Chapter 20

59 8 6
                                    

Laju motor Zayyan melambat saat kami sudah hampir tiba di rumahku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Laju motor Zayyan melambat saat kami sudah hampir tiba di rumahku. Beberapa blok sebelum rumahku, Zayyan melepas tangan kirinya dari stang motor dan mengamit tanganku yang memeluk pinggangnya. Sepanjang jalan dia menyanyikan banyak lagu dan dia masih bernyanyi hingga kini.

Tak lama kemudian, sampai lah kami di depan rumahku. Lampu ruang tengah masih menyala karena aku memberitahu mama kalau aku akan pulang agak telat malam ini. Seperti biasa, kukembalikan helm Kuromi pada Zayyan setelah turun dari motor. Tapi kali ini Zayyan tidak mengambilnya dari tanganku.

“Kamu simpan aja, ya. Toh besok juga mau dipakai lagi,” ucap Zayyan dan kusetujui.

“Kabarin aku kalau kamu udah nyampe,” kataku.

“Iya, sayang. Ntar aku kabarin kamu. Tapi kalau kamu mau tidur duluan, tidur aja ya. Besok kan kamu ada kuliah pagi,” ujar Zayyan. Wah. Aku masih belum terbiasa dengan panggilan baru Zayyan untukku.

“Gak mau. Aku mau nungguin kamu nyampe rumah dalam keadaan utuh,” tegasku.

Zayyan terkekeh. “Emang bisa gitu, dalam keadaan gak utuh?”

“Bisa, kok. Hati kamu tinggal di sini.” Kutunjuk dadaku.

Zayyan mencubit daguku dengan geram, “Nasib dah, punya pacar tukang gombal,” katanya, dan aku jadi tertawa.

🍀

Seberapa besar pun hasratku menahan Zayyan tetap saja akhirnya aku harus membiarkannya pergi. Sesuai dugaanku, jam segini mama sudah tidur. Aku masuk kamar dengan langkah mengendap agar tidak mengganggu tidur mama.

Dalam gelap aku mencari baju tidurku dari dalam lemari. Setelah ketemu, aku pun bergegas untuk mandi namun langkahku terhenti karena menabrak sebuah kotak seukuran kotak sepatu yang tergeletak di samping tempat tidur.

Kotak itu asing. Belum pernah ada di rumah ini sebelumnya. Karena penasaran, aku membawa kotak itu keluar dari kamar.

Aku mengamati kotak itu di bawah lampu koridor sempit yang menghubungkan setiap sisi rumah. Kotak itu masih terbungkus dengan bubble wrap. Di atas kotak terdapat namaku sebagai penerima dan alamat rumah kami yang lama, dikirim delapan bulan lalu. Kemungkinan, kotak itu baru diserahkan oleh pemilik baru rumah yang dulu kami huni. Aku mencari nama pengirimnya karena penasaran. Dunia seolah bergiming saat aku tahu kalau kotak itu dikirim oleh Aslan.

🍀

Jakarta's Hidden MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang