Bagi Jisoo, menikah itu cukup sekali. Prinsipnya seperti itu. Namun, usai dia bercerai dengan Christian Yu, Lee Taeyong datang padanya, menjanjikan hubungan tanpa ikatan hukum dan komitmen. Namun, di tengah perjalanan hubungan mereka, Taeyong membua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ayaaaahh aku jadi bersekolah di Hanlim-eh?" Enami Asa berhenti di ambang pintu ketika seseorang menghalangi jalannya, seorang wanita tinggi dengan tubuh semampai dan rambut panjang sepinggang. Kedua mata cokelat Asa membola sempurna, antara takjub, terkejut, dan bingung di saat yang bersamaan. Namun, karena dia tengah dipelototi, refleks Asa termundur beberapa langkah sambil membungkuk sopan.
Karina, asisten pribadi Jisoo yang sekarang tengah menatap tak suka pada Asa, membungkuk lalu berkata, "Tolong jangan berisik, Nona Muda. Majikan saya sedang sakit."
"Eh? Ibu sakit?" Asa refleks mengangkat kepala, dia melirik ke dalam ruang tamu besar penthouse ini. Dia melepas tas dan rompi seragam birunya lalu menaruh sembarangan benda tersebut di lantai membuat Karina mendelik. "Aku mau lihat!"
Kerutan di dahi Karina terukir jelas, dan wanita itu jengkel bukan main. "Nona, Anda memang dekat dengan Madam Jisoo, tapi jangan sampai-Nona!"
Ucapan Karina tidak Asa gubris sama sekali. Anak berusia tujuh belas tahun itu lebih dulu berlari kecil di dalam rumah tanpa memakai selop. Dia celingukan mencari letak kamar milik ibunya-agak asing karena ini kali kedua dia datang kemari. Menemukan pintu yang terbuka sedikit, Asa mengintip ke dalam pintu tersebut dan benar saja ayah dan ibunya ada di sana.
"Ayah?" Asa memanggil pelan, takut suaranya membuat sang ibu terganggu dalam tidur. Asa pelan-pelan masuk ke dalam kamar luas tersebut. Bola mata cokelatnya menelisik sekitar. "Ibu sakit apa?"
Taeyong yang duduk di kursi tepi ranjang mengedik tak peduli. "Hanya sakit biasa."
Asa saat ini berdiri tepat di samping ayahnya. Dia tatap lekat-lekat sosok wanita yang terbaring di atas ranjang. Entah kenapa akhir-akhir ini Asa selalu melihat ibunya dalam keadaan terbaring lemah seperti ini, lalu setelah itu mereka akan menjalani hidup seolah tak terjadi apa-apa.
"Ada aliran mana di dalam perut ibu."
"Ya, dan aku sedang menghancurkannya," balas Taeyong tanpa merasa bersalah. Dia menyentuh nakas menggunakan ujung telunjuk, mengetuknya berulang kali, lalu dia menipiskan bibir. Asa pun tahu kalau ada sihir di dalam tubuh Jisoo sekarang, itu berarti, usia janinnya baru terbentuk kemarin. Belum ada satu minggu.
"Ibu hamil, ya?" Asa mengerti apa yang Taeyong pikirkan. Gadis itu berkedip dua kali dengan netra terfokus pada Jisoo. "Bayinya sudah disingkirkan?"
"Masih proses." Taeyong menjawab santai, seakan percakapan mereka ini bukanlah tindakan kriminal dan menyalahi batas moral. "Perlu beberapa saat lagi."
Asa mengangguk mengerti seraya mendekat pada sang ayah, meminta pelukan, tapi Taeyong justru mendudukan Asa di pangkuan. "Apa yang akan terjadi pada ibu setelahnya?"
Taeyong menggenggam tangan mungil putrinya. "Karena ibumu mengalami keguguran di tahap awal, dia mungkin akan merasa pegal dan nyeri ketika bangun."