07

296 59 8
                                    

Pada dasarnya jiwa Jisoo itu telah melebur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada dasarnya jiwa Jisoo itu telah melebur. Demikian Taeyong menyimpulkannya enam belas tahun yang lalu karena dia tidak bisa merasakan jejak energi perempuan itu. Bahkan sosok yang pernah menjadi butler Taeyong pun dia anggap mati. Memang faktanya seperti itu. Analisis Taeyong selalu sempurna karena dia memiliki kapabilitasnya, sungguh. Mendeteksi jejak-jejak kehidupan, menelanjangi pemikiran orang lain, atau bahkan bereksperimen dengan dirinya sendiri. Taeyong sejak kecil adalah iblis paling sempurna yang Gustav dan Ellen lahirkan.

Namun, Taeyong tidak menyangka dia kecolongan dengan bodohnya seperti ini.

Enam belas tahun dia bertingkah seperti orang gila. Menerabas dimensi dan menjelajahi ruang waktu. Semuanya buntu. Kim Jisoo benar-benar mati. Perempuan yang dulu selalu Taeyong rutuki agar mati itu betulan lenyap, seakan kutukan yang Tuhan beri pun habis dimakan olehnya. Bahkan tanaman heeru pun tidak ada gunanya. Perempuan itu ditakdirkan mati. Perempuan itu sudah ditentukan untuk beristirahat dengan tenang seperti keinginannya selama ini. Tetapi keadaannya sekarang sungguh menjadi anomali.

Bagaimana cara Houstang melakukannya? Bagaimana bajingan itu bisa menyembunyikannya serapi ini?

Taeyong bisa menerka si sialan itu melakukannya sebelum Taeyong bunuh bersama Kenzo saat itu. Entah mungkin saat Jisoo diculik. Entah mungkin saat detik-detik terakhir. Taeyong mencoba mengingat kembali apakah ada peristiwa magis yang aneh saat dia dan Jisoo bertengkar hebat waktu itu sampai si perempuan bisa hidup lagi.

Perempuan itu hidup kembali walau di sudut dunia yang jauh.

Taeyong mendecak seraya menjentikkan jari, sedetik kemudian tubuhnya yang mula-mula di gedung apartemen itu berpindah menuju tempat lain hingga Taeyong sempoyongan nyaris terjatuh.

"Ayah?"

Taeyong mengerjap. Bola mata yang semula abu itu berubah merah, dan demikian pula iris itu mengedarkan pandangan ke sekitar. Dia berteleportasi ke mansionnya. Taeyong diam sejenak saat menyadari ada tumpukan boneka warna merah muda memenuhi ruangan. Kamar tidur lumayan besar di sana diduduki anak perempuan berambut panjang sepunggung.

Oh.

Dia kembali dengan benar.

"Asa." Taeyong menyahut pelan. Anak berusia tujuh belas tahun itu, Enami Asa, senyumannya terukir lebar dan dia segera berlarian menghampiri Taeyong, menerjang tubuh Taeyong terbalut piyama itu dan memeluknya erat.

"Eh? Ayah! Ayah sudah pergi dua bulan. Aku senang Ayah kembali." Asa terkekeh girang. "Apa perjalanan bisnis Ayah menyenangkan? Mau minum teh bersama? Ah! Aku juga punya kue yang baru! Nanny sudah membuatkannya untukku! Enak, loh!"

Ucapan anak perempuan ini menggebu-gebu dan bersemangat. Untuk sejenak Taeyong menunduk, memandangi bola mata cokelat anak ini teduh. Anak ini ... Taeyong sudah berbaikan dengannya setengah tahun lalu.

"Aku juga punya teman baru. Kami bertemu di sekolah dan aku sudah bisa menahan tanganku untuk tidak menampar orang lain kalau kesal. Ayah, Ayah bangga tidak?!" Tanpa sadar Asa melompat-lompat kegirangan. Rambut halus sepunggungnya sampai terjuntai-juntai dan terkibas-kibas. Benar-benar energik dan bahagia.

Paranoia • jisyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang