Aku dan Zayyan duduk bersampingan di tengah ruangan Juri Cafe yang masih kosong karena sekarang masih jam tujuh pagi. Zayyan sengaja meminjam tempat ini untuk kami bisa pakai bersama membahas tentang paket yang dikirim oleh Aslan untukku. Aku menyerahkan kotak itu pada Zayyan agar dia yang membukanya. Di bagian atas kotak hanya ada alamat kantor pos tempat paket itu dikirimkan, di Nias Barat.
Di balik bubble wrap terdapat kotak seukuran kotak sepatu berwarna merah tua. Bentuknya seperti kotak kado yang bisa dibeli di took. Tapi yang ini bikinan sendiri, terlihat dari lemnya yang tidak rapih. Bisa kulihat kegugupan Zayyan dari jemarinya yang gemetaran saat membuka kotak itu. Kotak itu bisa berisi apa saja. Petunjuk, hadiah, kartu ucapan, atau kabar duka.
Di dalam kotak terdapat sebuah stoples kaca berisi bintang laut yang dikeringkan di atas kumpulan cangkang kerang berwarna pastel. Di bawah stoples terletak sebuah amplop berwarna coklat.
Zayyan membuka amplop itu dan mengeluarkan dua lembar foto dari dalamnya, kami melihatnya bersama-sama. Foto pertama isinya sebuah kelas SD. Ruangannya kecil, hanya ada 12 meja panjang. Di balik masing-masing meja ada dua anak yang duduk dengan wajah tersenyum. Aslan berpose di depan mereka semua. Foto kedua menampakkan pemandangan matahari terbit di pantai. Sepasang anak tengah membuat kastil dari pasir di pesisir pantai. Zayyan mengeluarkan satu benda lain dari dalam amplop. Sepucuk surat. Kami membacanya bersama-sama.
Untuk Lea.
Aku lagi di tempat yang bagus banget. Di sini aku bahagia dan sehat. Melihat dua anak ini, aku jadi teringat sama masa kecil kita. Aku rindu rumah saat kita masih anak-anak. Kapan-kapan, saat aku siap, aku ajak kamu ke sini, ya. Maaf, aku gak ada di sisimu saat kamu lagi susah beberapa waktu lalu. Semoga sekarang kamu dan Tante udah pulih lagi.
Sahabat yang merindukanmu,
Aslan.
Aku meraih tangan Zayyan. Ketakutan kami akhirnya meluap mengetahui setidaknya Aslan baik-baik saja di sana. senyum terkulum di bibirku namun wajah Zayyan masih pucat.
“Aku harus ke tempat Aslan secepatnya,” sergah Zayyan.
Kami hening. Aku pun ingin melakukan hal yang sama, tapi bagaimana jika bukan itu yang Aslan butuhkan saat ini? Bagaimana jika Aslan memang begitu menyukai penyendiriannya dan kedatangan kami hanya akan merusak kebahagiaan Aslan?“Aku harus pastiin kalau dia benar-benar aman,” sambung Zayyan.
“Menurut kamu, ini tulisan Aslan beneran, bukan?” tanyaku.
“Gak tahu. Tulisannya atau bukan, aku tetap harus cari tahu dan ngejumpain Aslan secara langsung. Aku akan bujuk dia buat pulang.”
“Pulang ke mana?” tanyaku, Zayyan diam. “Kamu tahu kan, kalau Aslan udah gak punya siapa-sia-” kuhentikan kalimatku karena sadar itu akan membuat Zayyan terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta's Hidden Melody
RomantizmLea merasa ada yang aneh setelah Aslan kembali dari perpisahan mereka selama tujuh tahun. Setiap perubahan Aslan bagai misteri tak terpecahkan. Serangkaian misteri itu menimbulkan perasaan baru, yang Lea percayai tidak boleh ada di tengah persahabat...