Park 12

12 3 1
                                    

Malam terasa semakin dingin. Tentu membuat siapapun yang merasakannya pasti hanya ingin berbaring di tempat tidur. Tapi nyatanya, mata bening itu tidak mampu memejamkan indera penglihatannya. Bahkan sekuat tenaga dia ingin tidur tetap saja tubuhnya tidak mau diajak kompromi.

Dia melangkah ke sudut ranjang yang berukuran kecil. Beberapa barang yang di fasilitasi Fadlan, kakak angkatnya sekaligus sahabatnya. Lelaki yang sudah banyak berkorban dari waktu hingga jasmani. Tapi untuk cinta, dia mengakui belum tergerak membuka hati pada dokter tampan itu.

“Kak Mika,” sapa seorang gadis muda di depan pintu kamar kostnya.

“Eh, Sona. Masuk Son.” Ajak Ayla.

Gadis yang di panggil Sona itu melangkah mendekati di mana Ayla duduk. Tampak suasana kamar temannya yang rapi dan adem. Sona adalah mahasiswa semester awal di salah universitas swasta dekat kost mereka. Aslinya dari sumatera datang ke Jawa untuk menimba ilmu.

“Kak Mika sudah sehat?”

Ayla hanya mengangguk kecil. Walaupun kedatangan tamu tak membuat dirinya menghentikan aktivitasnya.

“Kak Mika katanya dapat panggilan kerja di Jakarta, ya.” Lagi-lagi Ayla mengangguk kecil.

“Sepi dong. Kenapa tidak di sini saja? Kasihan pak dokter kalau kakak jauh.” Cerocos Sona.

Ayla hanya tersenyum kecil. Sudah banyak yang meminta dirinya menerima Fadlan. Tentu bagi mereka Fadlan itu lelaki ideal bagi semua wanita. Baik, Sholeh, tampan, tapi tetap saja Ayla masih butuh waktu untuk membuka hati.

“Ya, enggaklah. Dia sudah dewasa.”

jawab Ayla sambil menyelesaikan beberapa barang yang akan di packing.

"Kapan wawancaranya kak?"

"Jumat, Rabu besok kakak sudah meninggalkan kostan ini."

"Pak dokter sudah tahu?"

"Sudah," kilah Ayla. Dia terpaksa berbohong karena tidak mau menambah pikiran Fadlan.

"Owh, kakak hari ini mau kemana? Aku suntuk di rumah terus. Kali aja kak Mika mau ajak aku jalan gitu?" tawar Sona.

"Nanti sore mau? Aku mau beli beberapa barang untuk oleh-oleh tempat familiku. Nggak enak datang dengan tangan kosong."

"Emang kak Mika mau nginap di rumah saudara? Enakan kost kak. Nggak terkekang sama aturan rumah orang. Aku sebenarnya punya adik ayah di Retno Dumilah. Tapi ya itu tadi, aku malas campur sama mereka." keluh Sona.

"Orang itu tergantung bagaimana kita menyesuaikan diri dalam lingkungan. Kalau kita ringan tangan, enggak mengeluh, tahu diri pasti mereka senang menerima kita." kata Ayla sambil melipat bajunya untuk di masukkan ke koper.

"Maaf, kak Mika boleh saran? Aku ngelihat pak dokter sayang sama kak Mika. Ya memang hati tidak bisa di paksa. Yang jalani kak Mika dan pak dokter. Tapi apa salahnya di jalani saja dulu. Siapa tahu cinta itu datang dengan seiring waktu.

"Kadang segala sesuatu tidak harus sesuai keinginan kita kak. Aku ngomong gini jujur gemes sama kak Mika. Nolak tapi menerima apa yang di beri sama pak dokter. Kalau tidak mau buat sikap tidak mau." Ayla hanya menarik nafas dalam-dalam. Gadis itu bahkan bisa berpikir luas dari dirinya. Tapi kenapa dia tidak bisa berpikir seperti ucapan Sona. Karena hati tidak bisa berbalik seperti membalikkan telapak tangan.

"Aku takut kehilangan sosok seperti Fadlan. Aku takut kalau cinta bisa merubah semuanya. Dari sahabat tiba-tiba jadi pasangan. Marah, cemburu di kekang tidak enakan. Semua akan terjadi, Sona. Dan hubungan seperti itu malah akan memperburuk keadaan. Itu yang aku takutkan." kata Ayla.

Secret of Ayla Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang