Ayla pun mengangguk. Bu Cahyadi langsung memeluk Ayla setelah Rahma berpindah tempat.

"Ya Allah, Nak. Kamu kemana saja? Afan nyari kamu katanya dia dapat kabar kamu kabur. Alhamdulillah kamu akhirnya di temukan." Bu Cahyadi menangkup kedua pipi Ayla.

"Aku harus ..." Ayla menahan Bu Cahyadi yang sepertinya mencoba menghubungi Afan.

Ayla hanya bisa menundukkan kepalanya. Tak berapa lama dia menatap Bu Cahyadi dengan linangan air mata.

"Saya mohon jangan kabari kak Afan. Saya tidak mau menjadi perusak rumah tangga orang."

"Enggak, Nak. Justru Afan tidak jadi menikah. Karena dia sudah mantap sama kamu. Tolong beri kesempatan Afan agar apa yang dia usahakan tidak sia-sia." Bu Cahyadi menggenggam erat jemari Ayla.

"Maafkan saya, Bu. Untuk saat ini tidak bisa bertemu dengan kak Afan. Saya masih mau memantapkan hati dulu. Bukan karena tidak menghargai pengorbanan kak Afan. Tapi saya butuh waktu untuk semua ini."

"Tak apa, Nak. Ibu tahu perasaanmu. Yang pasti ibu mau kamu sementara ini tinggal di panti saja. Sebab kami masih kekurangan personil. Maaf kalau ibu boleh tahu kenapa kamu kabur meninggalkan rumah?" selidik Bu Cahyadi.

"Terimakasih, Ibu sangat baik sekali. Padahal kita belum lama kenal. Tapi maaf, saya belum bisa cerita yang sebenarnya pada anda. Saya tidak mau memberikan cerita kesannya jual air mata." kata Ayla mencoba legowo.

Bu Cahyadi menganggukkan kepalanya. Dia tidak bisa memaksa Ayla untuk bercerita. Terselip rasa kagum pada gadis muda itu. Ayla bukan tipe perempuan lemah. Sepertinya Ayla adalah gadis yang punya prinsip kuat.

"Nak, ibumu sudah di beri tempat tinggal sama Afan. Tidakkah kamu ingin menemuinya. Ibumu sangat cemas sekali karena kamu lama tidak di temukan. Malah ada yang bilang kamu terjatuh di tanjakan belakang perkebunan. Ibu tidak menyangka kalau Rahma yang menemukan kamu. Tapi kalau kamu keberatan bertemu Afan, ibu bisa bawa ibumu ke panti."

"Kenapa ibu baik sekali sama saya? padahal saya sudah merusak kepercayaan ibu karena meninggalkan rumah. Padahal saya membawa uang yang ibu berikan. Kenapa ibu masih menolong saya."

"Karena saya tahu kamu orang yang baik, Ayla. Waktu di acara pengajian ibu sempat melihat kamu memberikan makanan pada anak-anak jalanan. Padahal sepertinya kamu juga lapar. Saat Afan meminta ibu kenalan sama kekasihnya, saya cukup kaget kalau gadis nya Afan adalah kamu. Jadi saya tidak pernah memintamu mengembalikan uang itu."

Bu Cahyadi pamit meninggalkan rumah sakit. Kali ini dia pulang sendiri tanpa di temani Rahma. Di depan pintu cluster, Bu Cahyadi menelepon Afan meminta membawa Ismi ke panti.

"Emangnya kenapa harus di bawa ke panti, Ma?" tanya Afan di saluran telepon.

"Kalau di panti banyak temannya. Kasihan Bu Ismi di kontrakan sendirian. Kamu bawa dia sekarang, mama tunggu di panti." Bu Cahyadi langsung menutup teleponnya.

"Untuk saat ini aku harus berpegang janji atas permintaan Ayla. Mungkin dia masih menata hatinya saat ini. Ah, kenapa aku tidak tanya saja sama ismi apa yang membuat mereka meninggalkan kontrakan. Kalau soal bayar rasanya tidak mungkin." batin Bu Cahyadi.

Beberapa saat setelah Bu Cahyadi meninggalkan rumah sakit. Berselang kemudian tampak lelaki yang memakai jas putih sampai di rumah. Bak seperti orang yang menanti kabar gembira kakinya terus berjalan hingga berdiri di depan pintu cluster. Lagi-lagi dia berkaca merapikan jas nya lalu masuk ke dalam bangsal.

"Ay," tanpa pikir panjang lelaki itu langsung memeluk Ayla. Gadis itu hanya bengong menerima pelukan dari lelaki itu.

"Fadlan? kok kamu tahu aku disini?"

"Mbak Ayla, dokter Fadlan yang merawat anda selama ini."

"Dokter Fadlan ini sahabat saya sejak kecil. Sekaligus kakak angkat saya."

"Ini pasti ada hubungannya sama Taufan kan, Ay. Pasti ayahnya melakukan sesuatu sama kamu. Apalagi Taufan kabarnya meninggalkan calonnya di pernikahannya. Bapaknya pasti yang buat kamu seperti ini?"

"Aku seperti ini bukan karena mereka. Aku di kejar anjing gila sampai jatuh begini. Aku nggak mau mati dalam keadaan rabies." Ayla menjelaskan pada Fadlan.

Aku di kejar orang suruhan pak Bahar.

****

"Dokter." sapa Bu Cahyadi di koridor rumah sakit.

Pemuda itu menoleh.

"Iya, Bu. Oh ya kalau soal administrasi sudah saya tanggung, Bu. karena setelah ayahnya meninggal dunia Ayla tanggung jawab saya sebagai kakak." kata Fadlan dengan sopan.

"Siapa nama kamu, Nak?" tanya Bu Cahyadi.

"Fadlan,Bu. Muhammad Fadlan Alkatiri."

Ya Allah, seandainya Darwis masih hidup dia sudah sebesar ini.

Secret of Ayla Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang