04

401 73 4
                                    

"Apa maksudmu dengan terlambat mendekapku?" Segera setelah Jisoo melontarkan pertanyaan tersebut, secara naluriah dia termundur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa maksudmu dengan terlambat mendekapku?" Segera setelah Jisoo melontarkan pertanyaan tersebut, secara naluriah dia termundur. Mata gelap laki-laki ini yang menatapnya lurus membuatnya tak nyaman. Ada beberapa pertanyaan yang bersarang di kepala Jisoo sekarang, dan ada beberapa pula asumsi yang terpikirkan oleh otak sempitnya.

Namun, Jisoo merasa asumsinya terlalu konyol. Dia menerka-nerka apakah dulu Taeyong menyukainya? Atau mungkin sejak dulu pria ini menaruh perasaan padanya? Jisoo berusaha berpikir secara objektif, tetapi dia tetap tidak bisa mencari titik akhirnya.

Laki-laki yang sekarang berdiri di depannya sambil mengukir senyuman ini mencurigakan.

Kepala Jisoo dibelai lembut, dan dia memejamkan mata meringis pelan saat lehernya yang terluka dielus Taeyong perlahan.

"Kalau saja waktu itu aku menggunakan perasaanku alih-alih ego dan nalar sialan itu, mungkin kau tidak akan menderita sendirian."

Jisoo kian bingung dengan ocehan orang ini. Apa maksudnya? "Kau menyesal melihatku disudutkan oleh keluarga besarku?"

"Yes. Itu juga termasuk. Tapi setidaknya aku beruntung yang kau nikahi adalah Christian. Kesepakatan kalian yang tidak boleh menyentuh satu sama lain itu membuatku tenang sedikit." Taeyong tersenyum kecil lalu merengkuh pinggang ramping Jisoo ke pelukan. "Dan aku senang fakta bahwa kau pertama kali mengerang adalah di bawahku, Miss."

"You better shut your mouth."

"Aku lebih suka menutup mulutku dengan mulutmu, sih." Taeyong mengaduh saat pinggangnya dicubit keras.

Jisoo mendecak dibuatnya. Yah, bisa disimpulkan laki-laki ini menaruh perhatian padanya jauh sebelum ia menikah dengan Ian. Tiga tahun lamanya, dan laki-laki ini baru memiliki kesempatan untuk bertemu intens dengannya setelah menahan diri selama itu. Tidak heran Taeyong menggila semalaman. Jisoo justru kasihan pada Taeyong, memangnya orang itu tidak sakit menahan segitu lamanya?

Ian saja kalau sudah menahan ereksi kadang suka marah-marah karena Jisoo tidak mau membantunya.

Jisoo meremat piyama Taeyong pelan. "Aku tidak mau jatuh cinta."

"Lakukan yang kau mau, Miss," Taeyong mengangkat kedua pinggang Jisoo lalu menggendongnya pergi dari kamar mandi, "sudah kubilang juga seks tak perlu cinta."

Taeyong mendudukkan Jisoo hati-hati di kursi dapur, tepat di depan meja makan yang sudah tersedia beberapa hidangan yang Taeyong masak sendiri saat Jisoo pingsan. Wajah Taeyong terlihat segar dan tenang, dan laki-laki itu kemudian tersenyum lagi sebelum akhirnya mencubit pelan pipi Jisoo.

"Begini saja," Taeyong mengelus dagunya sebentar, "kalau pantanganmu saat membuat kontrak dengan Ian adalah tidak boleh melakukan seks, maka pantangan kita adalah jangan jatuh cinta."

Jisoo mengulum bibir sejenak. Sebenarnya dia tidak butuh uang atau material apapun dari Taeyong andai dia menyetujuinya. Seperti yang Jisoo pikirkan, semua itu buang-buang waktu. Jisoo sendiri sudah memiliki rencana akan menyendiri ke sudut dunia yang jauh.

Paranoia • jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang