Chapter 16

37 14 0
                                    

Sebelum jam sebelas malam, aku sudah sampai di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum jam sebelas malam, aku sudah sampai di rumah. Zayyan berpamitan pada mama yang masih duduk di teras rumah. Saat dia sudah pergi, aku langsung di samping mama.

“Tuh, kan. Nasi goreng resep mama gak bikin orang lari,” gurau mama.

“Apaan sih, Ma,” keluhku, tapi bibirku tersenyum juga.

Aku dan mama menghabiskan lima menit kemudian dengan hanya duduk memandangi langit. Tidak ada bintang di sana. Hanya ada bulan yang sesekali tertutup awan hitam. Tiba-tiba aku teringat, dulu papa sering membawaku duduk di teras rumah kami yang lama. Aku di pangkuan papa dan papa membacakan nama-nama bintang. Siapa sangka orang selembut itu menyimpan monster di dalam dirinya?

“Zay itu anaknya gimana, Le?” tanya mama, memecah keheningan kami.

Belakangan, aku menyadari kalau mama sering mengintip dari balik jendela setiap kali Zayyan menjemputku untuk berangkat ke kampus.

“Hmmm…” aku bergumam panjang sambil berpikir. Tubuhku bergerak pelan ke kanan dan ke kiri selama aku memikirkan jawaban dari pertanyaan mama. “Baik,” jawabku kemudian.

“Papa kamu juga sebenarnya orang baik. Dia suka beramal, terlepas duitnya dari mana. Makanya papa kamu bisa dikenal baik, sebelum kasusnya."

Hal itu benar. Terkadang, kupikir mungkin memang lebih baik tidak dikenal. Setidaknya, kesalahan-kesalahan kita pun jadi tidak begitu diperhatikan.

"Yang mama pengin tanya itu, dia itu gimana perlakuannya ke kamu? Ke orangtuanya juga gimana? Trus anaknya suka kasar ke orang-orang, gak?”

Diam-diam aku menghela napas panjang mendengar perkataan mama. Perlakuan papa ke mama adalah yang membuat aku tidak pernah punya hubungan jangka panjang. Sedikit saja ada pertengkaran, aku langsung meninggalkan orang-orang di masa laluku. Dalam keheninganku, bayangan papa saat memukul mama menjadi hantu yang berbisik kalau hubungan pria dan wanita itu sangat menakutkan.

“Mama itu takut. Khawatir sama kamu. Mama gak mau kamu ngehadapin hal yang mama hadapin tiap hari saat papa kamu masih hidup,” ujar Mama.

Genangan air muncul di mata mama.

Kuraih tangan mama dan menggenggamnya dengan kedua tanganku. Pada saat itu juga air mata mama tumpah ruah. Tidak ada suara tangisan. Tatapannya kosong. Tapi air mata itu terus mengalir seperti hujan yang tidak terprediksi.

Mataku terpejam. Mama adalah satu-satunya hartaku di dunia ini. Sejak kecil aku terlalu sering melihat penderitaannya dan kurasa tidak adil jika mama harus hidup dalam ketakutan sampai akhir hidupnya. “Lea gak akan nikah seumur hidup Lea kalau itu bisa bikin Mama tenang,” janji itu lolos begitu saja dari mulutku. Kuharap dengan begitu mama bisa sedikit lebih lega.
Sayang, tangisan mama malah makin menjadi-jadi. Kupeluk tubuh mama dan kubiarkan kepala mama bersandar di bahuku.

“Maaf ya, nak. Mama udah bikin kamu susah. Mama udah jadi orangtua yang gak berguna buat kamu,” kata mama. Ucapannya jadi terdengar seperti lanturan karena menangis.

“Mama ini ngomong apa? Mama tuh gak pernah bikin Lea susah kok,” kataku.

Mama mengerang seperti orang kesakitan. “Saat teman-teman kamu bisa ngumpul-ngumpul sehabis kuliah, kamu harus cari uang karena mama kamu gak berguna,” kata Mama.

Ah, sial. Air mataku jadi ikutan lolos. Bukan karena fakta yang Mama ungkapkan itu. Melainian, aku merasa tidak berguna karena bahkan dalam perjuanganku pun masih saja ada celah yang membuat batin Mama menderita.

“Ma… Lea gak papa tuh kerja sehabis kuliah. Lumayan, ka. Buat isi CV Lea nanti. Jadi Mama jangan pikirin yanga macam-macam, ya?”

“Trus sekarang kamu malah janji gak akan pernah menikah gara-gara mama?”

Sesuatu yang menyesakkan hendak menyembul keluar dari dadaku lewat mulut. Tapi aku menahannya. Tanganku dengan cepat menghusap air mata yang turun dalam diam. Aku menghusap-husap punggung mama untuk mencoba menenangkannya. Hanya itu yang bisa kulakukan saat ini.

Aku kehabisan kata-kata. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan mama kalau apa yang kulalui saat ini tidak ada apa-apanya dibandingkan semua yang telah Mama berikan padaku. Hidup, dan alasan untuk hidup.

Jakarta's Hidden MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang