31. Captivated

411 62 0
                                    

nas's notes: hi aku update! jangan lupa vote dan comment. kalau suka baca secara offline, bisa nyalakan dulu paket datanya, vote, dan matikan lagi. feel free juga untuk mempromosikan cerita ini.

terima kasih banyak dan selamat membaca! xx

Jakarta, Indonesia
End of June 2026

Untuk mengisi waktu di Sabtu pagi, Giandra memutuskan untuk membersihkan kamar tidur orang tuanya. Semenjak ditinggal orang tua, Giandra tidak mengubah apapun. Mba Yaya hanya membersihkan debu dari meja rias, membuka lemari dan mengangin-anginkan pakaian, dan menyapu dan mengepel lantai vinyl warna cokelat tua. Kasur selalu dinaikkan dan akan dipasang sprei oleh Mba Yaya jika Giandra ingin tidur di sana.

Saat orang tuanya meninggal, orang-orang memberi saran kepada para kakek nenek Giandra untuk menyumbangkan barang-barang milik mendiang. Saat itu, dr. Arief membalikkan semuanya ke cucu satu-satunya, Giandra, yang sebenarnya lebih berhak untuk memutuskan. Giandra pun tidak mengabulkan permintaan tersebut karena sentimental (selain tidak ingin barang kesayangan orang tuanya berakhir menjadi kain lap di rumah orang lain).

Ia menyampaikan niat ini kepada para kakek neneknya tempo hari dan mereka mengizinkan. Bahkan Frida berujar bahwa sudah saatnya barang-barang tersebut diharagi oleh orang yang menyukainya.

"Mba Yaya, apa kamu menginginkan salah satu barang dari lemari mom?"

Mata Mba Yaya pun membesar. Ia tidak percaya bahwa Nona rumahnya menawarkan barang yang nominalnya cukup besar dan, terlebih, barang tersebut merupakan barang kesayangan Kirana—anak perempuan Hadiwiryono yang sudah ia rawat sejak remaja bersama dengan adiknya, Anindya.

"Kurasa tidak, Non Gi." Mba Yaya membalas. Ia tidak dapat memilih apapun karena barang-barang Kirana banyak yang dibelikan oleh ayahnya, Pak Arya, sejak beliau menjadi menteri dan ayahnya Giandra, Pak Hiram.

Giandra pun mengerti bahwa Mba Yaya pun sudah lama bekerja dengan keluarganya. Ia melihat Mba Yaya sebagai ART yang kepribadiannya lurus-lurus saja dan tak banyak masalah. Bahkan Mba Yaya tidak ingin dibayar banyak sejak menjadi ART untuk Giandra karena ia murni bekerja untuk melayani anak dari keluarga yang selalu baik padanya. Mengingat Mba Yaya tidak terlalu suka dengan barang mewah yang mencolok karena cetak merk (tentu saja karena ia sudah lama bekerja dengan keluarga Hadiwiryono), jadi Giandra memilihkan beberapa tas yang akan terlihat cocok untuk ART-nya.

Ia mengambil tiga tas hitam berukuran besar dari beberapa brand yang tergolong mewah, mewah yang dapat dijangkau, dan lokal. Mba Yaya sudah familiar dengan merk pun langsung mengambil tas dari brand lokal yang modelnya jauh lebih sederhana dan berbentuk tote bag.

"Kenapa Mba Yaya ambil yang itu? Kenapa bukan yang lainnya?" Giandra bertanya dengan penasaran dengan pilihan dari ART-nya.

"Aku tak banyak pergi ke tempat yang bagus atau ke acara penting sepertimu. Lagipula Bu Kirana juga banyak memakai tas ini untuk mengisi banyak bawaannya." Mba Yaya menjawab dan menatap tas tersebut. Ia ingat bahwa tas itu juga merupakan satu-satunya tas buatan lokal yang dibeli oleh majikannya itu. Bahkan dulu Kirana menceritakan kalau ia membelinya karena kualitasnya tak kalah bagus dengan buatan luar. "Terima kasih banyak, Non Gi. Aku akan mengunakannya untuk bertemu dengan teman-temanku dan menujukkan pemberianmu ini!"

Giandra menangkap jawaban Mba Yaya dan tersenyum. Matanya mulai berkaca-kaca. "Sama-sama, Mba Yaya. Ayo kita lanjut."

Wanita muda itu melanjutkan pekerjaannya dan sekarang membereskan meja rias dan laci mom. Iris cokelat Giandra pun berhasil menemukan sebuah kotak yang berisi surat, foto, hingga sebuah buku. Sempat terpikir oleh Giandra bahwa buku tersebut adalah buku alamat dan telepon, namun ternyata tidak.

"Nyonya Kirana sejak remaja suka menulis diari bersama Non Anindya." Mba Yaya menanggapi saat Giandra membuka diari mom dan melihat lembaran kertas yang agak menguning. Matanya lansgung penasaran untuk membaca semua isinya, namun ia akan membaca diari mom nanti dari kamar tidurnya.

"Gi, Mba Yaya, aku bawa mie ayam. Aku habis beli di warung mie ayam dekat rumah mama."

Suara tersebut berasal dari Rayan yang tiba-tiba masuk ke kamar yang pintunya tak tertutup. Giandra yang sudah lapar pun langsung menjeda pekerjaannya dan menoleh pada Mba Yaya. "Kita lanjutkan nanti sama Rayan, ya. Ayo kita sarapan dulu, Mba."

.


.


.

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, sarapan, dan bersiap-siap, Giandra sudah pergi menuju tukang jahitnya. Frida sudah mengingatkan Giandra untuk mempersiapkan kebaya yang akan dikenakan pada acara lamarannya dan hari ini adalah jadwalnya untuk mengepas. Tentu saja Giandra meminta tukang jahit itu untuk mengerjakan kebayanya dengan cepat.

Sembari menunggu tukang jahitnya mengambilkan kebaya yang ia kerjakan, Giandra pun duduk bersama Nicholas. Tentu saja Nicholas meluangkan akhir pekannya untuk menemani Giandra mengepas kebaya yang akan dikenakan untuk lamaran.

"Lantas bagaimana kabar kebaya pengantinmu itu?" tanya Nicholas yang mengambil segelas air mineral yang sudah disediakan oleh asisten tukang jahit.

"Sebulan yang lalu aku minta revisi. Sebenarnya bukan revisi yang besar, namun karena saat itu aku belum diajak nikah sama kamu jadi aku meminta tukang jahitnya lebih santai dalam pengerjaannya."

Tukang jahit tersebut mendatangi Giandra sembari membawa sebuah dust bag. Giandra menoleh dan teringat sesuatu. "Apakah aku bisa mengepas kebaya pengantinku hari ini?"

"Tentu saja bisa!" sontak tukang jahit itu antusias mengingat ia sudah mengerjakan revisi dari kebaya pengantinnya Giandra.

Sebelum berjalan menuju kamar ganti, Giandra menoleh pada Nicholas. "Tunggu sebentaaaaar!"

Nicholas pun mengangguk dan tersenyum. "Siaaaap! Coba kejutkan aku, ya!"

Beberapa menit kemudian, Giandra pun datang dengan kebaya berwarna putih, rambut yang tergulung, dan bawahan batik. Iris lelaki itu pun tak dapat melepas pandangannya saat ia melihat Giandra yang terlihat cantik dengan kebaya yang dikenakannya. Sebelum Giandra menanyakan pendapatnya, Nicholas sudah bergegas untuk berdiri dan mendekati calon istrinya.

"Gi ... jadi ini kebaya yang kamu ceritakan waktu itu?" tanya Nicholas yang teringat dengan ucapan Giandra saat mereka makan malam pada Bulan April lalu.

Wanita muda itu mengangguk dengan perasaan senang. "Benar! Yang Kak Nicky bilang 'siapa yang mau nikah sama toddler kayak kamu?"

Wajah Nicholas pun memerah dan ia merasa sedikit malu dengan perkataannya. "Iya, aku yang mau dan akan menikahi toddler dalam wujud wanita dua puluh enam tahun. Habis ini mau langsung ke KUA?"

Mendengar ucapan Nicholas, Giandra pun tertawa dan memandangi mata lelaki tersebut. Antusiasme Nicholas terhadap rencana pernikahan mereka pun benar-benar di luar dugaan.  "Bawa jas? Kamu selalu mengatakan kalau kamu menaruh cadangan jasmu di mobil."

"Memang," jawab Nicholas dengan perasaan percaya diri, "kamu mau?"

Rasanya mereka ingin tertawa dan Nicholas pun mencoba untuk memandangi mata Giandra. Tangannya mengusap punggung tangan wanita muda dan ia merasa bahwa dirinya sudah terpikat oleh seorang wanita yang sudah lama ia kenal dengan semua kejutannya. "Gi, aku serius, kamu memang cantik. Sangaaaaaaat cantik. Aku tidak sabar untuk melihatmu di pernikahan kita." Nicholas melanjutkan perkataannya dan menatap Giandra dengan perasaan senang.

"Kemarin kemarin saat depan orang tuamu bertemu mama pun kamu kaget. Sekarang malah tidak sabar untuk menikah?" respon Giandra sembari menampilkan ekspresi wajahnya dan menaikkan alis.

"Aku berubah pikiran. Sekarang aku ingin menikah." Nicholas membalas dan tersenyum hangat. Ia menautkan tangan pada jemari Giandra dan memainkan tangan seperti rantai yang bergerak. "Habis ini langsung ke studio foto untuk foto latar biru?"

Ajakan Nicholas itulah berhasil membuat Giandra terkekeh. Entah kejutan apa lagi yang terpikirkan oleh Nicholas untuk dipersembahkan kepada dirinya setelah ini. "Kamu selalu mengejutkan aku dengan ide-idemu. Boleh saja!"

TBC

Published on 8th September 2024

nas's notes: yang mau ikutan acara lamaran dan kondangan yuk sini absen! :p

The InheritanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang