1. The Sole Heiress

4.4K 236 21
                                    

Jakarta, Indonesia
Early 2026

Rania Airlangga-Hassan, Presiden Direktur dari konglomerasi multinasional dan istri dari Menkopolhukam Marco Hassan, mengundang Giandra Euphrasia, teman terdekat keluarga, untuk minum teh bersama. Mereka membuat janji temu di kediaman mewah Keluarga Hassan yang berada di kawasan Mega Kuningan karena sudah bosan untuk bertemu di luar rumah. Tak banyak orang hari ini karena suaminya bekerja dan anak-anaknya pergi sesuka hati—bisa saja mereka juga bekerja atau kabur ke luar negeri. Sorot mata dari perempuan seelegan Rania tampak memandangi Giandra (yang terlihat jauh lebih cantik) saat meminum teh kamomilnya.

Dari lubuk hati Rania, ia selalu menginginkan putra satu-satunya, Hamdi Hassan, menikah dengan Giandra—perempuan cantik, berwawasan luas, dan tenang. Namun, Rania dan pikirannya menilai bahwa Giandra tidak bisa bersama anak lelakinya yang terlalu menikmati kehidupan pengacara rasa selebriti itu (yang lebih banyak diberitakan melalui kanal berita dan program gosip).

"Giandra, lama-lama aku merasa kamu semakin mirip dengan Kirana," ucap Rania yang membuat Giandra menyorotkan pandangan padanya setelah menaruh cangkir teh berwarna putih di atas meja kayu, "aku memikirkan siapa lelaki beruntung yang akan menikah denganmu."

"Terima kasih, Aunty." Giandra menaikkan ujung bibirnya dan Rania langsung teringat bagaimana sahabatnya, Hiram, tersenyum melalui putrinya. "Mungkin aku akan menikah dengan seorang diplomat?"

"Maka aku harus siap-siap kehilangan teman minum tehku." Rania membalas celotehan asal Giandra sembari tertawa kecil. Matanya memandangi perempuan muda yang sudah lama menjadi teman terdekatnya dan, secara tidak langsung, Rania menganggap Giandra seperti putrinya sendiri. "Giandra, aku serius. Menikahlah."

Berbeda dengan celotehan Giandra yang terdengar asal bicara atau asal bunyi, wanita yang usianya melewati paruh abad itu benar-benar tidak asal bicara. Giandra sudah lama hidup sendirian semenjak kematian mendadak kedua orang tuanya dan ia hanya tinggal bersama satu Asisten Rumah Tangga—yang setia bertahan karena rasa kasihan jika Giandra tinggal sendirian atau Giandra studi di Bandung dan harus meninggalkan rumahnya. Semenjak Giandra menyelesaikan studi di Bandung dan Helsinki, ia lebih banyak tinggal di rumah bersama Asisten Rumah Tangganya yang dipanggil Mbak Yaya (yang digaji dengan layak oleh papa—salah satu dari para kakek neneknya Giandra yang masih membiayai biaya hidup cucu kesayangan mereka).

Saat ini, Giandra hanya memfokuskan dirinya untuk bekerja di salah satu start-up besar di Asia, menulis cerita fiksi yang dipublikasikan di Amerika Serikat, dan mengerjakan proyek rahasia lainnya. Tentu saja, ia juga hidup dari hasil dari deposito peninggalan orang tuanya dan uang saku dua kakek neneknya. Giandra is that a rich RICH orphan.

"Aku ingin, Aunty. Sungguh. Namun, orang tua mana yang mau menikahkan anaknya dengan anak yatim piatu?" Giandra mengatakannya dengan perasaan pasrah. "Yang menarik dariku hanyalah uangku, Aunty."

Ucapan anak itu ada benarnya. Giandra menerima warisan setelah kematian kedua orang tuanya dengan rincian: dua properti di Permata Hijau dan Alam Sutera, beberapa rekening deposito, asuransi bernilai milyaran, barang antik—lukisan, perhiasan, hingga guci keramik, sampai harta rahasia yang hanya diketahui oleh beberapa orang. Keseluruhan dari warisan tersebut memiliki nominal yang mengerikan dan itu belum termasuk dengan yang didapat Giandra sepeninggal orang tuanya seperti gaji, royalti dari semua publikasi buku di Amerika Serikat, uang saku kakek nenek, hingga warisan yang akan ia dapat dari kakek neneknya nanti.

Rania, teman dekat Hiram dan Kirana yang paling setia, yang mengetahui nilai kekayaan Giandra pun selalu khawatir dengan lelaki yang akan dinikahi oleh perempuan muda itu.

"Dulu aku juga berpikiran sepertimu, Gi. Bahkan saat muda, aku bukan perempuan yang terlahir cantik, namun aku terawat dan hidup dengan harta keluargaku. Hingga aku menikah dengan Marco yang melihatku sebagai diriku sendiri, bukan melihat dari uangku." Rania bercerita dan tangannya mengambil tangan Giandra untuk menggenggamnya dengan erat—menyemangatinya. "Kamu harus percaya kalau kamu akan menemukan jodohmu. Aku akan mendukung pilihanmu, Giandra."

"Terima kasih, Aunty. Pantas saja orang tuaku mempercayakan aku padamu dan, tentu saja, Uncle Remus. Kalian selalu melihatku dan tidak mengangguku seperti Ibu Negara."

Wanita tersebut menaikkan wajahnya setelah menuangkan teh dari teko keramik ke cangkirnya. Telinganya menangkap panggilan kepada seseorang yang ia kenal buruk. "Ya, tentu saja. Apakah Ibu Negara masih menggonggongimu soal rumah di Permata Hijau?"

Giandra hanya menganggukkan kepalanya. Semua kekisruhan yang membuat kepalanya pusing adalah hasil dari perbuatan Kanista Moestadja—Ibu Negara alias ibu tiri dari para sepupunya, Pradana bersaudara, yang naas (dan juga rakyat Indonesia yang bernasib sial karena memiliki ibu negara seperti beliau, walau Pak Presiden sudah bekerja keras).

"Hiraukan saja nenek sihir itu. Rumahmu yang di Permata Hijau itu dibelikan kakekmu, ayah Hiram, untuk orang tuamu. Sekarang diwariskan padamu." Rania mengatakannya setelah ia meminum tehnya. Ia mencoba menyandarkan tubuhnya ke sofa kulit berwarna cokelat tua dan melirik ke langit-langit rumahnya. Pikirannya mengambang dengan memori masa lalu. "Aku selalu menyukai rumahmu yang di Permata Hijau itu. Keluarga Wiradikarta memang memiliki properti historis yang luar biasa, namun rumahmu memiliki tata cahaya dan sirkulasi angin yang bagus. Jangan lupakan pohon besar yang ada di pekarangan tengah itu. Makanya aku rasa kalau energi rumah itu bagus untukmu."

Telinga Rania mendengar suara tawa kecil sebagai reaksi dari Giandra. Ia tahu persis bahwa rumahnya adalah idaman para keluarga kaya lama yang tahu selera—tentu saja karena pemilik sebelumnya adalah seorang arsitek dan aristek lanskap yang merenovasi kediaman tersebut dan menjadikannya 'agak' ramah lingkungan. "Karena itulah aku bisa menghemat biaya untuk listrik, namun rumah itu terlalu besar untuk seorang anak yatim dan Asisten Rumah Tangganya."

"Maka menikahlah dan minta suamimu untuk tinggal di rumahmu."

"Memangnya bisa seperti itu? Meminta suamiku nanti untuk tinggal di rumah?"

"Bisa!" Rania meyakinkan Giandra. "Hanya saja, jangan nikahi pria payah, kasar, penipu, manipulatif, dan insecure. Mereka yang terburuk. Menikahlah dengan lelaki yang memujamu dan hanya ingin bersamamu—meskipun kalian harus tinggal di apartmen untuk dua orang atau rumah di daerah pelosok."

"Maka kenalkan aku dengan anak kenalanmu, Aunty Rania." Lagi-lagi Giandra memberikan celotehan yang terdengar asal dan tidak memiliki maksud tertentu.

Rania pun hanya menggelengkan kepalanya dan menghela nafasnya dengan singkat. "Tidak perlu, Gi. Kalau kamu cari sendiri juga pasti dapat—tentu saja sembari mendengarkan saranku dan orang-orang sekitarmu. Jangan asal-asalan mencari suami, karena pernikahan dan perceraian saat ini sama-sama membutuhkan uang dalam jumlah banyak!"

"Aku bisa meminta diskon sahabat sama Kak Hamdi!"

"Astaghfirullah, kamu terdengar seperti Hiram. Sungguh, Giandra, carilah suami yang benar-benar serius. HP akan terguncang jika memiliki klien sepertimu."

TBC

Published June 20th, 2024

nas's notes: HP dalam konteks ceritanya Nas adalah Hassan & Pandjaitan Lawfirm, firma hukum tempat Hamdi (dan juga Aqsad) bekerja sebagai pengacara.

Terima kasih sudah mampir ke ceritaku dan boleh minta tolong vote & comment-nya? :")

The InheritanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang