[CHAPTER 25]

10.1K 881 60
                                    

"Namamu siapa?" Kak Lizza menjadi orang pertama yang ngajak gadis itu berbicara, setelah hampir lima menit kami menunggu Mbak Mega sadar, dan menunggu tangisan gadis itu yang tak kunjung mereda.

Gue nggak tau kenapa dia nangis sehisteris dan sampai kayak gitu. Soalnya, terakhir kali kayaknya gue nangis sampai sesak nafas begitu adalah ketika kucing kesayangan gue mati kelindas motor, itupun kejadiannya waktu gue masih SD 5. Selama seminggu, tiap gue ngeliatin kucing, gue selalu nangis kejer. Mana di lingkungan rumah gue kucingnya bejibun! Waktu mau pindah ke kosan pun, gue nangis sih, tapi nggak nangis sampe kayak gini.

"Hiks, hiks, Ta—hiks—ma ... hiks...."

"Tahi apa katanya?" bisik Kak Shakira ke Kak Bella, yang langsung dapat tepokan di paha. Tepokan Kak Bella yang maha pedas itu pasti bakal ninggalin jejak telapak tangan di paha Kak Shakira.

"Coba, tenangkan dulu dirimu." Kak Lizza udah berusaha ngasih aba-aba, tapi gadis itu malah menangis makin kencang.

"Aduh, gimana ini? Dia malah makin nangis." Kak Aira panik.

Gue nggak tau kenapa dia nangis. Nggak mungkin diapa-apain sama Mbak Mega kak? Wong Mbak Mega cuma liatin aja udah KO duluan. Boro-boro mau ngapa-ngapain di depan pintu, di ruang terbuka pula.

Shannon yang baru saja selesai chat bo-nyoknya, yang daritadi duduk di sofa, akhirnya langsung menghampiri gadis itu dan mengelus kepalanya pelan. "Kenapa? Apanya yang sakit?"

Dasar Shannon, ekstrovert banget.

Tapi gadis itu masih menangis, terlihat ingin menjawab pertanyaan Shannon, tapi sulit karena nafasnya masih sesak.

Shannon menepuk-nepuk bahunya. "Gapapa kok, tarik nafaaaaaas, lepaaskaaaaaan. Tarik nafaaaaas, lepaskaaaaaaan."

Gadis itu akhirnya mulai tenang karena mengikuti instruksi Shannon. Gue nggak nyangka harus mengakui ini, tapi Shannon emang gampang banget dapat soft spotnya semua orang. Maksud gue, siapapun yang kenal sama Shannon, pasti bakalan sayang banget sama dia.

Kak Lizza memulai kembali wawancaranya setelah melihat gadis itu sudah sedikit lebih tenang.

"Namanya siapa?" tanya Kak Lizza.

"Tama ... Ra," jawabnya.

"Tamara, ya?" tanya Kak Lizza, yang bikin dia akhirnya mengangguk. "Tamara kenapa malam-malam ke sini?"

"Mau ... nyari Kak Irama..." jawabnya.

"Oh? Kamu adiknya Irama?" tanya Kak Lizza, yang kemudian dibalas anggukan oleh Tamara.

OH, jadi ini adiknya Irama-Irama itu!

"Tapi ..., kata kakak tadi, Kak Irama ... udah nggak di sini ya?" tanyanya sambil melirik ke Mbak Mega yang pingsan.

"Iya, memangnya Irama nggak cerita, ya?" tanya Kak Shakira.

"Kak Irama ... sudah hampir nggak pernah hubungin Mama," jelas Tamara.

Buset, aku tau kalau Kak Irama ini memang orang yang liar, tapi masak sampai seliar ini sampai nggak ngabarin orang rumahnya?

"Irama-nya lagi di luar negeri sekarang," sahut Kak Aira, bikin Tamara hampir nangis lagi, bikin Kak Aira cepat-cepat nambahin, "T-t-tapi katanya dia bakal pulang lagi kok dalam empat bulan." 

"T-terus .... kalau Kak Irama nggak di sini ... aku harus kemana?" tanya Tamara dengan berkaca-kaca.

Kami semua hanya bisa saling bertatapan dengan bingung. Yang punya kosan masih pingsan (kebiasaannya kalo lihat susu gede), dan kami nggak mungkin juga sembarangan membuat keputusan untuk menampungnya tanpa persetujuan Mbak Mega.

KOSAN MEGA [GXG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang