Prolog

64 15 0
                                    

"Mungkin ini jadi hari terakhir kita bisa kabur bersama kayak gini, Le," kata lelaki itu dalam kelas mereka yang sunyi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mungkin ini jadi hari terakhir kita bisa kabur bersama kayak gini, Le," kata lelaki itu dalam kelas mereka yang sunyi. Langit berwarna jingga dan lembayung yang tampak dari kaca jendela memberi petunjuk, sudah seharusnya kedua remaja itu pulang. Seolah langit pun tak peduli bahwa bagi mereka pulang berarti masuk neraka.

Perempuan yang duduk di depannya hanya bisa tertawa. Kalimat barusan terdengar bagai lelucon. Bagaimana mungkin, dari antara semua orang, malah lelaki itu yang mengucapkan kata perpisahan? Mereka kan sudah berjanji akan selalu bersama, merebut kebahagiaan di tengah dunia yang kejam, mengklaim hal sederhana namun begitu sulit untuk mereka rasakan itu, sebagai hak mereka.

"Apa lagi kali ini? Mau gabung Avengers, kamu, buat nyelamatin dunia?" ujar gadis itu meledek. Bukan tanpa sebab. Sejak kecil, lelaki itu sering menyerocos soal impiannya menjadi superhero. Hal yang membuat perempuan itu terkesima dan menganggap sahabatnya itu begitu spesial, melihat dunia dengan cara yang berbeda. Atau justru si perempuan yang melihat dengan teropong yang menyedihkan? Karena tak seperti lelaki itu, dirinya tak mau berharap apalagi bermimpi.

Takut.

Lelaki itu melirik ke kiri dan kanan. Seolah hantu pun tak boleh menguping. Hanya sahabatnya sejak kecil, perempuan berwajah angkuh yang sering disalahpahami semua orang di depannya itu, yang boleh tahu.

Lelaki itu menyondongkan tubuh di atas meja yang memisahkan mereka lalu berucap pelan, "Mamaku serius mau pisah dari Papa. Aku sama Mama harus pergi sejauh mungkin supaya Papa dan keluarganya gak tahu keberadaan kita."

"Berarti si nenek lampir nggak akan bisa nganiaya kamu lagi, kan?”

Lelaki itu tidak menjawab. Dia hanya tersenyum nanar. Bahkan dia dan ibunya sendiri tak yakin apa kali ini mereka telah mengambil keputusan yang tepat. Lari dari lubang yang belasan tahun tak terhindarkan, akankah ada daratan mulus yang menerima mereka?

Jakarta's Hidden MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang