Part 4

13 7 0
                                    

Langkah kakinya sudah memasuki pelataran panti. Di dampingi oleh Fadlan, sahabatnya, beserta Rahma juga bu Cahyadi. Sementara di rumah sudah ada Afan yang menjenguk Bu Ismi. Itu juga instruksi dari Bu Cahyadi untuk datang ke panti.

"Assalamualaikum," suara sapaan terdengar di depan pintu.

Salah satu anak panti memanggil Bu Ismi serta meminta beliau ikut ke depan menyambut tamu. Bu Ismi tidak berpikir panjang hanya menuruti permintaan anak panti. Layaknya seorang pengantin di tuntun menemui pasangannya. Begitulah yang Bu Ismi lakukan saat ini.

"Ibu!" sapaan penuh haru membuat wanita itu terdiam.

"Ibu, ini aku." Bu Ismi berjalan mendekati Ayla, anak semata wayangnya.

"Ini kamu, Nduk. Kamu selamat, Nduk. Ibu pikir pak Bahar mendapatkan kamu. Yang ibu dengar dia mau mengejar kamu. Ibu takut kamu tidak selamat."

"Alhamdulillah, Bu. Tuhan melindungi aku. Kita akan buka lembaran baru." jawab Ayla.

Afan masih di dalam ruangan mendengar sebuah suara yang tidak asing baginya. Suara manis yang membuatnya tergerak menuju ruang depan. Langkah kaki Afan terhenti.

Bahkan dua pasang mata saling bertabrakan.

"Ibu ... Fadlan ... An ... Tar ...kan aku ke kamar."

"Nak ... Itu Afan." kata Bu Ismi.

"Bu, saya mau istirahat. Kita ke kamar saja." Ayla berjalan melewati Afan.

****

Sore ini rencananya Pak Cahyadi dan istrinya beserta Taufan akan ke Jakarta. Menghadiri pernikahan Panji dan Echa. Sebenarnya Bu Cahyadi malas kesana. Dia sudah tidak punya muka di depan mantan calon besannya.

Namun, suaminya ngotot akan membawa mereka ke pesta itu. Alasannya satu, karena Panji masih keponakannya serta mendiang Wahyu, ayah kandung Echa punya hutang banyak pada Cahyadi.

"Mas, apa tidak malu datang kesana? kita yang sudah merugikan mereka. Pihak kita yang sudah membatalkan pernikahan itu. Kenapa kamu malah mau kesana?" ungkap Bu Cahyadi.

"Malu? kesana? Kita kan keluarga Panji. Sinta tidak mau datang ke nikahan Panji. Katanya dia masih banyak urusan yang tidak bisa di tinggalkan padahal itu keponakannya." kata pak Cahyadi.

"Sinta dan Rahmat kan tidak dekat. Apalagi waktu Rahmat memilih Suci yang jelas sudah jadi janda beranak satu. Mereka semua menentangnya, aku masih ingat hal itu, Mas."

"Kamu dulu sangat sayang sama Suci kan, Ma. Ingat saat Suci mau menikah dengan lelaki itu. Pria yang sedang magang di desa kita. Suci itu masih sangat muda bahkan baru saja tamat SMA. Ingat kamu, Suci dan juga Laksmi akrab satu sama lain. Karena persahabatan itu aku percaya pada anaknya Laksmi daripada anaknya Ismi."

"Kenapa kamu membahas hal itu, Mas?"

"Karena aku dapat info kalau Ayla mau menikah dengan pria tua Bangka supaya bisa hidup enak. Padahal tua bangka itu sudah punya istri empat. Apa itu yang bisa kita percayakan untuk Afan? Apa aku salah ingin Afan dapat perempuan baik-baik?"

"Tidak salah, Mas. Tapi aku kenal sama Ayla, dia gadis yang baik. Agamanya bagus, beberapa kali ikut pengajian di masjid kota. Hanya saja saat itu aku tidak tahu kalau Ayla gadis yang di cintai anak kita."

"Apapun alasannya, aku tidak mau berbesan sama Ismi!" ucap pak Cahyadi tegas dan lantang. Bu Cahyadi hanya menarik nafas dalam-dalam. Mungkin suatu saat ada momen yang bisa membuka pikiran suaminya.

"Terserah kamu, Mas. Yang menjalani itu Afan bukan kita. Jika Afan tidak bahagia menikahi Echa bagaimana? Apalagi suaminya Echa ternyata anaknya Suci. Bukankah bagus, Mas."

Secret of Ayla Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang