205. 119

4 0 0
                                    

Semua berjalan baik sampai siang ini, disaat ia tidak berkomunikasi dengan Jaemin, Thalita menghabiskan waktunya untuk kuliah, main bersama Kay, mengganggu Jeno dan Jie, lalu ngambek sama Chenle karena ia sangat sibuk.

Namun siang ini, ketika Thalita menyalakan televisi setelah sekian lama, wajah yang selalu ia hindari muncul disana.

Thalita menggigit bibir bawahnya, lalu mengganti channel yang menayangkan film televisi itu.

Lalu Thalita merebahkan tubuhnya di sofa dan memainkan ponselnya, tvnya dibiarkan menyala.

Tangannya memang sibuk membuka Instagram, menonton hal lucu disana, namun pikirannya kembali bertengkar.

Tangan kiri Thalita mencengkram pinggiran sofa, kemudian ia bangun menuju kamarnya,
ia merebahkan tubuhnya lagi disana berusaha untuk tidur,
namun dadanya berdetak tidak tenang seolah mendorongnya untuk bangun.

Sekarang Thalita sudah sampai dapur, mengambil minum dan menegaknya habis.
Kedua tangannya memegang kuat gelas, lalu ia menggeleng.

Thalita menaruh gelas itu dan meninggalkan dapur, memilih ke taman belakang untuk duduk di gazebo.

Ia memainkan ponselnya, namun tubuhnya bergerak gelisah.

Ntah bagaimana kini Thalita sudah kembali lagi ke dapur, mengambil gelas tadi lalu membantingnya ke lantai, menciptakan suara yang membuat dadanya bergemuruh namun tenang.

Thalita mengambil satu gelas lagi kemudian ia jatuhkan ke lantai,

Napasnya memburu, namun tanpa sadar dia sedikit tersenyum.

Dengan mata kosongnya, Thalita berjalan melewati pecahan gelas itu, membiarkan kakinya terluka, tak peduli jika pecahan itu menembus telapak kakinya.

Thalita sampai dibelakang sofa kemudian ia meluruhkan tubuhnya dan terduduk di lantai dengan bersandar pada punggung sofa.

"kak aku ngelakuin lagi" ujar Thalita menatap kakinya yang penuh darah.

Thalita memeluk lututnya dan menundukkan wajahnya dalam. Larut dalam pikirannya tanpa merasakan sakit karena luka barunya,

Thalita tersentak, tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, ia bangun dan berjalan ke pintu dengan tergesa, tidak memperdulikan kakinya yang penuh darah.

Ia mengunci pintu kemudian duduk bersandar dibalik pintu dengan rambut yang berantakan dan deru napas tersenggal.

Thalita menutup telinganya "Jangan"

Kemudian ia menangis.

Ingatan itu terputar di kepalanya, Thalita menggeleng, lalu ingatannya berganti pada kejadian minggu lalu dimana Elvan tiba-tiba menguntitnya.

Thalita berhenti menangis, ia menatap nanar lantai yang penuh jejak darah.

"Capek" keluh Thalita, sambil memikirkan hal acak, memikirkan harus membereskan kekacauan ini, dan memikirkan kalau ia mulai sadar bahwa dirinya tidak baik-baik saja.

"Capek, Ma" gumam Thalita lagi dengan suara bergetar. Kali ini ia menatap foto yang terpajang di ruang keluarga dimana ada foto mendiang ibunya dan Thalita ketika masih kecil.

Sedari kecil Thalita tidak mengenal sosok ayahnya, walaupun Mama Thalita selalu bilang "Kamu punya Daddy kok, tapi Daddy kerjanya jauh, Daddy cuma bisa kirim mainan dan uang jajan untuk Thalita," kemudian Mamanya akan bilang "sayang, kamu kenapa nanyain Daddy terus, memang Mama tidak cukup? Mama cukup kok sama Thalita aja, Mama bersyukur Daddy kasih kita kehidupan yang enak seperti ini, Thalita juga harus bersyukur, bersyukur sama apa yang Thalita miliki dan lihat saat ini, gaperlu pusing memikirkan yang tidak disini ya sayang, bersyukur Thalita punya Mama, punya Nono, punya Lele, punya Jeje,"

keep me company Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang