24. Come Clean

405 86 33
                                    

nas's notes: hi aku balik lagi! jadi ayo boleh drop vote dan comment-nya untuk ceritaku. yang bacanya offline, boleh nyalakan dulu kuotanya dan matikan lagi, ya.

terima kasihh dan selamat membaca <3

Jakarta, Indonesia
Mid June 2026

Frida Hadiwiryono tampak senang karena cucunya datang ke rumah untuk teh sore dan membuat suasana rumah tampak ramai. Meskipun tak semua cucunya dapat hadir, namun kehadiran Giandra, Rayan, dan Alya berhasil memeriahkan kediamannya. (Untuk Alya, meskipun ia terhitung sebagai cucu menantu, tetapi Alya sudah dianggap cucu).

Saat ini, para sepupu sedang duduk di ruang tengah untuk mengobrol dan Frida berada di dapur untuk mengamati pekerjaan para ART-nya. Mba Laras memilih untuk memanggang bolu pisang (permintaan Rayan) dan ART yang lebih muda ditugaskan untuk mempersiapkan cemilan asin seperti bitterballen (permintaan Giandra) dan cakwe isi udang (permintaan Alya).

"Aku datang ke pemakaman istrinya Raka bersama Akbar, dan dia menjual kesedihannya selama pemakaman—menampilkan wajah depresi dan kehilangan yang sebenarnya membuatku takut. Sekarang aku tidak jadi iba begitu mendengar ia membelikanmu satu set baju dan mengantarkannya atas namaku."

"Sebenarnya Raka Purnomo memakai nama Mba Alya untuk mengantar pakaian pada Gi ada maksud apa, ya?" Rayan langsung bertanya begitu ia selesai mendengarkan keseluruhan cerita dari Giandra.

"Dia ingin memastikan kalau aku menerima pemberiannya," gumam Giandra sembari meminum air dingin, "kalaupun aku sendiri yang menerimanya, sudah pasti aku akan terkecoh karena, saat itu, aku juga sedang menunggu kiriman jaket dari Mba Alya."

"Hanya saja, menurutku, dia itu aneh," gumam Rayan yang tampak memutar matanya.

"Aneh kenapa?"

Frida yang baru saja balik dari dapur pun langsung bergabung dalam percakapan para cucunya. Kemudian disusul oleh Mba Laras dan salah seorang ART yang membawakan baki berisi teh dan cemilan yang diinginkan.

"Asyik! Terima kasih Mba," ucap Giandra spontan sembari mengambil bitterbalen yang masih panas dengan jarinya.

"Kalian ini sedang membicarakan siapa?" tanya Frida yang tampak penasaran dan mengambil cangkir teh yang telah disiapkan oleh salah satu ART.

"Raka Purnomo itu, Ma," ucap Rayan dengan perasaan jengkel, "tanah makam istrinya belum kering dan sudah menangisi mendiang istrinya sampai masuk berita, tapi dia sudah mengajak Gi untuk makan malam sama dia sampai membelikan baju ... seakan-akan pemberian dari Mba Alya. Kasihan Gi yang terpaksa meladeni Raka yang kerap menganggunya. Bahkan ajudannya pernah mendatangi ke kantor Forest Green dan menjemputnya seperti tahanan."

Wanita tua itu langsung menyorot pandangan pada cucu perempuan kesayangannya itu. "Anindya, benar, 'kah?"

"I'm sorry, Ma."

"Jangan minta maaf, Anindya. Habis ini langsung blokir kontaknya." Frida menasehati sembari mencicipi bolu pisang yang dipotong tebal dan terlihat potongan cokelat batangan yang menjadi topping untuk bolu pisang yang dibuat oleh Mba Laras. "Menurut Mama, Terlepas dari professionalisme dan branding-nya, Raka ini orangnya enggak beres."

"Maksud Mama?" Alya bertanya sembari mengkerutkan dahi.

"Keluarga konglomerat Indonesia tahu Raka itu problematik, apalagi semenjak Raka menyenggol Hamdi Hassan dan pertemuannya dengan pejabat penjajah itu, namun itu masih kurang. Kita curiga Raka ini korupsi atau menikmati gratifikasi selama dia menjadi Wamenparekraf, namun belum terlihat," ucap Frida yang penjelasannya membuat para cucunya itu tak mengedipkan mata karena terlalu fokus, "jika dad-nya Anindya masih hidup, pasti Andhika sudah diiris dan masuk panggangan roti karena membiarkan orang seculas Raka masuk ke kabinet—bahkan menjadi bagian dari lingkar terdekatnya."

The InheritanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang