Park 10

14 6 0
                                    

Sejak saat itu Ayla lebih banyak menyendiri. Sejak dia meninggalkan panti dan lebih memilih cari kost murah. Beruntung dari bantuan Fadlan, dia dapat kost kamar perbulan 50 ribu. Di samping dia juga berkerja jadi asisten Fadlan. Walaupun bukan dari lulusan kesehatan. Paling tidak ada tambahan untuk kelangsungan hidupnya.

Ayla memutuskan untuk tidak menemui sang ibu. Rasa kecewanya masih mendera. Padahal sudah satu bulan Fadlan bolak balik menjenguk Bu Ismi. Akan tetapi tidak menggerakkan hati Ayla memaafkan Bu Ismi.

Kejadian yang dia alami saat di panti masih membuatnya takut berbaur dengan orang lain. Bukan hanya itu saja, pada Fadlan pun dia seolah menjaga jarak. Kejadian yang tak pernah di bayangkan selama hidupnya. Satu bulan ini Fadlan beberapa kali membawa Ayla ke psikiater. Alasannya takut melihat Ayla sering bengong. Takut saudaranya ini mengalami gangguan mental. Walaupun Ayla selalu bilang dia tidak apa-apa.

Sudah satu bulan Ayla mendapatkan perawatan Terapi dari dokter Hazard. Perawatan intensif sehubungan dengan trauma yang dialaminya. Memang tidak segampang membalikkan telapak tangan progresnya. Fadlan selalu memantau perkembangan Ayla. Walaupun dia sudah di tolak Ayla, akan tetapi tak membuat lelaki itu meninggalkan adik angkatnya. Dua minggu Ayla menjalani pengobatan sudah mengalami progres yang lebih baik. Fadlan pun selalu mengajak Ayla dalam kegiatan rumah sakit agar tidak banyak bengong.

Menurut dokter trauma yang di alami Ayla termasuk post traumatic stress disorder. Dalam tahap ini Ayla termasuk ringan. Tidak sampai melukai diri sendiri dan orang lain.

Dimana itu merupakan Gangguan yang ditandai dengan kegagalan untuk pulih setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa yang mengerikan.

Kondisi ini bisa berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan pemicu yang dapat membawa kembali kenangan trauma disertai dengan reaksi emosional dan fisik yang intens.

Saat ini Ayla berbaring di ruang praktek Hazard. Tentu saja dalam pengaruh hipnotis gadis itu berbaring di brankar pasien.

"Apa yang kamu rasakan saat ini?" tanya dokter Hazard.

"Aku ingin hidup tenang. Tidak ada orang yang bisa di percaya. Hanya ayahku saja yang tahu perasaanku. Ibu dari dulu suka mengenalkan aku pada pemuda anak orang kaya. Sahabatku ternyata nusuk dari belakang, itu juga karena sifat ibu yang materialistis. Dan lelaki yang aku cinta memilih perempuan lain yang katanya di jodohkan. Tapi lebih parah dia juga menghancurkan harapanku. Dan ... orang yang ternyata ku anggap saudara malah melamar ku. Apa dia juga baik padaku karena sesuatu? Apa ada orang yang baik tanpa harus pamrih."

Fadlan mendengar hal itu tersentak. Ungkapan lamaran juga spontan saat itu. Memang benar dia punya perasaan khusus pada Ayla. Fadlan tidak pernah menuntut Ayla menerima dirinya.

"Aku juga salah. Karena melakukan sesuatu yang membuat dia trauma. karena masalah lamaran itu Ayla jadi ikut membenci aku. Maafkan aku, Ay." Wajah sudah basah setelah mendengar penuturan Ayla.

"Kamu yang sabar, Fad. Mungkin bagi Ayla kamu itu tidak lebih dari seorang kakak. Makanya dia lebih memilih kalian tetap bersaudara daripada menjadi pasangan." Dokter Hazard mencoba menenangkan Fadlan.

Selesai terapi, Fadlan lebih banyak diam. Ayla yang kini duduk di kursi belakang motor merasa heran. Tapi dia enggan bertanya, takut pemuda itu tiba-tiba menyinggung soal lamaran.

"Ay, hari ini aku ada urusan sebentar. Kamu istirahat saja di kost. Kita free nggak ada kegiatan di rumah sakit." kata Fadlan datar.

"Kenapa kamu murung dari tadi, Fad?" akhirnya Ayla memberanikan diri bertanya pada Fadlan.

"Tidak apa-apa, Ay. Aku mau pulang kayaknya mau demam."

"Nggak panas, sih. Kamu masih marah soal waktu itu. Maaf, Fad, tapi aku memang tidak punya perasaan apapun sama kamu. Aku lebih nyaman kita seperti ini, sebagai kakak adik walaupun bukan kandung."

"Enggaklah, emangnya cewek di dunia ini kamu doang. Aku kan ganteng, aku dokter, banyak yang antri." Fadlan bicara percaya diri sambil tergelak.

"Aku pergi dulu, Ay. Mau bertemu seseorang."

"Kemana, Fad?"

"Mau tahu aja!" Fadlan menghidupkan mesin motornya. Meninggalkan Ayla yang masih terpaku di pagar tempat kostnya.

*****

Di sepertiga malam, Afan terbangun. Sosok Ayla yang penuh air mata terus mendatangi mimpinya. Di sandarkan tubuhnya pada dinding lapas. Ketiga temannya masih terlelap. Sesekali mengeluh punggungnya yang sakit. Seperti yang sering dia dengar kehidupan lapas itu kejam. Satu minggu pertama dia jadi bulan-bulanan napi senior. Kakinya yang mulus kini banyak bekas siksaan. Petugas lapas hanya melerai sekedarnya.

Sejak dia masuk penjara, Bu Saskia tak pernah absen menjenguk putra semata wayangnya. Tentu dukungan penuh di berikan sang ibu menguatkan Afan. Tak pernah dia mengeluh atas perlakuan di lapas. Ketika Bu Saskia menanyakan memar di kakinya, Afan beralasan kesandung batu. Sementara Pak Cahyadi tidak pernah datang menjenguk hanya mengirim pengacara untuk membebaskan Afan.

"Nak, mama bawa sajadah, sarung dan peci. Ini juga ada Alquran untuk bekal kamu selama di sini." kata bu Saskia.

"Aku kotor, Ma. Rasanya tidak pantas memegang benda ini."

"Yang melihat kamu pantas atau tidak bukan orang lain. Tapi Allah. mama belum menemukan keberadaan Ayla. Dia sudah meninggalkan panti sejak kejadian itu. Dan mama berharap kamu tetap tawakal. Tidak ada manusia yang luput dari dosa. Tapi Allah tahu, mana yang benar-benar mau berubah mana yang cuma topeng saja."

Afan langsung memeluk Bu Saskia. Tangisannya pecah di balik bahu sang ibu.

"Maafkan Afan, Ma. Sudah buat malu keluarga. Papa pasti sudah mencoret aku dari KK. Aku siap apapun resikonya. Tapi kalau soal Ayla, biarkanlah dia menata hidup baru, Ma. Aku tidak mau mengganggu hidupnya lagi."

"Mama sudah memaafkan kamu, Fan. Sekarang kunci dari kasus kamu adalah Ayla dan Bu Ismi. Bu Ismi sudah mengaku kalau dia yang memasukkan minuman kamu. Dan kata Bu Ismi target dia adalah Fadlan. Karena Bu Ismi tidak suka sama Fadlan." cerita Bu Saskia.

"Maksudnya Bu Ismi yang menjebak aku?"

"Jebakan salah sasaran, Fan. Kalau Bu ismi mau menceritakan yang sebenarnya pada polisi mungkin hukuman kamu di ringankan. Sayangnya bu Ismi hanya mengakui di depan polisi kalau memang dia yang memasukkan obat ke minuman kamu. Sementara sama mama dia mengakui semuanya. Bahkan Fadlan pun tahu hal itu. Hanya Ayla yang belum tahu. Nak, Mama akan berusaha meringankan hukuman kamu. Kamu memang sudah melecehkan Ayla dan mungkin kamu sudah mengambil milik Ayla. Tapi bukannya itu tidak di sengaja? jadi ..."

"Cukup, Ma. Biar bukti yang bicara. Aku pasrahkan sama hasilnya saja." kata Afan.

"Mama mau berusaha apapun juga memang aku yang bersalah. Aku harus mempertanggungjawabkan perbuatanku. Tapi jika mama menemukan Ayla, aku mau minta maaf sama dia. Walaupun mungkin dia tidak akan memaafkan aku."

Setelah Bu Saskia meninggalkan lapas. Afan pun sudah duduk di dalam penjara. Membuka beberapa bawaan sang ibu.

"Buat apa kamu bawa alat itu?" tanya teman lapas Afan.

"Kiriman mamaku." jawab Afan datar.

"Uuuh.... Anak mama rupanya. Mama kamu kok nggak mikir ya? Alat itu nggak ada gunanya. Sekali kriminal tetap saja kriminal. Mana ada yang bisa di ampuni sama pezinah kayak kamu."

"Mau kamu nungging 100 kali juga tetap saja sampah masyarakat. Sudahlah terima nasib kamu sama seperti kami." suara tawa terdengar keras di dalam lapas.

Afan tidak memperdulikan ocehan teman-temannya. Dia tetap membereskan barangnya.

"Hai kamu dengar apa tidak kami bicara."

"Wah, Bos. Anak mama ngelunjak kayaknya. Kayaknya bos ajak dia main dulu."

Afan hendak berdiri. Menahan tangannya di dinding. Kakinya masih sakit efek pembullyan beberapa hari yang lalu. Belum sempat tegap paripurna kaki Afan kembali di hadang oleh salah satu temannya. Lelaki itu tersungkur mencium lantai. Belom sempat berdiri lehernya sudah tertahan kaki temannya.

Tubuhnya langsung di tarik menyandar ke dinding. Suara kesakitan Afan menggema di lapas. Tak ada yang membantunya karena jauh dari tempat penjaga.

Secret of Ayla Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang