10

199 59 6
                                    

"Miss, Anda mau kue?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Miss, Anda mau kue?"

"Miss, lihatlah bunga yang kukumpulkan. Cantik sekali,'kan?"

"Miss, ini lucu!"

"Miss—-"

"Asa, hentikan, aku pusing." Jisoo menegur bocah yang sedari pagi sudah berisik. Usai mereka berbincang kemarin, Jisoo memang menyuruh Asa memanggilnya dengan sebutan 'miss' alih-alih 'tante'. Sebab Jisoo merasa jengkel kalau dia dipanggil demikian walau umurnya memang sudah memasuki tiga puluh tahunan. Tapi dia tidak menyangka setelah itu Asa akan berisik seperti ini.

Mereka sedang duduk di gazebo taman. Enami Asa dengan rambut sepinggang yang terurai itu mengerucutkan bibir seraya menyembunyikan dua buah boneka hello kitty yang dipegang. Sejenak Jisoo memperhatikannya. Enami Asa itu sudah umur tujuh belas tahun, tetapi kenapa bisa sekekanakan ini?

Taeyong bilang Asa diadopsi olehnya dan Gustav sejak lahir. Ibunya menghilang. Asa berasal dari panti asuhan di Jepang—-Tuan Gustav yang mengatakannya—-oleh sebab itu pula pertanyaan Jisoo mengenai nama gadis itu yang unik terjawab sempurna.

Mungkin karena terbiasa dimanja dan diberi cinta, makanya Asa seperti sekarang. Berlarian energik, mengoleksi benda-benda lucu—yah itu bisa Jisoo maklumi—bahkan sampai menunjukkan Jisoo hal-hal tak berguna seperti kumpulan bunga hortensia yang mulai layu. Anak ini terlalu aktif. Senyumannya jarang pudar, paling hanya diganti oleh lengkung cemberut sesaat ketika dijahili atau diberi penolakan seperti sekarang.

"Maaf." Asa menyadari Jisoo merasa terganggu, jadi anak itu memilih duduk diam dan menaruh dua bonekanya bergabung dengan bunga. Gantian kali ini dia meraih kue di atas piring. Dengan ekspresi sedih, dia mulai melahapnya, walau berikutnya ia menggeram jengkel karena dia tak sengaja menggigit rambut panjangnya.

Jisoo menghela napas pelan, agak kasihan. Dia memilih berdiri, lalu tungkainya terajut mendekat pada anak itu dan berdiri di belakangnya. Kedua tangan Jisoo meraih kedua sisi rambut si anak setelah duduk di balik punggungnya. "Biar aku kepang. Bisa-bisa kau tersedak gara-gara rambutmu."

Asa tercenenung. Sebuah ekspresi terkejut yang kemudian berganti dengan binar semangat. Dia mengangguk-angguk sambil menahan senyum lebar. "Tolong bantu aku, Miss."

"Rambutmu halus."

"Kakek selalu menyuruh nanny-ku untuk memberikan perawatan rambut terbaik." Asa menjawab senang tanpa ragu. "Ah, katanya ibuku juga punya rambut halus seperti ini. Katanya. Karena aku tak pernah bertemu sama sekali."

Jisoo mengulas senyuman samar. Benar-benar seperti ayahnya, mood anak ini mudah berganti. "Sepertinya kau sangat disayangi keluargamu, ya."

"Kakek memang sangat menyayangiku. Kalau ayah ...," Asa menjeda sejenak seraya berkedip dua kali, seolah sedang mengolah kata, "hmm dia juga menyayangiku."

Pelan-pelan Jisoo melepas ikat rambut yang dia kenakan, gantian dia mengikatnya di ujung rambut Asa yang sudah dia kepang tiga.

"Bagaimana dengan Anda, Miss? Apa keluargamu juga menyayangimu?" Asa berbalik dan balas menatap wanita yang lebih tua darinya itu. Kedua mata cokelatnya melebar takjub saat melihat Jisoo dengan rambut terurai berantakan di depannya, takjub ketika sosok yang selalu Asa rindukan itu mengukir senyuman cantik, takjub dengan fisik perempuan yang membuat ayahnya dimabuk asmara hingga gila. Cahaya matahari yang bersinar pagi ini seakan menjadi pendukung bayaran karena membuat kulit putih Jisoo bersinar.

Paranoia • jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang