Part 7

11 7 0
                                        

Setelah acara selesai Ayla kembali ke kamarnya. Sudah masuk jam enam pagi dan bahkan sudah lewat jamnya lima belas menit.

Pertama saat membuka jendela Ayla membulatkan matanya melihat siapa yang berdiri. Seorang lelaki membelakanginya. Menatap langit pagi sambil duduk di salah satu dahan kayu buntung. Ayla meletakkan mukenanya, belum lima menit dia berbalik lelaki itu sudah berdiri di hadapannya. Dengan sigap Ayla menutup jendela, tangan kekar itu lebih cepat dan bahkan melompat dari jendela.

"Kak, ini kamar anak perempuan. Nanti kalau ada yang lihat..." Ayla berjalan mundur sementara Afan terus mengikuti langkahnya.

"Aku tidak peduli! Mau mereka menggerebek kita atau mungkin aku harus melakukan hal yang nekat supaya kamu tidak menghindar lagi."

"Jangan gila, Kak Afan!" Ayla masih mencoba menghindar dari sikap Afan yang membuatnya takut.

"Aku sudah gila, Ay! gila karena sikap kamu yang nggak jelas. Kamu menghindar tapi nempel terus sama Fadlan. Kalau memang aku punya salah sama kamu, kita perbaiki. Tapi jangan kamu yang gatal sama ..."

PLAAAAK!

"Kakak pikir aku perempuan apa! Hah! Aku dan Fadlan itu sudah seperti saudara. Bukankan kakak tahu itu sejak dulu. Lalu kalau kakak tidak suka jika aku bersama Fadlan, bagaimana dengan kak Afan yang malah memilih perempuan lain untuk di nikahi? Apa kakak pikir aku tidak sakit! Hah! Sekarang semuanya sudah selesai. Aku tidak mau berurusan dengan anda!"

"Oh, begitu! Jangan salahkan kalau aku nekat!" Afan mendorong Ayla keatas ranjang. Belum sempat Ayla bangkit, Afan sudah mendekap tubuh gadis itu. Sebisa mungkin Ayla melepaskan diri. Dia merasa nafas Afan bau alkohol.

"Sejak kapan kakak minum! Kak Afan yang aku kenal kuat agama." ucapnya saat Afan menggerayangi lehernya.

"Toloooong!" pekik Ayla.

"BANGSAT!"

BUUUUUGHHHH!

****

Ayla masih berusaha mempertahankan mahkotanya. Dia memang mencintai Afan. Akan tetapi bukan berakhir menyerah dirinya sebelum waktunya. Dia mau menyerahkan seutuhnya di waktu yang tepat, di mana lelaki yang jadi suaminya nanti.

Tangan Afan semakin kuat. Bahkan menarik kancing daster batik yang di kenakan Ayla. Suara decakan ketika Afan menikmati leher indah Ayla. Sementara tangan Afan sudah menelusup ke dalam daster Ayla. Air mata Ayla menetes.

"Kak, jangan lakukan ini!" suara rintihan Ayla terdengar bergetar. "Tolong lepaskan aku, Kak Afan. Jika kakak mencintai aku, seharusnya kakak menjagaku bukan merusak ku." Afan menghentikan aksinya. Lelaki itu tersenyum, lalu kembali melanjutkan aksinya.

"Aku harus melepaskan diri apapun yang terjadi!" batin Ayla. Seketika dia menendang selangkangan Afan. Sebelum lelaki itu lebih jauh lagi melakukan aksinya. Untungnya Afan belum sempat menjamah mahkotanya.

"Tolong!" Ayla teriak sekuat mungkin.

Afan bahkan tidak peduli dengan teriakan dari Ayla. Ayla yang hendak berlari meninggalkan kamar kembali di tarik dengan Afan. Semakin lama semakin beringas.

"Aku benci sama kamu kak Afan!" tatapan Ayla semakin menampakkan kebencian. "Aku tidak akan mau mengenal kamu lagi! kamu apa bedanya sama pak Cahyadi, nggak ada! anak sama bapak sama saja. Bapakmu menghalalkan segala cara untuk menolak aku sebagai calon menantunya. Dan kamu malah menghalalkan segala cara untuk memiliki aku. Tidakkah kamu bisa melakukan sesuatu dengan kepala dingin!"

"Dan kamu juga tidak pernah mendengarkan penjelasan aku, Ayla. Kamu juga tidak pernah memberikan aku kesempatan memperbaiki semuanya. Kamu malah nempel terus menerus dengan Fadlan." Ayla masih tetap berontak. Dia tidak peduli bajunya.

GUBRAAAK!

Suara dobrakan pintu tak membuat Afan kaget. Dia masih sibuk menempelkan tubuhnya pada Ayla. Sebuah tangan menarik baju Afan dari belakang. Bukan hanya sosok itu, beberapa orang di panti mencoba memegang Ayla yang sudah ketakutan. Mereka menenangkan Ayla sambil menutupi tubuh Ayla dengan handuk.

"Tolong panggil Bu ismi!" pekik Rahma. Salah satu anak panti langsung keluar mencari ibu Ismi di kamarnya. Sayangnya mereka tidak mendapati wanita itu disana. "Mungkin di musholla," tebaknya. Kaki itu berlari melangkah ke arah mushola. Benar saja bu Ismi ada disana.

"Bu, ibu!" pekik anak panti.

"Iya, ada apa, Nak Nita." jawab Bu ismi sambil merapikan berserapa gelas di meja dekat musholla.

"Ini, Bu. Mbak Ayla,... Mbak Ayla di perkosa sama kak Afan." pekik Nita. Semua yang ada di mushola kaget. Mereka kenal Afan yang santun kenapa bisa melakukan hal asusila. Semua orang mengikuti Nita dan Bu Ismi.

Ismi langsung memeluk putrinya. Tampak Ayla masih ketakutan setelah kejadian tadi. Sebagai ibu dia mencoba menenangkan putrinya. Menuntun Ayla meninggalkan tempat kejadian.

"Bu, Ayla benci sama kak Afan! Tega dia berbuat seperti ini sama aku." tangis Ayla pecah di pelukan ibunya.

"Dari awal ibu sudah bilang, kasih dia kesempatan menjelaskan permasalahan yang sebenarnya. Bu Cahyadi sudah cerita kalau Afan di paksa ayahnya menerima calon pilihan mereka. Jadi semua bukan kemauan Afan." kata Bu Ismi.

Ayla tadinya menyandar di bahu sang ibu, kini menjaga jarak. Bisa-bisanya sang ibu malah membela orang lain daripada anaknya sendiri.

"Ibu kenapa malah membela kak Afan? ibu apa tidak lihat bagaimana dia melakukan ini sama aku. Untungnya dia belum mengambil mahkotaku. Kalau tidak.." Ayla masih tergugu.

"Ibu tidak lupa bagaimana pak Cahyadi mengancam kita. Kata ibu dia punya andil membuat kita luntang lantung seperti ini. Aku sudah berusaha menghindari kak Afan, aku tidak masalah kalau ada yang mencelakai ku. Tapi aku tidak ingin ibu kena imbasnya."

Fadlan menyeret Afan tanpa ampun. Tubuh Afan sudah babak belur di hajar sama Fadlan. Siapa yang tidak emosi melihat saudaranya di lecehkan. Fadlan langsung menghempaskan tubuh Afan di lantai kamar mandi. Lelaki itu mengguyur air tanpa ampun.

Afan lemas seketika saat di guyur air. Beberapa saat kemudian dia sudah tak sadarkan diri. Melihat hal itu Fadlan langsung mengangkat tubuh Afan. Membawa lelaki itu ke kamar lain.

"Afan di bawah pengaruh obat perangsang. Dan sepertinya ada campuran alkohol di minumannya." kata Fadlan pada orang-orang di sekitarnya.

"Kok bisa. Tadi saya masih bisa melihat setelah sholat subuh. Dia duduk menikmati teh hangat. Setelah itu dia pergi entah kemana." jelas yang lain.

"Aku merasakan nafas Afan yang tidak biasa. Bukan sesak nafas karena masalah paru-paru. Tapi seperti degupan tinggi dari jantungnya. Itu yang aku nilai dengan apa yang terjadi pada Afan." jelas Fadlan. Semua yang berada di lokasi hanya menganggukkan kepalanya setelah mendengar penjelasan Fadlan.

"Jadi bagaimana ini? Apa kita arak saja mereka berdua?" kata yang lainnya.

"Jangan! kalau mau diarak. Lelaki ini saja. Ayla itu korban." kata Fadlan.

"Lah, kenapa dia tidak berontak tadi? Kan bisa saja dia kabur saja." celetuk yang lainnya. Sebagian setuju kalau Ayla tidak ikut diarak keliling kampung. Sebagian setuju kalau sepasang yang dianggap mesum pun harus di arak bersama.

"Karena lelaki jauh lebih besar dari tenaga perempuan."

"Panggil, perangkat desa dulu." kata Rahma. "Saya sudah menghubungi Bu Saskia untuk kesini. Biar dia dan Bu Ismi rembuk bersama jalan keluarnya. Tadi Bu Ismi kalau Afan dan Ayla di nikahkan saja tidak masalah." tambah Rahma.

"Bu Ismi minta mereka menikah? Apa dia tidak memikirkan bagaimana kondisi Ayla saat ini?" Fadlan kaget.

"Saya tidak tahu pak dokter. Saya hanya menyampaikan apa yang Bu Ismi bilang tadi. Saya lihat Ayla sudah tertidur tadi." Rahma meninggalkan Fadlan di depan pintu kamar.

"Kenapa aku merasa ada yang janggal?" batin Fadlan.

Secret of Ayla Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang