Bab 10

225 62 13
                                    


Bab 10Aga, lagi!


Mara memiliki keleluasaan waktu dalam bekerja. Tidak ada kewajiban harus masuk sejak pukul delapan hingga lima sore. Bahkan ia terkadang pulang lebih cepat, asalkan semua pekerjaannya selesai. Bagas dan Saka pun tak pernah memaksanya untuk mengikuti jam kerja seperti staff yang lain. Namun, ia tak pernah dengan sengaja memanfaatkan keistimewaan yang di dapatkannya selama ini.

Semenjak memutuskan bekerja untuk Ayahnya, Mara tak pernah berhenti mencari peluang. Sekecil apapun. Meski kegigihannya terkadang membuat orang di sekitarnya kuatir, tapi Mara tak pernah mempedulikan itu semua.

Bermula dari pekerjaan pertama sebagai model untuk ibunya, Mara tak bisa berhenti. Di saat saudara kembarnya banting tulang menjadi dokter seperti yang diinginkannya. Ia sibuk mencari uang dan berusaha menyelesaikan kuliah seperti yang diinginkan kedua orang tuanya. Adek boleh nerusin kerja tapi dengan syarat, kuliah enggak boleh berhenti! Mara masih bisa mengingat perintah Mamanya ketika meminta izin untuk meneruskan bekerja.

Impian untuk bekerja di dunia hukum seperti yang diinginkannya setelah lulus SMA, berubah. Tepat ketika Mara mendapatkan gaji pertama setelah menjadi model dadakan bagi Mamanya. Ada kepuasan dan kebanggaan yang tak bisa diabaikannya begitu saja. Walaupun kedua orang tuanya memastikan semua kebutuhannya terpenuhi. Kegigihannya dalam mencari peluang pekerjaan menjadi kelebihan Mara.

Seperti ketika ia mencari pengrajin yang bisa memperbaiki babon angkrem simpanan ayahnya. Mara juga berusaha sekuat tenaga mencari kontak ketika mengetahui tentang lelang sebuah pekerjaan. Informasi yang ia dapatkan secara tidak sengaja dan tak bisa ia abaikan begitu saja. Bahkan, pekerjaan itu membuatnya semakin dekat dengan Dipa ketika pada akhirnya Mara mendapatkan informasi tersebut.

Pekerjaan sebagai penyedia bahan dasar untuk pabrik kertas milik keluarga Dipa. pekerjaan yang tak pernah ia rencanakan selama ini.

Beberapa bulan setelah mengenal Dipa, ia mengetahui bahwa pria yang berusaha mendekatinya selama ini adalah anak pengusaha pabrik kertas di Jawa Timur. Bahkan, Dipa adalah anak satu-satunya pemilik pabrik tersebut. Meskipun kedekatan mereka tidak memberinya kemudahan dalam mendapatkan proyek pengadaan, tapi Mara merasa aman mengetahui pabrik Dipa lah tempat yang harus ditujunya.

Email yang diterimanya beberapa saat lalu membuatnya kembali mengingat perjalanan karirnya selama ini. Bahkan kebersamaannya bersama Dipa setiap kali ia menyelesaikan pekerjaannya teringat kembali.

Ponsel di atas meja berdering mengalihkan perhatiannya dari layar laptop di depannya. "Ya, Mas," jawabnya setelah menggeser tanda hijau tanpa ragu.

"Kamu dapat lagi?" tanya Dipa. "Pengumumannya hari ini, kan?" Hanya Dipa dan keluarganya yang tahu tentang pekerjaan sampingannya selama ini. Setiap kali ada lelang baru, Dipa selalu menjadi orang pertama yang memberinya ucapan selamat seperti hari ini.

"Mas kok masih inget, sih?" tanya Mara tak bisa menghentikan rasa senang mendengar suaranya. Mengetahui Dipa masih mengingat segala sesuatu tentangnya, membuat harapan itu kembali datang. "Bukannya sibuk sama persiapan pernikahan?"

Mara tak bisa mengabaikan helaan napas panjang Dipa. "Masih jalan, Non," jawab Dipa. "Aku baru inget, nanti malam enggak ada acara, kan?"

Jari yang menggulir layar, berhenti mendadak. Membayangkan kembali melihat kedekatan Dipa dan Caca membuatnya mengernyit. Namun, yang membuatnya semakin ragu untuk menjawab adalah gambaran tentang seorang berambut awut-awutan muncul di kepalanya. Pria yang membuatnya penasaran dengan sikap panas dinginnya. Orang yang membuatnya tergelitik ingin mengenal tapi juga menghindarinya.

TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang