Gais, terimakasih untuk votenya!!!
Semoga kalian suka sama cerita ini:)
Maafkan belum bisa up cepat-cepat :(
Enjoy!!!
Benar apa yang dikatakan Arfi perihal ketakutannya kemarin. Beberapa rekannya yang secara terang-terangan kesal terhadapnya nyatanya masih menginginkan catering Kanaya sebagai menu makan siang mereka.
Mendapati banyaknya chat yang masuk membuat dada Kanaya kian lapang. Dia sungguh berterima kasih pada Dewa yang secara tidak langsung membantunya kemarin.
Walaupun nyebelin setengah mati, ternyata Dewa tidak sepenuhnya terbuat dari bara api.
"Pasti untuk Mas Dewa," ucap Adam saat melewati Kanaya yang tengah duduk memangku sekotak bekal berisi nasi goreng.
Kanaya mengangguk, "Pasti dong. Cuman dia manusia yang suka makanan pedas tapi nggak bisa gigit cabe rawit!"
Usai menyingkirkan seluruh potongan cabe yang tersisa, Kanaya akhirnya menutup kotak bekal itu dan memasukkannya ke dalam sebuah kantong yang biasa dia gunakan untuk belanja.
"Mbak nanti mau ke kantor istrinya Mas Arfi, doain ya semoga mereka mau langganan catering kita."
Adam mengaminkan, kemudian menimpali, "Kenapa kita nggak endorse selebgram aja Mbak? Ya walaupun mahal dibiaya, tapi seenggaknya bisa dapat views yang banyak. Orang-orang jadi tau catering kita."
Kanaya menghembuskan nafas pelan, seolah dengan begitu sedikit beban di dadanya bisa menghilang ditelan angin.
"Mbak udah mikirin itu juga, cuman sekarang Mbak masih pilih-pilih selebgram siapa yang cocok. Kamu tau kan, kita nggak punya biaya lebih, jadi harus ekstra hati-hati banget." Kanaya bangkit berdiri lalu berjalan pelan menuju jendela yang menampilkan pemandangan rumah Mas Dewa.
Rumah itu tampak kosong, sangat berbanding terbalik dengan isi di dalam kepalanya yang tidak pernah sepi. Selalu saja muncul bayang-bayang tentang hutang dan nasib mobil Mas Dewa yang entah bagaimana kondisinya.
Terbersit sekali lagi keinginan Kanaya untuk menjual rumah ini.
Ditambah, belum ada gebrakan kecil yang terjadi. Walaupun Kanaya sudah memaksimalkan seluruh akun sosial medianya untuk berjualan, namun tetap saja semuanya membutuhkan proses.
Kanaya hanya tinggal menunggu waktu dia akan berkunjung ke psikiater. Sebab, menceritakan seluruh masalah yang dia hadapi di depan adiknya, itu tak akan mungkin terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilema Dua Hati
Literatura FemininaKanaya harus mempertahankan rumah milik kedua orang tuanya. Dengan segala hutang yang ditinggalkan, juga tanggungan hidup berupa tiga orang adik laki-laki yang masih dibawah umur. Kehidupannya menjadi seorang staff marketing tak cukup membuatnya men...