Bersih, tenang, dan sunyi.
Kediaman Gustav yang baru beberapa hari ditinggali terasa begitu segar. Pagi-pagi buta Asa menyeduh teh hangat, menikmati minuman bersenyawa polifenol tersebut seraya duduk di sofa kamarnya. Udara di Edinburgh hari ini amat sejuk dan terasa menyengat sampai-sampai Asa melilit lehernya menggunakan syal merah tebal.
Asa menyesap teh tawar tersebut pelan-pelan, sedangkan iris cokelatnya tak mau diam karena melirik dua orang di kamar ini secara bergantian. Kadang-kadang dia memperhatikan sosok yang duduk di samping ranjang yang saat ini sedang membaca buku, kadang-kadang juga dia melirik wanita berpakaian rajut di atas ranjang tersebut dengan sedikit harapan agar orang itu cepat-cepat bangun.
"Ayah, ayah masih kesal?" Asa bertanya membuat Taeyong lekas menutup buku biru di genggamannya, agaknya terusik, dan Asa tidak takut atau pun merasa bersalah karena berbicara seperti ini. Asa tahu sang ayah bukan lagi sosok yang akan mengusir Asa pergi, bukan lagi seorang ayah kejam yang mengabaikan putrinya sendiri, bukan sosok tiran yang akan membunuh putrinya sendiri. Terlebih saat ini sang ibu ada di sisi mereka. Memangnya kejahatan apa yang akan ayahnya perbuat di depan sosok yang mereka sayangi?
Semua pemikiran Asa mendapat pembenaran karena lelaki dewasa tersebut kini hanya menaruh buku ke atas meja, sedangkan tangannya menyentuh kepala wanita yang terlelap nyenyak di atas ranjang.
"Tidak. Aku jauh lebih tenang," sahut Taeyong sambil mengukir senyum samar.
Asa mengelus gelas tehnya menggunakan ibu jari. "Ayah tenang karena Paman Houstang benar-benar mati begitu saja? Atau ayah tenang karena sudah menghapus ingatan ibu soal kemarin?"
"Dua-duanya," sahut Taeyong kemudian. Matanya terfokus pada Kim Jisoo yang terlihat nyaman di sana. Taeyong sudah menyembuhkan segala efek sampingnya, termasuk melenyapkan ingatan buruk dan keberadaan Ian di rumah ini. "Ibumu harus tetap naif sampai akhir."
Asa tak langsung menjawab.
Sebenarnya semua hal-hal yang dialami mereka seperti mimpi. Asa sejak kecil selalu berharap bisa bertatap mata dan berbicara santai seperti ini dengan orang tuanya, melakukan konversasi hangat dan ringan seperti keluarga sederhana pada umumnya. Yah ... tentu saja semua itu terwujud sekarang. Namun, kalau dia diharuskan menyembunyikan kebenaran seperti ini, kadang Asa merasa ... yang mereka lakukan itu salah besar.
Asa selalu diliputi perasaan bersalah dan tak nyaman. Kalau saja sang ibu mengetahui segalanya, Asa pasti akan sedikit lebih tenang. Karina--nanny nya--mengatakan bahwa dulu sang ibu amat menyayanginya, mempertahankan keberadaannya, memilih mati daripada Asa lenyap digugurkan. Tentu saja Asa tidak akan dirugikan. Ingin Asa bersikap egois dan membongkar kebenarannya, tetapi dia sadar ayahnya yang agak psikopat itu pasti akan membunuhnya.
Ini membuat Asa sedikit frustasi. Mau sampai kapan mereka hidup di dalam kebohongan?
Saat ini ayahnya memang menghapus ingatan yang ibunya punya. Namun, apakah itu bisa bertahan lama? Mereka hidup di dunia yang tidak seharusnya mereka pijaki. Mereka berada di dimensi lain yang otoritas alamnya tidak terprediksi. Mereka hidup di dunia yang kausalitasnya di luar kemampuan para iblis. Tentu saja bisa diakali, tetapi sejauh mana mereka mampu bertahan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Paranoia • jisyong
Hayran KurguBagi Jisoo, menikah itu cukup sekali. Prinsipnya seperti itu. Namun, usai dia bercerai dengan Christian Yu, Lee Taeyong datang padanya, menjanjikan hubungan tanpa ikatan hukum dan komitmen. Namun, di tengah perjalanan hubungan mereka, Taeyong membua...