04. Satu Kamar

90 22 1
                                    

Tidak seperti biasanya, malam ini Dewa mengajak semua anggotanya makan malam bersama di salah satu warung pecel lele  yang berada tidak jauh dari hotel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak seperti biasanya, malam ini Dewa mengajak semua anggotanya makan malam bersama di salah satu warung pecel lele  yang berada tidak jauh dari hotel.

Arfi dan Kanaya yang merupakan pemuja barang gratisan tentu tidak akan melewatkan kesempatan yang datang lima tahun sekali. Yah banyak yang bilang kalau Dewa itu bos yang pelit. Namun selama dua tahun Kanaya bekerja, menurutnya Dewa tidak se-pelit yang orang lain katakan.

“Gue pesan dua piring aja apa Na? Dari wanginya gue yakin pecel lele disini enak!”

“Nanti Mas Dewa bangkrut gimana Fi?

Arfi mengibaskan tangannya ke udara, “Yaelah nggak sampai bangkrut kali, Na. Ini pecel lele, bukan resto bintang lima!”

Atas bujukan Arfi, alhasil Kanaya juga ikut memesan dua porsi nasi beserta ayam gorengnya.

Ditengah asiknya mengunyah sayap –bagian favoritnya-  yang selalu Kanaya habiskan saat suapan pertama, tiba-tiba saja Mas Dewa sudah duduk di sampingnya sambil mengatakan  “Kamu laper banget Na?” katanya lalu meletakkan piringnya tepat di samping posisi Kanaya duduk.

“Loh, Mas pindah? Kan tadi duduk disitu?” Telunjuk Kanaya mengarah ke arah meja yang berada tepat di belakang bapak pemilik pecel lele ini. Seingatnya Mas Dewa sedang duduk disana bersama anggota yang lain, kenapa tiba-tiba beliau yang terhormat ini pindah?

“Aku cuman pastiin aja sih kamu nggak nambah piring yang ke tiga.”

“Nggak kok Mas, aman. Gara-gara Arfi ni ngajakin makan double porsi gini.”

Arfi yang mendengar itu tidak terima, jelas-jelas Kanaya menerima usul itu dengan sadar dan tanpa paksaan.

“Penjilat lo, Na!”

“Iya, nih gue lagi jilat ayamnya. Lo mau gue jilat juga?”

“Astaga Kana, istighfar lo! Tapi boleh nih, jilatin sendal gue tadi nggak sengaja nyemplung ke comberan.”

Obrolan mereka yang jauh dari standar guyononan versi Dewa membuat keadaan seketika sunyi. Pun, raut wajah Dewa yang sudah sedatar pantat teflon.

Sorry, Mas.”

Tidak ada lagi obrolan setelah itu. Mereka semua makan dengan tenang tanpa ada guyonan yang mengocok perut. Ini semua terjadi karena Dewa yang tidak satu humor dengan mereka, para kacung kelas bawah.

Sepuluh orang yang kekenyangan itu akhirnya kembali ke hotel dengan mata yang setengah tertutup.

Lelah akibat bekerja seharian ditutup dengan makan malam kali ini membuat kantuk dengan cepat menyerang kesadaran mereka. 

“Habis ini gue mau tidur Na, perut gue udah kayak orang hamil. Gila sih, nasi uduknya beneran mantap!”

“Gue juga nih, apa gue minta resepnya ya Fi? Lumayan untuk nambah menu catering gue.”

Arfi menggelengkan kepalanya tidak percaya. “Emang bapak itu mau bagiin resep jualannya ke orang asing kayak lo?”

Kanaya mengangkat bahunya acuh, “Kan beda kota juga. Nggak akan jadi saingan bisnis kan?”

“Terserah lo deh Na, otak lo isinya cuan doang!”

“Nggak ada cuan, bisa mati Fi!” Kanaya membalas sindiran itu dengan sarkas.

Sesuai keinginannya, akhirnya setelah beberes dan menyiapkan pekerjaan untuk besok pagi, Kanaya naik ke atas kasur dan bersiap untuk terbang ke alam mimpi. Kedua matanya sudah setengah tertutup hingga bunyi ketukan pada pintu kamarnya membuat Kanaya kembali terjaga.

“Gue sumpahin siapapun orang yang ketok pintu kamar gue malam ini jomblo seumur hidup!”

Setelah sekitar lima menit Kanaya membiarkan ketukan itu, pada akhirnya orang yang berada di luar sana menyerah juga. Dalam hati, Kanaya bersyukur. Akhirnya dia bisa tidur kembali.

Namun belum sempat kedua netranya mengatup, bunyi pada ponselnya membuat Kanaya nyaris mengumpat saat mendapati nama Dewa tertera disana.

“Halo Mas?” sapa Kanaya dengan suara yang dibuat selemas mungkin.

Suara di seberang sana menyahut pelan, “Keluar sekarang Na, aku di depan kamar kamu.”

Kanaya tidak habis pikir, apa yang ada di dalam kerangka otak bosnya yang tega membangunkannya di jam sebelas malam ini? Jangan bilang ini soal kerjaan!

Pintu kamar terbuka, dan terlihat lah sosok Dewa yang tengah bersandar dengan kedua tangan yang asyik berselancar di layar ponsel.

“Kenapa sih Mas, aku baru aja mau tidur loh!”

Mendengar Kanaya yang bersungut sebal, Dewa hanya meliriknya sekilas.

“Ke kamar aku sekarang Na.” Setelah mengatakan itu Dewa berjalan menuju kamarnya dan membiarkan pintunya sedikit terbuka. Lelaki itu meninggalkan Kanaya yang kini mematung dengan otak yang sangat lambat mencerna maksud dari ucapan sang bos.

"Ke kamar Mas Dewa, emang mau ngapain?"




Dilema Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang