22. Malam Abu-abu

49 3 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




 "Dua minggu lagi event di luar kota, Na. Kira-kira mereka siap nggak ya kamu tinggal?"

Kanaya menghembuskan nafas pelan. Dirinya duduk menyender di kursi plastik yang berada di dalam ruang petugas. Hasil dari kecerobohannya tadi mengantarkan mereka pada sebuah sesi pertanyaan yang dilayangkan bapak petugas dan hal itu berlangsung selama hampir setengah jam.

Saat ini, mereka tengah menunggu petugas itu kembali dan secepatnya pula Kanaya ingin segera cabut untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah lelah.

"Semoga aman, Mas. Aku juga nggak tenang sebenarnya," jawab Kanaya dengan nada tidak yakin. Matanya melirik kepada Dewa yang sama sekali tidak menunjukkan raut kelelahan ataupun gerutuan yang biasanya akan terdengar jika berada di kantor.

Perubahan sikapnya yang cukup drastis membuat Kanaya jadi bertanya-tanya. Disatu sisi dia senang namun disisi lain justru tak nyaman.

"Oh iya, tadi kita lagi bahas Baskara," kata Kanaya, "Mas lihat dia di mana?"

"Kafe," jawab Mas Dewa dengan intonasi suara yang mengecil.

Singkat, padat, kafe.

"Kafe dimana?" ulang Kanaya berharap kali ini Dewa menjawabnya dengan kalimat yang lebih panjang.

Lelaki yang memakai kaos hitam polos itu mendongakkan kepala serta memejamkan kedua matanya. Terlihat sekali bahwa dia malas mengingat momen pertemuan tidak sengaja tadi.

Sejujurnya disaat itu baik Dewa maupun Baskara sma-sama saling melihat. Kontak mata yang terjadi hanya sekilas membuat Baskara tidak yakin dengan apa yang dia lihat saat itu. Baskara hanya bisa menebak bahwa yang duduk di samping Dewa adalah seorang perempuan.

Sementara itu Kanaya menunggu tidak sabar.

"Nggak jauh dari mal ini, Na. Dia kelihatannya rame-rame sama teman cowok juga."

"Ooh..." seloroh Kanaya.

Mata yang semula terpejam itu perlahan mulai terbuka. Lelaki itu memiringkan tubuh hingga kini mereka saling berhadapan.

Kedua netra hitam itu menatap dalam kepada sosok Kanaya yang terdiam seribu bahasa usai mendengar penjelasannya. Hawa tak enak dengan cepat menyelimuti obrolan mereka. Sejujurnya dia tidak ingin terlalu ikut campur dalam urusan asmara seseorang. Namun melihat bahwa ini Kanaya, tetangga sekaligus teman mainnya saat kecil dulu entah mengapa Dewa selalu merasa ingin tahu.

Ada sesuatu di dalam dirinya yang tidak ingin melewatkan satu hal pun jika itu berkaitan dengan wanita dihadapannya ini. Meski terkesan dia tidak perduli, julid dan hal buruk lainnya yang sering ditampakkan saat jam kantor, lelaki itu hanya tidak mengerti bagaimana cara menunjukkan perasaannya.

Dilema Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang