7. Mom's Wedding Archive

781 138 2
                                    

nas's notes: hiiiii guys! akhirnya aku bisa update part 7. jangan lupa vote dan comment-nya. terus juga kalau di part sebelumnya belum vote, kalian boleh vote lagi ya. karena angkanya jomplang banget antara satu part dengan part lainnya, bahkan part di awal-awalnya. jadi aku agak lesu dan menunda-nunda untuk update (maaf). kalau kalian mau baca offline, bisa nyalain dulu paket datanya dan vote terus matiin lagi.

untuk kalian yang ingin kirim pesan anonim di tellonym juga bisa lewat link di wall atau bio wp. aku menerima segala jenis pertanyaan atau curhatan. boleh akses link eksternal juga jika kalian mau meramaian cerita ini di twitter, aku post di twitter biar bisa kuinformasikan jika sudah update :")

terima kasih banyaaaak dan selamat membaca yaa!! <33

.

.

.

Jakarta, Indonesia
April 2026

Frida Hadiwiryono berusaha untuk memulai Sabtu paginya dengan berkebun. Bersama Mba Laras, ART-nya yang setia, ia merawat beberapa tanaman rumahan yang ia miliki seperti kuping gajah, philodendron, anggrek, aglaonema, hydrangea, dan wijayakusuma. Pandangannya pun menangkap kedatangan seorang cucunya yang memarkirkan mobilnya dalam garasi rumah. Wanita berusia delapan puluhan itu tahu persis bahwa Giandra akan datang mengunjunginya—biasanya di akhir pekan atau menginap di weekdays.

Dibandingkan para sepupunya, Giandra termasuk rajin untuk datang dan menyapa papa mama-nya. Yang kedua adalah Alya, menantu cucu kesayangan (yang datang untuk lari dari mertuanya, namun tidak mau orang tuanya tahu), dan yang ketiga adalah, Rayan, cucu laki-laki kesayangan (dan tampak lurus-lurus saja, namun datang untuk belajar dengan tenang).

Saat melihat Giandra yang datang dengan raut wajah senang, Frida pun menoleh pada Asisten Rumah Tangganya. "Lihatlah, Mba Laras, Anindya datang."

"Nona terlihat senang, ya," balas Mba Laras.

Menyadari Giandra yang berjalan cepat untuk mendekatinya, Frida dan Mba Laras pun berdiri.

"Baguslah kamu datang lebih awal," ucap Frida yang bergegas melepas sarung tangan karetnya dan menggandeng cucu perempuannya, "apa kamu sudah lapar?"

"Hi Mama! Aku datang untuk sarapan sama Mama. Mba Laras menghubungiku kalau Mama memintanya untuk membuat pankuk."

"Tentu saja!" ucap Frida dengan perasaan senang dan berjalan menuju ke dalam kediamannya, "ayo Mba Laras tolong disiapkan pankuknya."

"Punyaku tolong pakaikan pisang, stroberi, dan maple syrup!" Giandra menambahkan sebelum mereka bergegas masuk ke dalam rumah.

"Siaaap Nona."

Saat Mba Laras mempersiapkan sarapan dan beberapa ART lainnya membersihkan rumah, Frida dan Giandra pun bergegas untuk duduk di meja makan sembari menunggu sarapan pagi. Yang ada dihadapan mereka hanyalah secangkir teh yang tertuang pada cangkir cantik milik nyonya rumah. "Apakah kamu punya rencana lain selain sarapan, Anindya?" tanya Frida sembari membuka buku bacaannya. Frida sendiri biasa membaca buku atau koran sembari menunggu sarapannya selesai disiapkan. 

Perempuan muda itu dapat mempercayai pendengarannya. Selain orang tuanya yang sudah berpulang, hanya para kakek nenek dan tantenya yang masih hidup, Raya, yang dapat memanggil Giandra dengan nama ketiganya, Anindya. "Tentu. Selain sarapan, aku berencana untuk membuka lemari mom. Aku mencari kebaya pengantinnya."

Frida menaikkan wajahnya dari buku yang ia baca dan memandangi wajah cucu perempuannya. Yang ia tahu, Giandra belum menemukan (bahkan menerima pinangan) lelaki manapun. Frida tahu bahwa grandpa-nya Giandra di Singapura menolak lamaran seorang Adipati Jawa dan juga pengacara Hamdi Hassan. Itu juga penolakanya juga didasarkan disuksi para kakek nenek. Secara tidak terduga, baru saja ia mendengar Giandra datang untuk mencari kebaya pengantin yang dipakai untuk pernikahan mom-nya pada pertengahan sembilan puluhan.

The InheritanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang