31

2K 130 32
                                    

Kirana benar-benar tidak mengerti tentang kelangsungan hubungannya. Semenjak ia mematikan sepihak sambungan telfon, tepat ketika Teddy mengatakan bahwa Salsa adalah mantan kekasihnya dulu. Ia sadar, sangat sadar bahwa dirinya salah, harusnya ia mendengarkan penjelasan Teddy, harusnya ia tidak mematikan sambungan telfon begitu saja, harusnya ia menunggu Teddy untuk mengatakan kalimat selanjutnya.

Namun apa boleh buat? Nasi sudah menjadi bubur, kini Kirana dihantui oleh prasangka-prasangka buruk yang memenuhi kepalanya. Sedangkan Teddy, hingga 4 hari berlalu ia tidak berusaha untuk menjelaskan apapun, bahkan untuk menghubungi Kirana lewat pesan pun tidak ia lakukan.

Kirana sakit hati, jujur saja. Bagaimana tidak? laki-laki yang ia percaya, laki-laki yang menjadi cinta pertamanya, laki-laki yang membuatnya merasakan apa itu mencintai dan dicintai, kini sibuk menghabiskan waktu bersama wanita lain, setidaknya itu yang Kirana bisa pastikan dari postingan-postingan yang sedang ia lihat di ponselnya tadi.

Tentu sebuah kebohongan jika Kirana mengatakan dirinya baik-baik saja, namun inilah salah satu sisi buruk Kirana, ia terkadang lebih memilih untuk memendam apapun dan selalu menganggap bahwa dirinya bisa melaluinya sendiri.

"WEII!! Bengong aja nengg. Kesambet kunti aja, mampus!" suara Rajif langsung menyadarkan Kirana dari lamunannya.

"Lemes amat cihhh. Lagi galau yaaa?" karena tak kunjung mendapat respon apapun dari sang lawan bicara, Rajif kembali bersuara dengan menggoda Kirana dengan candaannya.

"Diem Jif! Pusing banget ini." rengek Kirana dengan kepala yang ia taruh di atas meja.

"Kenapa sih cantik? Pak Ted?" Rajif menarik kursi di hadapan Kirana dan langsung mendudukan diri.

"Gw bingung banget, gatau hubungan ini mau gimana lagi?" jawab Kirana dengan suara kecil.

"Udahlah! Gausah sedih-sedih cantikk, kalo memang udah ditakdirin bersama, ya pasti ada aja kok jalan keluarnya. Dari pada sedih-sedih, mending besok ikut main pandora." Rajif berusaha menghibur Kirana, menurutnya Kirana sudah seperti adik perempuannya sendiri.

"Pandora? Emang besok kosong?" usaha Rajif berhasil, Kirana mulai mengalihkan pikirannya dari masalah percintaanya.

"Kosong kok! Bapak kan ngasih kita libur sehari." ucap Rajif dengan pandangan dan jari yang sibuk mengetik di layar ponselnya.

"Mau ikutt! Pandora mana?" Kirana mengubah posisi duduknya, wajahnya terangkat serta raut bahagia terukir.

"Pandora PIM, gapapa ya? Biar deket juga dari kita." Rajif menyodorkan ponselnya kepada Kirana, menunjukan beberapa tiket yang ia pesan melalui aplikasi online.

"Okay! Nanti duit tiket, gw transfer ya?" ucap Kirana setelah membaca rincian tiket yang Rajif pesan.

"Gausah! Gw udah kaya." gurau Rajif yang disambut pandangan aneh dari Kirana.

"Dih?! Amin." tawa keduanya langsung terdengar saat itu juga.


༶•┈┈୨♡୧┈┈•༶


Setelah mendapat sedikit semangat dari tadi pagi, Kirana tetap melanjutkan pekerjaannya sebagaimana mestinya. Ia bersama rombongan Bapak yang lain baru tiba di Jakarta pada pukul 18.44 malam, setelah menemani Bapak perjalanan dari Surabaya.

Kirana melangkahkan kakinya menaiki anak tangga di rumah Hambalang, tangannya terangkat membuka knop pintu saat dirinya sampai di depan ruangannya. Ia meletakkan tas kerjanya di sofa, kemudian merapihkan serta mengambil beberapa hal yang perlu dimasukan ke dalam tas nya sambil bersenandung kecil, sudah saat nya pulang.

Tiba-tiba notifikasi terdengar dari ponsel Kirana yang ia letakkan di sofa. Kirana berjalan mengitari meja kerjanya menuju ponselnya.

"Hah?" gumam Kirana ketika membaca notifikasi pesan yang masuk.

Kalian ingat Nadia? yang waktu itu sempat bertemu Teddy dan Kirana saat sedang makan bersama, mantan istri Teddy. Ia mengirim pesan, mengajak Kirana bertemu untuk membicarakan sesuatu.

"Tau nomor gw dari mana?" heran Kirana, tanpa pikir panjang ia mengiyakan ajakan Nadia. Kirana juga penasaran, apa yang ingin dibicarakan?

Buru-buru ia mengambil tas dan kemudian keluar dari ruangannya menuju mobil yang terparkir. Tidak ada siapapun dibawah, setidaknya Kirana tidak harus mengulur waktunya dengan berhenti sejenak lalu menyapa atau berpamitan.

Kunci mobil dibuka, Kirana masuk ke dalam kemudi dan menyalakan mobilnya, sebelum jalan Kirana menyempatkan mengirimkan pesan kepada Rajif untuk setidaknya mengabari jika dirinya pulang terlebih dahulu, jaga-jaga jika Bapak mencarinya.

Mobilnya melaju meninggalkan kawasan Hambalang menuju tol Jagorawi, malam Kirana ditemani radio Prambors yang berputar dari audio mobilnya, sambil bersenandung juga ikut bernyanyi pada lagu-lagu yang ia ketahui.

Setelah perjalanan 1 jam lebih, Kirana sampai di depan cafe, tempat Nadia menunggunya. Ia melangkahkan kakinya masuk kedalam cafe tersebut, saat masuk Kirana meluaskan pandangannya mencari keberadaan Nadia.

"Kirana!" Nadia mengangkat tangannya memanggil Kirana, Nadia duduk di meja pojok, dekat dengan jendela besar di belakang. Cafe tersebut terlihat cukup ramai, maklum lah ini hari jumat, banyak pekerja yang menyempatkan hang out bersama teman-temannya sebelum digempur pekerjaan lagi.

"Sorry lama nunggu ya?" sapa Kirana, ia menarik kursi di hadapan Nadia dan duduk disana.

"Ngga kok, gapapa. Pesen dulu? Belum makan, kan?" Nadia menyambut Kirana dengan cukup ramah.

"Gampang mba, mau ngomongin apa?" Kirana langsung bertanya tentang apa yang akan dibicarakan, tanpa basa-basi.

"Hahh, Salsa balik ya?" Nadia menghela nafasnya, kemudian bertanya sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Mba tau dari mana?" Nadia terkekeh. "Semua sosmed ku heboh, ngga mungkin aku ngga tau Kirana."

"Aku ngajak kamu ketemuan bukan buat musuh-musuhan atau ribut Kirana, tapi kamu harus tau sesuatu." Nadia mengaduk cangkir teh miliknya, kemudian ia menyeruput teh tersebut kemudian akhirnya bersuara lagi.

"Waktu aku cerai sama Teddy, kita ngomongnya ke orang-orang kalau udah ngga cocok lagi. Tapi dibalik itu, aku yang udah ngga tahan sama Salsa yang selalu maksa masuk ke hubungan rumah tangga aku, yaa bisa dibilang dia faktor utama buat aku kenapa ngegugat cerai Teddy." Kirana tak mampu mengeluarkan suara apapun, telinganya fokus mendengarkan setiap kata-kata yang Nadia ucapkan.

"Salsa tuh teman Teddy dari kecil, mereka bareng-bareng terus. Sampe waktu akademi di Magelang Teddy nembak Salsa, mereka pacaran kalau ngga salah 3 tahunan deh. Sampe akhirnya harus putus karna Teddy harus pindah ke Jakarta. Nah! Pas di Jakarta ini Teddy baru ketemu sama aku. Sejujurnya aku juga ngga tau apa-apa tentang Salsa, Teddy juga ngga cerita apapun, sampe waktu itu Salsa tiba-tiba pindah ke Jakarta, nyusul Teddy terus maksa masuk gitu aja ke rumah tangga ku dulu."

"Yang aku tau sih, beberapa tahun kebelakang Salsa pindah ke Singapore, aku gatau buat apa dan ngapain dia disana, aku juga udah gamau tau lagi haha. Tapi yang aku tangkep Salsa orang yang sangat keras kepala, apa yang dia mau harus dia dapet entah bagaimana caranya. Itu salah aku juga sih, waktu itu malah ngelepas Teddy, yang malah memudahkan dia. Tapi aku yakin kamu ngga sebodoh aku Kirana. Kalau kamu bener-bener sayang sama Teddy, tolong dipertahanin, jangan segampang aku ngelepas Teddy gitu aja. Dia sayang banget sama kamu Kirana, dari cara dia natap kamu, sama natap aku dulu aja udah beda."

















Mba Nadia baik yaaa ternyata🥹🥹

gimana chapter iniii??? jangan lupa vote komennyaaa😋

see you in the next chapter and thank you🤍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

You're the one - TIWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang