Chapter 8

51 12 3
                                    

Sekolah kami berjarak hanya tiga kilometer dari lingkungan perumahan kami yang lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekolah kami berjarak hanya tiga kilometer dari lingkungan perumahan kami yang lama. Sekolah swasta populer. Banyak kamera pengawas, ada satpam yang menjaga dua puluh empat jam. Menyusup saat malam pun tidak aman, tapi lebih mudah karena sekolah sedang kosong dan satpam sedang lengah. Dulu Aku dan Aslan beruntung, bisa menyusup di hari libur tahun baru untuk menguburkan time capsule itu walau ujung-ujungnya hampir tertangkap satpam saat hendak pulang.

Aku telah memetik pelajaran penting dari penyusupan pertama kami: jangan panjat tembok rendah yang bisa dipakai siswa nakal untuk membolos. Soalnya dekat dengan UKS. Terkadang satpam beristirahat di sana. Maka aku membawa Aslan ke tembok yang berhimpitan dengan gedung kelas SMA. Aslan pasti tidak tahu spot ini karena dia tidak ber-SMA di sini.

Jemari tangan Aslan meraih ujung tembok untuk mengukur ketinggiannya. Saat itulah aku sadar kalau jarak tinggi tubuh kami sudah semakin jauh dibanding tujuh tahun lalu. Aslan melirik sekitar, mencari benda yang bisa membantu kami memanjat. Namun, tempat ini gang sepi. Rumah-rumah di sekitar sini kebanyakan tidak ditinggali, hanya jadi aset orang-orang yang sudah kehabisan akal untuk memakai uang yang mereka punya.

Aslan berdiri di sisi kiri motornya yang dia parkirkan di dekat tembok, lalu menahan benda itu dengan tangan.
"Naik Le," katanya.

Aku tidak banyak komentar. Tampaknya tubuh Aslan cukup kuat untuk menahan motor itu. Aku berdiri di atas motor sementara Aslan memegangi kakiku saat aku berusaha naik. Tidak mudah, tapi aku berhasil duduk di atas tembok.

"Tunggu di sana," perintah Aslan. Dia melompat-memanjat tembok dengan mudah. Setelahnya dia langsung turun ke bagian dalam sekolah. Di bawah sana, Aslan mengulurkan tangannya ke arahku. Aku melompat turun dengan bantuannya dan kami langsung melanjutkan petualangan.

Aku memimpin Aslan melalui jalan yang menurutku paling aman dan cepat. Pohon jati yang menjadi penanda untuk time capsule kami letaknya di dekat gedung SMP. Kami sengaja menguburnya di sana agar setiap hari bisa kami lewati. Namun, itu dulu, saat kami masih SMP di sini.

Dalam hati aku berdoa agar pohon itu masih utuh dan time capsule masih di sana.

Napas lega akhirnya bisa kuhembuskan begitu tiba di ujung pagar semen semen yang mengelilingi pohon jati. Aslan mengambil sekop kecil yang tadi sempat kami beli di toserba sementara aku memutar otak mengingat-ingat lokasi penguburannya.

"Di sini!" sergahku menunjuk ke sisi tanah di bawah ranting terendah pohon. Aslan langsung melewati semen dan menggali tanah. Aku ditugaskannya untuk memandang berkeliling. Aku tidak tahu apakah membobol sekolah termasuk tindakan criminal. Tapi jika ketahuan tetap saja akan kena masalah. Mungkin kami akan dikira anggota sindikat pencuri soal ujian sekolah atau sebagainya.

Sekitar lima belas menit kemudian, galian Aslan tampaknya memberi hasil. Terdengar suara kaleng yang mungkin artinya time capsule sudah ketemu. Aslan lanjut menggali dengan tangannya. Tidak lama kemudian dia mengangkat kaleng biskuit yang berisi time capsule kami dengan buru-buru karena terdesak oleh suara tawa seseorang.

Jakarta's Hidden MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang