Tiga Bulan Kemudian
"Sudah pulang kamu,Ay." sapa Bi Lastri pada keponakannya.
"Sudah, Bi. Saya mau kedalam dulu meletakkan tas." pamit Ayla.
"Iya, jangan lama-lama. Itu masih banyak kerjaan di belakang. Saya capek tadi bantu rewangan tetangga sebelah." jawab Bi Lastri.
"Ibumu itu, Ya. Keras kepala sekali, kalau dia nerima lamaran pak Tejo pasti kalian tidak akan luntang-lantung kayak gini. Kamu juga, Ay. Coba kalau kamu nggak kabur dari nikahan si Bahar, sudah enak hidup kamu. Biarin dia punya banyak istri, biasanya istri muda itu paling di sayang." Bi Lastri terus mengoceh.
Bi Lastri adalah adik dari ibunya, Ismi. Beda ibu satu ayah, seingat Ayla kakek emang suka nikah. Istrinya saja ada 7. Ada empat istrinya sudah almarhum. Bu Ismi anak dari istri ketiga, sang nenek sudah meninggal dunia ketika Ayla SMA. Sementara neneknya pihak Bu Lastri masih hidup, yang katanya istri ke lima dari kakeknya. Sekarang tinggal bersama anak yang lain.
Ayla hanya menganggap celotehan bibinya seperti angin lalu. Sekedar di iya kan, jangan di bantah. Meskipun dalam hatinya sudah greget. Mengingat dia hanya menumpang. Di kamar dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Sesekali menarik nafas dalam-dalam.
Ayla baru selesai membersihkan diri tubuhnya terasa lelah. Akan tetapi melihat rumah bibinya berantakan, mau tidak mau dia tergerak untuk bekerja.
Sudah dua bulan dia bekerja di perusahaan PT. Madu berkah. Saat ini jabatannya sebagai asistennya Theresia, sang manajer. Ayla juga melihat kedekatan antara atasannya dengan sang manager. Walaupun dia menebak ada hubungan antara keduanya. Dia hanya berani menebak dalam hati saja.
Selesai membersihkan rumah. Dari mengepel hingga memasak untuk Paklik dan bibinya. Mereka punya anak lelaki yang jarang di rumah. Selama Ayla di sana, anaknya yang bernama Banda cuma tiga kali menampakkan diri. Apalagi Banda di kenal pemalas. Ayla berjanji jika punya uang lebih akan mencari kontrakan.
"Ibuuuuuk!"
Baru saja dia akan memejamkan matanya. Sudah di kagetkan dengan suara Banda. Ayla memilih mengunci pintu dari pada keluar melihat sepupunya. Dari celah pintu dia melihat Banda berjalan terseok-seok. Tebakannya adik sepupunya tengah mabuk. Dalam bayangan Ayla teringat bagaimana Afan masuk ke kamarnya.
Saat ini Ayla memilih bersembunyi di bawah ranjang tempat tidur. "Ibu, aku takut." isaknya berusaha mengecilkannya volume.
Ibu yang harusnya jadi pelindung bagi dirinya ternyata malah menjadi jurang. Terbayang dalam ingatannya bagaimana sang ibu melakukan hal itu. Alasannya supaya bisa punya mantu kaya. Padahal mereka bisa terpuruk karena ulah pak Cahyadi.
Keputusannya sudah bulat. Dia akan membuka lembaran baru. Nekat merantau yang selama ini tidak bisa dia lakukan. Karena sang ibu tidak bisa di tinggalkan. Akan tetapi setelah kasus itu, Ayla kembali merancang keinginan melanjutkan cita-citanya.
Rasa kantuk kembali menyerangnya. Tanpa terasa Ayla pun tertidur di bawah di tempat tidurnya. Seakan ada yang menembus dalam dunia tidurnya.
Matahari terbit di ufuk timur. Suara kokokan ayam membuat gadis itu kalang kabut. Bagaimana tidak? Sekarang sudah jam tujuh pagi. Sementara jam segitu harus sudah tiba di pabrik.
Ayla meringis setelah kepalanya tertabrak lapisan dipan. Tangannya menggesek ke pucuk hijab. Lalu mengambil handuk.
"Enak banget baru bangun sekarang, Ya?" Ayla kaget di depan pintu kamar Bi Lastri sudah patroli.
"Maaf, Bi. Saya sudah terlambat ke kantor." Ayla langsung masuk ke kamar mandi. Tanpa memperdulikan reaksi bibinya.
"Ini sudah jam berapa, Ayla? Jam segini kau baru mau ke kantor. Oh iya sudah kau menghubungi ibumu. Tanya kek kabarnya, kasihan ibu kau meringkuk di penjara. Hanya karena dia mau kau menikah dengan pemuda kaya!"
BRAAAAKK!
Bi Lastri kaget Ayla membuka pintu kamar mandi terdengar keras. Dua wanita beda generasi itu saling melempar pelototan. Mulut Ayla masih penuh dengan busa odol.
"Bisakah bibi tidak membahas soal itu? Saya pergi ke Jakarta untuk membuka lembaran baru. Tapi bagaimana bisa bibi terus membahas hal yang sama. Apa aku menjadi beban buat bibi selama disini? Kalau begitu bibi tenang saja. Dalam satu bulan ini saya akan pergi dari tempat bibi."
Aduh kalau Ayla pergi siapa yang akan membereskan rumah. Jangan sampai nanti aku yang bekerja sendiri. Lagian pekerjaan Ayla lebih rapi daripada pekerjaanku. batin Lastri.
Ayla selesai membersihkan diri. Duduk sejenak di sudut ranjang membuka gawainya. Sepertinya dia sudah terlambat untuk masuk ke kantor. Dia harus izin untuk alasan tertentu.
"Tapi kasih alasan apa? Masa aku kasih alasan karena kesiangan?" gumam Ayla.
Ayla tersentak saat gawainya bergetar. Dia harus menelan salivanya saat tahu siapa yang menelepon.
"Mika, kenapa kamu belum datang ke kantor?"
"Maaf, mbak Rini. Saya ada urusan keluarga. Tolong bilang sama Bu Echa." pinta Ayla.
"Urusan keluarga apa?" tanya Rini.
"Saya .. Saya harus pulang ke Jogja. ibu saya sakit." Ayla tidak enak harus mencari alasan bohong. Memang ibunya sakit, tapi dia tidak ada rencana ke Jogja.
"Wah saya kurang tahu apa pak Panji memberi izin atau tidak. Tadi pak Panji minta kalau kamu sampai dia suruh kamu ke rumah sakit. Hari ini sepupunya di berangkatkan ke Shanghai. Harusnya kemarin, tapi ada prosedur yang harus di selesaikan. Apa kamu bisa menunda keberangkatan ke Jogja? nanti saya share lock alamatnya."
"Bu Echa tadi mabuk. Makanya pak Panji minta kamu yang ikut bantu dia. Nanti pak Panji menunggu kamu di sana."
"Maaf, mbak Rini bukan mau kepo. Mbak Echa dan pak Panji itu ...."
"Mereka suami istri, Mika. Astaga kamu tidak tahu hal itu."
"Maaf, Mbak Rini saya baru tahu. Terimakasih informasinya. Saya akan usahakan kesana." Dari seberang sana Rini sudah memutuskan sambungan telepon.
****
"Mas kenapa gampang percaya sama anak baru itu?" protes Echa pada suaminya.
"Maksudnya gimana, Sayang. Kalau yang kamu bilang itu Mikayla kan bidang dia sesuai dengan perusahaan kita. Apalagi dia orang Jogja. Kalau dari profilnya dia bertetangga desa dari tempat kita." kata Panji.
"Hanya karena dia satu desa dengan kita? bukan karena hal yang lain. Ini sekarang dia tidak masuk kerja, masa masih dua bulan kerja udah izin pulang kampung." Nada suara Echa terdengar semakin sinis.
"Ehmmm... Jadi dari tadi kamu menceritakan soal Mikayla karena cemburu. Uluh .... uluh istriku kalau cemburu makin cantik." Panji mencubit pipi istrinya.
Echa tidak mudah tergoda rayuan gombal suaminya. Dengan cepat dia menghindar ketika Panji hendak memeluknya. Entahlah sejak dia hamil bawaannya curiga terus pada Panji. Apalagi Panji tipe gampang ramah pada semua orang termasuk pada para wanita.
Echa berjalan menuju ke ruangan tempat dia bekerja. Statusnya selain istri juga sekaligus manajer di kantor suaminya. Dulu dia adalah sekretaris Panji, hingga akhir menikah dengan Panji setelah Afan membatalkan pernikahan mereka.
"Aku harus cari tahu siapa si Mikayla itu." Tekad Echa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Ayla
Literatura FemininaSetelah pelecehan yang dilakukan oleh kekasihnya, Ayla mengalami trauma yang sangat berat. Terlebih ketika Ayla mengetahui ada keterlibatan ibu kandungnya sendiri, membuat Ayla jatuh dalam keterpurukan. Di dampingi orang-orangan yang menginginkan ke...