13. Tawaran ke Kantor

43 6 0
                                    

Yang udah baca bolehh dongg kasih semangat lewat bintang dibawahhh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yang udah baca bolehh dongg kasih semangat lewat bintang dibawahhh

heuheuuu

Enjoy!!!



Sesuai janjinya semalam, pagi ini Kanaya sudah menyiapkan beberapa sampel makanan yang nanti akan dia bawa untuk mempromosikan kembali cateringnya pada rekan kerjanya di kantor. Sejak jam tiga dini hari, dapur di rumahnya sudah sibuk dengan berbagai aktivitas mengiris sayur dan memotong potongan lauk pauk seperti ayam dan daging. Bunyi suara sutil yang bersahutan dengan panci-panci sudah menjadi hal biasa dalam kehidupan empat beradik ini.

Tepat pukul setengah enam, semua pekerjaan telah beres. Beberapa cup berisi pesanan makan siang sudah dipacking dan Koi sudah siap untuk mengantarkan itu kepada para pelanggan mereka.

"Nanti jangan lupa jemput Yoga, Dam!" teriak Kanaya dari teras depan. Wanita itu memasang Flat Shoes putih favoritnya dengan sedikit tergesa. Wajahnya dibanjiri dengan keringat dan secara otomatis pula rambut yang sudah dia tata sedemikian rupa lepek tak karuan.

Namun Kanaya tidak memiliki waktu lagi untuk menata ulang penampilannya. Dia tidak boleh terlambat dan membuat – si maha julid– Dewa, memarahinya karena remeh.

Pandangan Kanaya berlabuh pada area halaman depan rumah Dewa. Biasanya, jam segini pajero hitam itu sudah mengkilap dan si pemilik mobil akan berkata, "Bareng nggak, Na?" Sambil menurunkan kaca mobilnya.

Namun tidak dengan pagi ini. Mas Dewa terlihat merapikan kemejanya sambil merogoh kunci motor di dalam saku celana.

Sebuah motor matic keluaran lama berwarna hitam sudah nangkring menggantikan posisi pajero yang dulu. Terlihat pula betapa luasnya halaman depan rumah Dewa jika tidak ada mobil yang terparkir di sana.

Beruntungnya, Dewa merawat barang-barangnya dengan baik, walau keluaran lama, motor itu masih layak untuk diakui.

Kanaya penasaran apa yang akan dijawab Dewa saat ibunya menanyakan perihal mobil itu? Pasti ibunya akan mengamuk jika mengetahui karena dia lah Dewa menggadaikan mobil kesayangannya. Entah jambakan atau tamparan keras yang akan melayang di pipinya nanti, memikirkan itu membuat Kanaya bergidik ngeri.

Tepat saat Kanaya tengah memperhatikan pergerakan Dewa, lelaki itu menghentikan langkahnya dan otomatis mengarahkan pandangannya ke arah Kanaya yang hanya berdiri dengan tatapan mata kosong.

Heran dengan sikap Kanaya yang seperti orang linglung, Dewa pun menyapa dengan suara yang cukup lantang.

"Kanaya, mau bareng nggak?"


***


Kanaya merasakan angin segar datang dari arah surga yang paling indah.

Komentar yang diberikan oleh rekan kerjanya sungguh membuat mood kanaya naik dua tingkat. Beberapa dari mereka bahkan mendaftarkan diri menjadi pelanggan catering mulai besok. Bahkan para bos yang biasanya ogah mengambil menu catering, hari ini justru berbondong-bondong ikut memasukkan nama mereka dalam list panjang pelanggan Kanaya.

"Lo beneran, minta resep sambal bapak pecel lele di Surabaya kemarin, Na?"

Dengan penuh percaya diri, Kanaya menepuk bagian dadanya menggunakan kepalan tangan sekaligus membalas "Iyalah! Sama persis kan rasanya?" Arfi menggelengkan kepalanya takjub, tidak menyangka Kanaya serius kala itu.

"Emang teman gue yang paling gila cuman lo Na," kata Arfi di sela kunyahannya.

"Salah Fi, gue adalah teman lo yang paling banyak hutang, itu baru benar!"

"Ngomong-ngomong soal hutang, mereka masih neror lo Na?"

Kanaya memang tidak menceritakan perihal bantuan Dewa beberapa waktu lalu. Dia tidak ingin orang lain berpikiran macam-macam dan menyebabkan kehebohan sendiri di dalam kantor ini.

Sebut saja Arfi adalah manusia yang paling dekat dengan Kanaya. Namun dengan penuh kesadaran, Kanaya tidak akan pernah mau menceritakan hal ini sebab dia tau konsekuensi apa yang akan ditanggung setelahnya.

Sepertinya saat dalam perjalanan menuju bumi, Arfi bayi kehilangan rem pada mulutnya sehingga kata apapun bisa keluar tanpa penghalang.

"Ya kayak gitu deh. Ini makanya gue mau ningkatin penjualan dari catering."

"Adik-adik lo gimana?"

"Aman sih mereka, paling si Adam tu harus gue wanti-wanti karena sebentar lagi dia mau ujian kelulusan."

"Pikirin diri lo juga kali Na. Tuh liat kantung mata lo udah hitam kayak zombie!" sindir Arfi yang lima puluh persen berisi kebenaran.

Namun wanita itu bersikap acuh sembari mengibaskan sebelah tangannya, "Nanti kalau duit gue udah banyak, masalah kantung mata hitam gampang sembuhinnya, Fi."

"Terserah lo Na. Padahal istri gua mau bantu backup masalah hutang lo, tapi gengsi lo setinggi monas!" balas Arfi dengan emosi yang memuncak.

"Nggak mau Fi. Gue paling benci yang namanya hutang budi. Lagian yang statusnya teman gue kan lo, bukannya si Mila. Harusnya lo yang kasih gue uang tiga ratus juta itu!"

"Gaji gua aja di bawah lo, Na! Mau kasih uang tiga ratus juta dari mana?" Nyaris saja garpu dalam genggaman tangan Arfi melayang menuju bola mata Kanaya.

Kembali Arfi melanjutkan kalimatnya, "Pelihara babi ngepet? Lo aja yang jadi babinya, biar gue yang jaga lilin!"

Belum sempat Kanaya menentang usul perihal siapa yang jadi babi dan siapa yang menjaga lilin. Dari arah jam dua belas, sosok Mas Dewa yang berjalan mengikuti Pak Edward kontan mengunci mulut mereka dan segera bersikap sesopan mungkin dengan senyum yang menggantung dan kepala yang menunduk hormat.

"Kanaya!" Pak Edward menghampirinya. Di tangannya kini ada sebuah cup kosong dengan tempelan merk catering kanaya pada penutupnya.

"Saya juga mau pesan catering kamu. Enak nih dagingnya nggak keras," puji Pak Edward membangkitkan senyum Kanaya.

"Boleh banget Pak, daging spesial untuk Bapak!" Dua jempol Kanaya acungkan hingga mengundang gelak tawa Bapak berambut gondrong itu. Tepat di belakang Pak Edward tampak Mas Dewa yang menatapnya sinis seolah mengisyaratkan, "Nggak usah sok hebat deh!"

"Ni orang nggak senang catering gue laku kali ya?" ucap Kanaya di dalam hati.

"Ah iya, sama satu lagi." Pak Edward menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Kanaya.

"Nanti malam kamu ikut rapat bareng Dewa ya, Na. Ada beberapa hal yang mau dibahas untuk acara launching produk besok. Lembur lagi nih tim kita, semangat ya!" Bos Gondrong itu kemudian berjalan riang meninggalkan Kanaya yang kini mematung di tempatnya.

Jantung kanaya seakan berhenti berdetak. Info rapat ini sungguh diluar prediksinya. Kalau sudah begini, bagaimana Kanaya mempersiapkan menu cateringnya?

Tidak sampai di situ, tepat ketika Pak Edward berlalu darinya sebuah pesan singkat dari Adam kembali membuat Kanaya mengeluarkan keringat dingin.

"Mbak, nanti malam Adam nginap di rumah teman ya. Ada modul yang mau dibahas."





Dilema Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang