15

191 60 1
                                    

Pukulan Asa berakibat serius

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukulan Asa berakibat serius.

Karena Jisoo panik dan secara tak sengaja menjerit keras, Taeyong dan Gustav buru-buru menghampirinya, menariknya mundur dengan gusar, sebelum akhirnya Taeyong tahu rupanya yang membuat masalah adalah putrinya.

"Asa, kau tahu tindakanmu itu salah, 'kan?" Jisoo bertanya usai dia dan Asa dibawa masuk ke dalam rumah—-Taeyong dan Gustav masih berbicara dengan orang tua bocah lelaki yang Asa hajar. Untuk sejenak Jisoo memperhatikan anak gadis yang sekarang duduk dengan postur tegak tersebut, kepalanya bahkan terangkat angkuh dan sorot matanya tidak menunjukkan penyesalan sama sekali.

"Maaf, Miss, saya bersalah." Jawaban Asa memang demikian, tetapi ekspresinya menunjukkan bahwa dia tidak menyesal. Jisoo tahu itu dan bisa membedakannya.

Masalahnya adalah anak tetangga yang Asa hajar sampai saat ini masih pingsan. Gustav sempat mengusulkan untuk dibawa ke rumah sakit, tapi Taeyong bersikeras mengatakan ini hanya pingsan biasa karena kekuatan fisiknya lemah. Ha. Jisoo tidak mau banyak ikut campur juga.

Namun, yang membuat Jisoo bingung, kenapa orang tua anak lelaki yang Asa pukul itu diam saja? Apa orang-orang Scotland memang begini? Cukup dengan kata 'maaf' dan 'tidak sengaja' seolah semua masalah bisa diselesaikan. Dan dia heran pula sampai saat ini Taeyong dan Gustav belum kembali.

Jisoo menghela napas seraya menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Asa, kau tahu, lain kali jangan bersikap kasar seperti itu," kata Jisoo seraya memijat pelipisnya merasa pening, "dan bagaimana bisa tangan kecil kerontangmu itu memukul laki-laki sampai pingsan?"

Yang Jisoo syukuri adalah tidak ada pendarahan fatal dari anak lelaki itu. Asa sudah menjelaskan juga permasalahannya mengenai rasisme yang tetangganya lakukan, sebab itu pula Asa marah—-mengambil bunga tanpa izin itu adalah bonus alasan. Namun, tetap saja ... kenapa anak yang dibesarkan penuh cinta bisa seberingas ini?

Kedua tangan Jisoo menyilang di depan dada. Mata cokelat terangnya memandang Asa yang diam itu dengan sorot lempeng. "Aku tidak suka kekerasan."

Barulah Asa melebarkan mata dengan kepala otomatis menunduk.

"A-ah, maaf, Ibu."

"Ibu?"

"Maksud saya, Miss Jisoo," ralat Asa kemudian, "aku hanya kesal karena dia menghina garis keturunanku juga .... aku marah dia menghina Anda."

Jisoo mengangkat alis. "Menghinaku?"

"Dia bilang Anda baru beberapa hari di sini tapi ... begitu."

Jisoo tidak mengerti begitu yang bagaimana yang Asa dan bocah lelaki itu pikirkan? Dia tidak akan tersinggung dengan perkataan anak bau kencur, Jisoo bahkan tidak merasa sedang disindir dan dihina sama sekali. Jadi, Asa tidak perlu merasa kesal seperti sekarang.

"Kau—"

"Jangan pernah memukul orang lagi, Asa."

Ucapan Jisoo terpotong saat Taeyong berujar setelah membuka pintu dengan sebelah tangan membawa beberapa tangkai bunga. Laki-laki berkemeja hitam itu membuka tiga kancing teratasnya merasa sesak seraya mendengus. Jisoo memperhatikannya, memperhatikan Taeyong yang sekarang menghampiri Asa seraya menatap putrinya itu tajam.

Paranoia • jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang