Bab 15 | pingsan

15 3 6
                                    

Happy reading

Halo jangan lupa vote + komen.
kalo ada yang typo tandain guys

••••

Waktu begitu cepat sekarang sudah senin aja. Senin hari yang membosankan bagi semua siswa dan siswi, terutama bagi Ara dan yang lain. Ara teringat liburan akhir pekan yang menyenangkan bermain bersama sahabat-sahabatnya.

Sekarang, ia harus kembali ke rutinitas sekolah yang membosankan. Ara masih berada di mobil nya dia menunggu sahabat-sahabatnya.

15 menit kemudian

Dia turun dari mobil dan melihat empat sahabatnya yang melambaikan tangan ke arah dia. Dia tersenyum tipis dan melambaikan tangannya.

"RA SINI,"teriak Aya tanpa tahu malu membuat Aca menjitak dahi Aya.

"Aduh es batu, sakit tau."cemberut Aya kesal mengusap-usap dahinya.

"Sorry."

"Iya gapapa."

"Hari upacara malas banget."gerutu Quinsyah berjalan di Koridor bersama empat sahabatnya, sesekali mereka membalas sapaan murid-murid.

"ANGKAT TANGAN,"teriak Raden tiba-tiba datang dan membuat tangannya seperti pistol. Membuat Ara dan empat sahabatnya reflek mengangkat dua tangan.

"She's been my queen,"ucap Angkasa, Etheniel, dan Raka dengan lancar bahasa Inggris.

"Since we were sixteen,"lanjut Malio dan Raden tangan mereka semua seperti pistol.

"We want the same things,"lanjut Bara dan Marven.

"We dream the same dreams,"lanjut inti Xavior dengan kompak.

"ALRIGHT,"teriak inti Xavior dengan menurunkan tangan mereka.

"ALRIGHT,"teriak Ara dan empat sahabatnya dengan heboh mereka bertepuk tangan.

"WAW AKHIRNYA BUAT TREND NYA,"teriak Ayara heboh.

"Lo pada tau nih trend?"tanya Anaya penasaran.

"Raden yang tau noh, dia ngidein buat nih trend."sahut Marven menunjuk Raden dengan dagunya.

"Aduh ayang beb tau aja."

"Bubar bubar."celetuk Malio melihat mereka berdua mau bucin, mereka semua meninggalkan Anaya dan Raden.

"Lah?"guman Anaya menggaruk kepalanya.

*****

Upacara sudah di laksanakan mereka semua berbaris rapi di lapangan dengan fokus melihat ke depan, tidak ada yang bicara. Namun, Aya, Ara, dan Aca bicara dengan pelan biar tidak kedengaran dan ketahuan.

"Ra, lo gapapa?"tanya Aca khawatir melihat wajah Ara pucat.

"Gapapa, Ca,"jawab Ara tersenyum tipis meyakinkan Aca.

Takdir KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang