"Ibu rasa kamu harus membuka hati kembali pada Afan." kata Bu Ismi ketika Ayla baru sampai di kamar.
Ucapan ibunya tentu membuat Ayla kaget. Bagaimana mungkin dia bisa memaafkan setelah semua yang mereka alami. Bagaimana mungkin dia kembali membuka hati pada Afan setelah membawa kabur uang mahar yang di berikan Bu Cahyadi.
Tidaklah ibunya merasa malu pada Afan dan keluarganya?
"Ibu ngomong apa sih? Ibu jangan lupa kak Afan meninggalkan aku setelah dia melamar aku. Dia memilih wanita lain yang mungkin derajatnya lebih baik dari kita.
Dan ibu sudah menggunakan uang mahar dari Bu Saskia. Masih untung mereka tidak menjebloskan kita ke penjara, Bu." kata Ayla.
"Maka dari itu sebagai gantinya kamu terima lamaran Afan, Nak. Kamu akan ikut ke Kalimantan, jabatan Afan sudah mapan. Hidup kamu akan terjamin, Ay." kata Bu Ismi.
Ayla malah pergi meninggalkan kamarnya. Niatnya untuk istirahat menjadi urung. Sedari dulu ibu nya selalu begitu, memandang segala sesuatunya dari materi.
Ayla memilih duduk di dalam mushola milik panti. Pandangannya berarah pada mukena terlipat rapi dalam lemari musholla. Kakinya melangkah menuju pintu di samping kanan.
****
"Assalamualaikum," sapa Fadlan di depan teras panti.
Hari ini jadwal Fadlan untuk terapi kaki Ayla. Tentu dia akan menepati janjinya akan membantu Ayla sampai sembuh. Suara decitan pintu menandakan ada yang menyambutnya. Tampak wanita paruh baya yang sangat dia hormati berdiri di hadapannya.
"Ibu," Fadlan menyalami ibu angkatnya. Meskipun dia tahu Bu Ismi tidak pernah suka padanya sejak kecil.
"Oh, kamu, Fad. Kebetulan kamu datang. Ibu boleh bicara sama kamu." Nada suara Bu Ismi masih sama seperti biasanya. Dingin dan datar. Tak pernah Fadlan mendapati wanita itu senyum padanya.
"Baik, Bu. Kita ke dalam."
"Kita bicara di sini saja. Kalau di dalam Ayla dengar." kata Bu Ismi.
"Baik, Bu." Fadlan dan Bu Ismi sudah duduk berdampingan di kursi panjang berbahan rotan.
"Saya berterimakasih kamu mau membantu pengobatan Ayla sampai sembuh. Kamu itu lelaki yang baik, Fad. Tapi maaf kalau ibu belum bisa sepenuhnya menerima kamu sebagai anak angkat. Ibu langsung ke inti pembahasan. Kalau Ayla sudah sembuh kakinya, saya minta kamu jangan sering mendatangi Ayla."
"Kenapa, Bu? Saya sudah menganggap Ayla ..."
"Saya tahu kamu suka sama Ayla. Memang hati tidak bisa di paksa. Tapi kamu tahu kan cinta Ayla itu untuk siapa? Untuk Taufan. Nak Taufan sedang berusaha memperbaiki hubungannya dengan Ayla. Ibu mohon sama kamu, jangan ada perasaan apapun pada Ayla."
"Saya tidak punya perasaan apapun pada Ayla. semua murni sebagai saudara, rasa terimakasih saya pada bapak. Saya janji tidak akan punya perasaan apapun pada Ayla, asalkan saya tetap berada di sisi kalian. Hanya kalian keluarga saya, orangtua dan kakak saya sudah tiada." kata Fadlan mengiba.
Percuma saja, toh Bu Ismi tetap melempar pandangan ke arah lain. Sebenci itu kah Bu Ismi kepadanya.
"Loh, pak dokter masih disini. Bukannya ini hari minggu? nggak istirahat saja dulu. Kalau soal Ayla kan masih banyak yang bantu di sini." sapa Rahma melihat Fadlan dan Bu Ismi duduk di teras depan.
"Saya bosan di kontrakan. Mending saya di sini selain bisa kerja, bisa main sama anak-anak juga. Tidak apa-apa, Kan mbak Rahma."
"Tidak apa-apa, Dok. Saya malah senang kalau anak-anak ada temannya. Saya permisi dulu, pak dokter. Mau ke dapur.
Eh, maaf Bu Ismi, bisa bantu saya sebentar di dapur. Bu Saskia minta maaf buat acara subuh besok. Ada kajian dari kyai ternama."
Ismi pun pamit pada Fadlan, mereka melenggang meninggalkan teras panti. Sedangkan Fadlan masuk ke dalam untuk meneruskan urusannya pada Ayla.
Pemuda itu tidak menemukan Ayla di kamarnya. Bergegas dia mencari keberadaan adik angkatnya. Kaki Ayla belum kuat untuk berjalan, masih di bantu sama tongkat penyangga kaki.
"Ayla mana?" tanya Fadlan.
"Oh kak Ayla, tadi katanya mau ke kolam tidak jauh dari sini." kata Bu Sari, pekerja dapur panti.
"Sama siapa? Ayla kan belum bisa jalan jauh." ucap Fadlan khawatir terjadi sesuatu pada Ayla.
"Saya kurang tahu, Dokter. Maaf saya mau kerja." pamit Bu Sari.
Langkah Fadlan langsung menuju tempat yang di maksud Bu Sari. Kolam yang cukup jauh dari lokasi panti. Menurutnya aneh Ayla bisa sendirian pergi ke tempat itu.
Fadlan menemukan Ayla tengah merenung sembari memasukkan kakinya di dasar Empang.
"Ay," panggil Fadlan.
"Eh, kok tahu aku disini? ibu yang bilang ya?" tebak Ayla.
Fadlan hanya mengangguk kecil. Dia pun ikut menenggelamkan kakinya di dasar Empang.
"Kamu ingat, Fad. dulu ibu suka sewot kalau kita pergi berdua ke Empang pak Tohir. Padahal kita nyusul bapak yang sering mancing di sana."
"Iya, aku ingat."
Tentu dia ingat bagaimana Bu ismi yang cemas dan menyalahkan dirinya. Fadlan sering kena hukuman tidak di ikut serta kan makan malam. Tapi ketika pak Yatmo pulang, dia kembali di perlakukan dengan baik di depan bapak angkatnya.
"Kamu jangan harap saya mau jadi ibumu. Suami saya membawa kamu karena kasihan saja, tapi ingat sejak kamu tinggal sama kami, suami saya malah terbagi prioritas. Harusnya lebih ke Ayla bukan sama kamu."
Fadlan saat itu masih berusia 10 tahun. Hanya diam saja setiap Bu Ismi bersikap ketus padanya. Saat itu dia hanya berpikir seburuk-buruknya sikap seorang ibu. Pasti ada terselip kasih sayang.
Sama seperti ibunya yang sering marah-marah. Tapi kalau di depan Fadli, sang kakak, ibu baik sekali.
"Fad," sapa Ayla.
Fadlan menyeka air matanya. Sesekali dia tersenyum di depan Ayla.
"Kamu nangis? Ih pak Dokter kok cengeng." tawa kecil Ayla. Tangan Ayla mengusap wajah Fadlan melalui sapu tangan.
"Jangan nangis entar hujan kan berabe." kata Ayla kemudian.
Keduanya saling melempar senyum.
"Terimakasih, Ay. Kamu selalu ada buat aku."
"Kita keluarga kan? bukannya harta terindah adalah keluarga. Kamu jangan sungkan cerita apapun masalahnya sama aku. Punya kakak yang selisih enam bulan saja aku sudah senang."
"bagaimana dengan Afan?" tanya Fadlan kemudian.
"Entahlah, aku tidak mau bahas soal dia dulu." ucap Ayla.
Fadlan memandang langit sudah mulai gelap. itu tandanya mereka harus meninggalkan Empang. Pemuda itu berdiri sambil memapah Ayla. Tongkat penyangga milik Ayla dia pegang.
"Fad, ngapain?"
Fadlan membungkukkan badannya. Meminta Ayla untuk naik ke punggungnya.
"Sepertinya mau hujan. Sementara panti masih agak jauh, jadi kamu naik ke punggungku saja." kata Fadlan.
"Tidak usah, aku kan ada tongkat. Kalaupun kehujanan ya tidak apa-apa. Paling juga basah kuyup. Kalau aku naik ke punggungmu, tetap saja kita bakal basah." tolak Ayla.
"Kalau kamu sakit dan ada apa-apa, aku yang akan di omeli ibu." sahut Fadlan.
Mendengar ucapan Fadlan, dia pun memilih naik ke punggung kakak angkatnya. Dia juga kasihan lihat Fadlan yang jadi sasaran kemarahan Bu Ismi.
"Sebagai kakak aku masih bertanggung jawab sama kamu dan ibu. Itu janjiku pada bapak Yatmo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret of Ayla
ChickLitSetelah pelecehan yang dilakukan oleh kekasihnya, Ayla mengalami trauma yang sangat berat. Terlebih ketika Ayla mengetahui ada keterlibatan ibu kandungnya sendiri, membuat Ayla jatuh dalam keterpurukan. Di dampingi orang-orangan yang menginginkan ke...