Selamat membaca!! ❤️
"Enak?" Tanya Nathan sambil mengelap bibir Rina yang belepotan akibat terlalu semangat makan bubur jagung kesukaannya.
Sudah beberapa waktu semenjak Rina dan Nathan tidak tinggal serumah, Rina sudah tak pernah memakannya lagi. Rasa manis dan creamy dari bubur tersebut membuat Rina ingin menyuapkannya ke mulutnya lagi dan lagi.
"Banget. Udah lama gak makan karena gak ada yang dititipin lagi." Sindir Rina sambil melirik Nathan.
Nathan tertawa. "Kan udah waktu itu dikirimin?"
"Beda Nathan, bedaaa. Itu namanya sup jagung kalau kamu gak tau." Balas Rina kesal.
"Gitu ya." Jawab Nathan seadanya sambil tertawa geli. Matanya masih terus memperhatikan Rina yang mengomel perihal bubur jagung. Lucu sekali, pipinya mengembung begitu juga dengan perutnya, Nathan gemas sekali.
"Kenapa kamu gak mau tau jenis kelamin bayinya sekarang?" Tanya Rina pada Nathan. Kemudian mendorong mangkuk kosong itu ke sisi kosong di sebelah kanannya.
Dokter sudah menginformasikan kepada mereka sejak usia kandungan Rina jalan lima bulan jika mereka bisa mengetahui jenis kelamin bayinya, namun Nathan menolak untuk tau saat itu, membuat Rina bertanya-tanya.
"Ya gak ada alasan penting sih, lagipula apa bedanya anak perempuan dan laki-laki, yang penting kami hidup bahagia aja nanti." Ujar Nathan sambil tersenyum, terlihat sangat tulus mengungkapkannya.
Rina tersentuh dengan perkataan Nathan baru saja, betul katanya, tidak terlalu penting mengetahui jenis kelaminnya, yang penting terlahir sehat dan bahagia.
"Jadi kamu gak usah khawatir ya, Rin. Aku janji bakalan bahagiain dia. Apa yang pernah kamu alami, aku janji, aku gak akan pernah biarin itu terjadi sama dia." Nathan meyakinkan Rina.
Rina mengangguk dan tersenyum.
"Aku gak sabar banget dia lahir, kalau cewek nanti aku mau belajar cara kuncir rambut lucu di youtube, pasti gemes banget nanti aku kuncir terus aku pakein jepit sama pita." Oceh Nathan bersemangat. "Kalau cowok, ngapain yaa.. main bola? Udah biasa, atau aku ajak duel di ring aja?"
"Sembarangan banget." Rina berkomentar.
"Cowok, Rin, harus kuat, harus bisa berantem, biar bisa jagain ibunya dari orang jahat. Eh..."
Nathan langsung sedih ketika teringat bahwa kesepakatannya dengan Rina hanya sampai bayi itu lahir saja. Bahkan Rina tak menginginkan anak itu kenal dengannya. Bahkan jika anak itu kelak ingin melindungi ibunya, dia tak akan tau yang mana ibunya.
"Maaf." Ujar Nathan akhirnya, Nathan bodoh, mengapa seolah-olah perkataannya menghalangi Rina untuk pergi sesuai keputusannya di awal.
Apakah Nathan menjadi terlalu percaya diri bahwa Rina tak jadi pergi karena sudah mulai berdamai dengannya?
Harusnya Nathan sadar, luluhnya Rina karena perempuan itu haus akan perhatian orang di sekitarnya sedangkan Nathan adalah orang yang memberikan paling banyak perhatian daripada yang lain, Nathan tak boleh mengambil kesempatan di situasi seperti ini.
"Gak apa-apa." Ujar Rina. "Pinter berantem juga bermanfaat kok buat orang disekitarnya, asalkan digunainnya di saat yang tepat."
"Kalau nanti dia nanyain aku, kamu mau jawab apa?" Tanya Rina.
Nathan nampak berpikir sejenak sebelum merespon perkataan Rina. "Sejujurnya aku belum nyiapin jawaban, Rin. Biarin aja berjalan dulu, pasti suatu saat dia akan ngerti."
Rina mengangguk. "Beruntung ya dia punya ayah kaya kamu, aku ngerti kamu pasti belum siap sepenuh nya tapi kamu berusaha nyiapin diri sebelum dia lahir."